Jika dikaji secara lebih mendalam, indikator kemiskinan yang beraneka ragam dihasilkan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan
konsumsi dan pendekatan multi aspek.
1. Pendekatan Pendapatan
Sajogyo dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:69 mengemukakan bahwa indikator kemiskinan didasarkan pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
minimum yang dapat diukur dari pendapatan. Sajogyo mengemukakan bahwa sebaiknya pendapatan tidak diukur dengan mata uang melainkan dalam ukuran beras.
Sajogyo menambahkan tingkat kemiskinan untuk daerah pedesaan, yaitu: a.
Miskin = 320 kilogram setara beras per kapita per tahun
b. Sangat miskin = 240 kilogram setara beras per kapita per tahun
c. Melarat
= 180 kilogram setara beras per kapita per tahun Sedangkan menurut BPS dalam Marzali, 2013:316 indikator kemiskinan
dalam bentuk pendapatan rata-rata secara nasional untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp. 233.174 perbulan per orang. Sebagai perbandingan, indikator kemiskinan yang
ditetapkan Pemerintah Vietnam untuk tahun 2010 jika disetarakan dengan rupiah adalah Rp. 450.000 perbulan per orang. Bank Dunia sendiri menetapkan indikator
kemiskinan sebesar US 2 perhari per orang. Bank Dunia menegaskan, adalah benar- benar miskin jika pendapatan US 1 perhari per orang.
2. Pendekatan Konsumsi
Kelemahan yang terdapat pada penetapan pendapatan sebagai indikator kemiskinan menjadikan banyak ahli mencari indikator lain. Salah satu indikator
alternatif yang dianggap cukup representatif adalah konsumsi. BPS berusaha merumuskan indikator kemiskinan dalam bentuk konsumsi. Badan ini menetapkan,
bahwa manusia hanya akan dapat hidup layak jika mengkonsumsi makanan dan
Universitas Sumatera Utara
minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita perhari. Dengan demikian seseorang dapat dikategorikan miskin bilamana jumlah uang yang
dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita perhari.
3. Pendekatan Multi Aspek
Pada awalnya banyak pihak meletakkan harapan pada penetapan indikator kemiskinan yang ditetapkan melalui pendekatan konsumsi. Namun setelah
dilakukan, pendekatan tersebut dianggap masih sarat dengan kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah sulitnya dilakukan pengukuran yang akurat. Sebagai contoh,
jumlah kandungan kalori pada makanan maupun minuman tidak selamanya signifikan dengan harga makanan dan minuman itu. Selain itu, tidak mudah untuk
mengukur kandungan kalori pada setiap makanan dan minuman. Disamping itu, banyak pihak yang berpandangan bahwa penetapan indikator
kemiskinan melalui pendekatan konsumsi tidak selalu menggambarkan kondisi riil sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang. Bahkan, indikator kemiskinan
yang dihasilkan pun belum mampu merepresentasikan kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Berbagai pandangan ini kemudian menjadi alasan untuk mencari
dan menggunakan pendekatan lain, yaitu pendekatan multi aspek. Salah satu pihak yang berupaya menelaah dan menetapkan indikator
kemiskinan melalui pendekatan multi aspek adalah PBB, dimana PBB menetapkan 12 jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan
kebutuhan manusia yang meliputi: a.
Kesehatan b.
Makanan dan gizi
Universitas Sumatera Utara
c. Pendidikan
d. Kondisi pekerjaan
e. Situasi kesempatan kerja
f. Konsumsi
g. Pengangkutan
h. Perumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan
i. Sandang
j. Rekreasi dan hiburan
k. Jaminan sosial
l. Kebebasan manusia Siagian, 2012:74.
2.2 Keluarga 2.2.1 Pengertian Keluarga