Konvensi Hak-Hak Anak KHA

Dalam ketentuan Pasal 295 KUHP disebutkan : 1 Dihukum : 1e. Dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 lima tahun, barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan peerbuatan cabul yang dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya atau anak angkatnya yang belum dewasa, oleh anak yang ada dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa yang diserahkan kepadanya, supaya dipeliharanya, dididiknya atau dijaganya atau bujangnya yang di bawah umur atau orang yang dibawahnya dengan orang lain. 2e. Dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 empat tahun , barang siapa yang dengan sengaja, diluar hal-hal yang tersebut pada 1e, menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa ia ada belum dewasa. 2 Kalau yang melakukan kejahatan itu oleh yang bersalah dijalankan sebagai pencahariannya atau kebiasaannya, maka hukuman itu dapat ditambah sepertiganya. Dalam ketentuan Pasal 298 KUHP disebutkan : 1 Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 281, 284-290, dan 292-297, maka dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak. 2 Kalau si tersalah melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 292-297 daalam pekerjaannya , dapat ia dipecat dari pekerjaannya itu . Berdasarkan isi pasal dalam KUHP yang telah disebutkan diatas , bentuk perlindungan hukum yang diberikan KUHP bagi anak yang mengalami kekerasan merupakan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggujawaban terhadap kerugianpenderitaan korban secara langsung dan konkret, tetapi lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat pribadiindividual.

2. Konvensi Hak-Hak Anak KHA

Hak anak merupakan bagian integral dari hak asasi manusia dan Konvensi Hak-hak Anak KHA merupakan bagian integral dari instrumen internasional tentang hak asasi manusia. Konvensi Hak-hak Anak merupakan instrumen yang Universitas Sumatera Utara berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai hak-hak anak yang merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan unsur-unsur hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. 104 Perumusan naskah KHA dimulai sejak 1979 dan dalam waktu sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 20 November 1989, naskah akhir konvensi dapat diterima dan disetujui dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB. Sesuai ketentuan Pasal 49 ayat 1 , KHA diberlakukan sebagai hukum HAM internasional pada 2 September 1990. 105 Indonesia meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990. Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia secara teknis telah dengan sukarela mengikatkan diri pada keetentuan yang terkaandung dalam KHA. Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat 2 KHA dinyatakan beerlaku di Indonesia sejak tanggal 5 Oktober 1990. KHA lahir berdasarkan beberapa prinsip yaitu prinsip nondiskriminasi; prinsip kepentingan terbaik bagi anak best interests of the child; prinsip hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan the right to life, survival and development; prinsip penghargaan terhadap pendapat anak respect for the views of the child. 106 104 Rika saraswati,Hukum Perlindungan Anak di Indonesi,Semarang : PT Citra Aditya Bakti.,2015.,Hlm.16 105 Ibid. 106 Dikdik M.arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan : Antara fakta dan Realita, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2007, hlm. 124-125 Universitas Sumatera Utara Prinsip nondiskriminasi artinya semua hal yang diakui dan terkandung dalam KHA harus dilakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. 107 Prinsip ini terdapat dalam Pasal 2 KHA yang menyatakan: 1 Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik, atau pandangan- pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua walinya yang sah. 2 Negara-negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota keluarganya. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 KHA yang menyatakan : “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta , lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, maka kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.” Prinsip kepentingan terbaik bagi anak mengingatkan kepada semua penyelenggara perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa apalagi berpusat pada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa depan anak. 108 107 M.Nasir Djamil, Op.Cit., hlm.31 108 Ibid. Universitas Sumatera Utara Prinsip hak hidup, keberlangsungan hidup dan perkembangan anak tercantum dalam Pasal 6 KHA ayat 1 “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan.” Serta ayat 2 “Negara- negara pihak akan menjamin sampai batas maksimal keberlangsungan hidup dan perkembangan anak.” Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa negara harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara atau orang per orang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. 109 Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak terdapat dalam Pasal 12 ayat 1 KHA yang menyatakan: “Negara-negara pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak menyatakan pandangan- pandangan secara bebas dalam semua hal yang memengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia kematangan anak.” Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kepribadian. Oleh sebab itu, tidak bisa dipandang hanya dalam posisi yang lemah, menerima dan pasif, tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi dan aspirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa. 110 109 Ibid. 110 Ibid. Universitas Sumatera Utara Adapun Pasal-pasal dalam KHA yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak adalah sebagai berikut : Dalam ketentuan Pasal 19 disebutkan : 1 Negara-negara Peserta akan mengambil semua langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik dan mental , cidera atau penyalahgunaan , penelantaran atau perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara berada dalam asuhan orangtua, wali, atau orang lain yang memelihara anak. 2 Langkah-langkah perlindungan seperti itu termasuk prosedur-prosedur yang efektif dari diadakannya program-program sosial untuk memberi dukungan yang diperlukan kepada anak dan kepada mereka yang memelihara anak, dan bentuk-bentuk lain dari pencegahan dan untuk identifikasi, pelaporan, rujukan, pemeriksaan, perawatan dan tindak lanjut dari kejadian perlakuan salah terhadap anak-anak yang diuraikan terdahulu, dan untuk keterlibatan pengadilan. Dalam ketentuan Pasal 34 disebutkan : Negara-negara peserta berusaha untuk melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi seks dan penyalahgunaan seksual. Untuk maksud itu, negara-negara peserta khususnya akan mengambil semua langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat untuk mencegah ; a Bujukan atau pemaksaan anak untuk melakukan semua bentuk kegiatan seksual yang tidak sah ; b Penggunaan anak-anak secara eksploitasi dalam pelacuran atau praktek- praktek seksual lainnya yang tidak sah; c Penggunaan anak-anak secara eksploitasi dalam pertunjukan-pertunjukan dan bahan-bahan pornografi. 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungaan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia, seperti yang termuat dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Universitas Sumatera Utara Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 ini kemudian diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. 111 Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 , alasan dilakukan perubahan dan pembaruan karena Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dipandang belum efektif sebagai sebuah peraturan hukum yang bertujuan memberikan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak anak. Adanya tumpang-tindih antar peraturan perundang-undangan sektoral yang terkait dengan defenisi anak menjadi salah satu penyebabnya. Meningkatnya angka kekerasan seksual terhadap anak juga menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 belum mampu menjadi alat untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dan melindungi hak-hak anak. Untuk menghindari terjadinya kejahatan-kejahatan terhadap anak khususnya tindak kekerasan, maka Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menitikberatkan serta memberikan kewajiban dan tanggungjawab kepada Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua atau Wali, dalam penyelenggaraan perlindungan anak diatur dalam ketentuan pasal sebagai berikut : Dalam ketentuan Pasal 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : 1 Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak. 2 Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada : 111 Ibid.Hlm. 23 Universitas Sumatera Utara a. Anak dalam situasi darurat ; b. Anak yang berhadapan dengan hukum ; c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi ; d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual ; e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya ; f. Anak yang menjadi korban pornografi ; g. Anak dengan HIVAIDS ; h. Anak korban penculikan, penjualan danatau perdagangan ; i. Anak korban kekerasan fisik dan atau psikis ; j. Anak korban kejahatan seksual ; k. Anak korban jaringan terorisme ; l. Anak penyandang disabilitas ; m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran ; n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang ; dan o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya ; Dalam ketentuan Pasal 59 A UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan Perlindungan khusus bagi anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat 1 dilakukan melalui upaya : a. Penanganan yang cepat, termasuk pengobatan danatau rehabilitasi secara fisik , psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya ; b. Peendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan ; c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu ; dan d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. Selanjutnya, dalam Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berisi tentang larangan-larangan melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak anak yang diatur dalam ketentuan pasal sebagai berikut : Dalam ketentuan Pasal 76 A Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan Setiap orang dilarang : Universitas Sumatera Utara a. Memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya ; atau b. Memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif. Dalam ketentuan Pasal 76 B Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan dalah dan penelantaran ”. Dalam ketentuan Pasal 76 C Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak ”. Dalam ketentuan Pasal 76 D Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain ”. Ketika terdapat orang yang melanggar larangan yang ada, melakukan kejahatan serta melanggar hak-hak anak pada larangan yang telah disebutkan diatas, dalam hal ini khususnya melakukan tindak kekerasan terhadap anak akan dikenakan sanksi pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam hal ini diatur dalam ketentuan Pasal-pasal sebagai berikut : Dalam ketentuan Pasal 80 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : Universitas Sumatera Utara 1 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun 6 enam bulan danatau denda paling banyak Rp.72.000.000,00 tujuh puluh dua juta rupiah. 2 Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 seratus juta rupiah. 3 Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun danatau denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. 4 Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah Orang Tuanya. Dalam ketentuan Pasal 80 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : 1 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 2 Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat , serangkaian keebohongan , atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 3 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 13 sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Dalam ketentuan Pasal 82 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : 1 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 13 sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Universitas Sumatera Utara B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 112 Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. 113 Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak fundamental rights and freedoms of children serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup lingkup yang sangat luas. 114 Berangkat dari pembatasan di atas, maka lingkup perlindungan hukum bagi anak-anak mencakup : 1 Perlindungan terhadap kebebasan anak ; 2 112 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 113 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, hlm..33 114 Waluyadi ,Hukum Perlindungan Anak,Bandung : Mandar Maju.2009.hlm.1 Universitas Sumatera Utara Perlindungan terhadap hak asasi anak ; 3 Perlindungan hukum terhadap semua kepentingan anak yang berkaitan dengan kesejahteraan. 115 Konsekuensi dari lingkup perlindungan hukum bagi anak sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah bahwa semua kebijakan legislatif produk perundang-undangan yang berkaitan dengan anak harus bermuara pada penegakan hak asasi anak dan terwujudnya kesejahteraan anak. Perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami kekerasan mencakup pada dua aspek, yaitu perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku kekerasan tersebut. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan Pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan dalam lembaga pendidikan dapat dilihat melalui beberapa pasal yang terkait dengan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 9 ayat 1a Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, danatau pihak lain. 115 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dalam ketentuan Pasal 54 Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : 1 Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, danatau pihak lain. 2 Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, danatau masyarakat. Selain itu, dalam ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengaanatkan masyarakat dan lembaga pendidikan untuk berperan dalam perlindungan anak termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungannya. Pada hakikatnya sekolah merupakan tempat anak untuk mendapatkan haknya menuntut ilmu setinggi-tingginya, dengan demikian demi tercapainya hak anak di sekolah atau dalam lembaga pendidikan maka anak-anak perlu dilindungi dari berbagai tindak kekerasan. Maksud dari pemberian perlindungan tersebut adalah setiap anak dalam lembaga pendidikan yaitu sekolah berhak mendapatkan perlindungan dari pihak yang terkait dengan masalah perlindungan anak. Dalam hal ini yang melindungi anak dari perbuatan kekerasan di sekolah adalah lembaga pendidikan itu sendiri . Pada Sekolah Dasar Negeri No. 117874 Kecamatan Kotapinang perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dilakukan oleh Pihak Guru dan komite sekolah. Apabila terjadi suatu tindak kekerasan pada anak maka langkah pertama yang dilakukan pihak sekolah adalah membawa anak yang menjadi korban tersebut ke rumah sakitpusekesmas terdekat untuk menjalani Universitas Sumatera Utara proses pengobatan. Kemudian Pihak sekolah memanggil kedua orang tua siswa baik siswa korban maupun siswa pelaku untuk dilakukan perdamaian. Biasanya setelah musyawarah ini orang tua siswa sepakat untuk berdamai dengan persyaratan tertentu seperti membayar seluruh biaya pengobatan korban hingga sembuh. 116 Di Kecamatan Kotapinang hukum berdasarkan adat istiadat masih berlaku, pihak sekolah dan pihak keluarga pelaku datang ke rumah siswa yang menjadi korban untuk melaksanakan “upah-upah” sebagai tanda perhatian dari pihak sekolah dan bentuk permintaan maaf dari orang tua siswa yang melakukan tindakan kekerasan tersebut. 117 Sama halnya dengan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kotapinang, pada Sekolah Dasar Negeri No. 112227 Kecamatan Torgamba Perlindungan terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan dilakukan dengan jalan melakukan perdamaian antara anak sebagai pelaku dan anak yang menjadi korban dengan cara melakukan musyawarah dengan masing-masing orang tua siswa dengan tujuan agar anak yang menjadi korban serta orang tua korban merasa tidak dirugikan dengan perbuatan anak yang melakukan kekerasan. 118 Pada Sekolah Dasar Negeri No.117941 Kecamatan Sungai Kanan, perlindungan yang diberikan oleh Pihak Sekolah kepada anak yang mengalami kekerasan dilakukan dengan cara mendampingi korban dan mengupayakan 116 Hasil wawancara dengan Hj. Netty Ariani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117874 Kecamatan Kotapinang 117 Ibid. 118 Hasil wawancara dengan Hj. Nurliani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.112227 Kecamatan Torgamba Universitas Sumatera Utara perdamaian antara pihak korban dan pelaku agar pihak korban tidak merasa dirugikan dengan tindakan pelaku. 119 2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Pelaku Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan khususnya di lingkungan sekolah tidak hanya diberikan kepada anak sebagai korban tetapi juga diberikan kepada anak sebagai pelaku kekerasan itu sendiri. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada dasarnya anak-anak yang bermasalah diakategorikan dalam istilah kenakalan anak, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Setelah diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Anak, maka istilah tersebut berubah menjadi anak yang berkonflik dengan hukum ABH, dan saat ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pun menggunakan istilah anak yang berkonflik dengan hukum. 120 Ada 2 dua kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu 121 : a. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah; 119 Hasil wawancara dengan Hj.Rosnah,S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117491 Kecamatan Sungai Kanan 120 M.Nasir Djamil, Op.Cit., hlm.32 121 Ibid., hlm. 33 Universitas Sumatera Utara b. Juvenile deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Dalam ketentuan pasal 64 Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan : Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 huruf b dilakukan melalui : a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya ; b. Pemisahan dari orang dewasa ; c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif ; d. Pemberlakuan kegiatan rekreasional ; e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya ; f. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan atau pidana seumur hidup ; g. Penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat ; h. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum ; i. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya ; j. Pemberian pendampingan Orang Tua Wali dan orang yang dipercaya oleh anak ; k. Pemberian advokasi sosial ; l. Pemberian kehidupan pribadi ; m. Pemberian aksesibilitas , terutama bagi anak penyandang disabilitas ; n. Pemberian pendidikan ; o. Pemberian pelayanan kesehatan ; dan p. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan . Dalam rangka memberikan pemenuhan hak terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak-anak Indonesia dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan yang merumuskan perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Universitas Sumatera Utara Salah satu implementasinya adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang memberlakukan proses pemeriksaan khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana yang penanganannya melibatkan beberapa lembaga negara, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, Departemen Hukum dan HAM, serta lembaga-lembaga lain, seperti Dinas Sosial yang secara terpadu dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak-anak. 122 Pengadilan anak adalah meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan memutus perkara yang menyangkut kepentingan anak. Dan keterlibatan pengadilan dalam kehidupan anakdan keluarga senantiasa ditujukan pada upaya penanggulangan yang buruk, sehubungan dengan perilaku yang menyimpang dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak dalam wilayah hukum negara Indonesia. Khususnya bagi anak-anak yang telah mencapai umur 8 tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun. 123 Dalam perkembangannya, kebutuhan akan adanya peradilan khusus bagi anak yang berkonflik dengan hukum semakin dirasakan karena masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pengadilan anak. Seorang anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku, harus diperlakukan dengan baik karena hal tersebut mempengaruhi psikologis bagi anak. 124 Agar hak-hak anak yang beradapan dengan hukum dapat terpenuhi secara maksimal, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA. Pertimbangan 122 Rika Saraswati,Op.Cit.,hlm.107 123 Ibid, hlm.108 124 Ibid, hlm.109 Universitas Sumatera Utara dikeluarkannya undang-undang baru ini karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara kompeherensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. 125 Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan Asas 126 : a. Perlindungan; b. Keadilan; c. Nondiskriminasi; d. Kepentingan terbaik bagi anak; e. Penghargaan terhadap pendapat anak; f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak; g. Pembinaan dan pembimbingan anak; h. Proporsional; i. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan j. Penghindaran pembalasan. Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak 127 : a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. Dipisahkan dari orang dewasa; c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. Melakukan kegiatan rekreasional; e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g. Tidak ditangkap,ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. Tidak dipublikasikan identitasnya; j. Memperoleh pendampingan orang tuawali dan orang yang dipercaya oleh anak; k. Memperoleh advokasi sosial; l. Memperoleh kehiidupan pribadi; m. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. Memperoleh pendidikan; 125 Ibid, hlm.111 126 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 127 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Universitas Sumatera Utara o. Memperoleh pelayanan kesehatan; dan p. Memperoleh hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU SPPA disebutkan : “ Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.” Keadilan restoratif secara terminologis merupakan sebuah konsep dalam penyelesaian masalah kejahatantindakan kriminal yang terjadi dengan penekanan pada pemulihan hak-hak korban. Pendekatan keadilan restoratif memandang bahwa kejahatan atau tindakan kriminal tidak hanya bermuara pada penghukuman bagi pelaku, tetapi juga memperhatikan kepentingan korban, penyelesaian dapat dilakukan dengan melibatkan kedua belah pihak tersebut dan tidak harus berujung pada pemidanaan. 128 Ketentuan mengenai diversi diatur dalam Pasal 6 UU SPPA yang menyatakan diversi bertujuan : a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak; b. Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan; c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak; Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 7 disebutkan : 1 Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi; 2 Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dalam tindak pidana yang dilakukan : a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tujuh tahun; b. Dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Dalam ketentuan Pasal 8 UU SPPA dijelaskan mengenai keterlibatan dan peran serta pihak selain anak dalam menyelesaikan diversi. Pasal 8 ayat 1 UU SPPA menyebutkan bahwa proses divesri dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan orang tuawali anak, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial 128 Ibid, hlm.112 Universitas Sumatera Utara Profesional selain anak itu sendiri. Tentu wajib diutamakan pendekatan keadilan restoratif dalam setiap tahap proses diversi. Apabila diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud tadi dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial. Perlu diperhatikan pula Pasal 8 ayat 3 mengenai hal-hal yang harus diselesaikan dan menjadi acuan yaitu : a. Kepentingan korban; b. Kesejahteraan dan tanggung jawab anak; c. Penghindaran stigma negatif; d. Penghindaran pembalasan; e. Keharmonisan masyarakat; dan f. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Berikutnya dalam ketentuan Pasal 9 UU SPPA dijelaskan bahwa aparat penegak hukum : 1 Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan diversi harus mempertimbangkan : a. Kategori tindak pidana; b. Umur anak; c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari bapas; d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. 2 Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban danatau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali untuk: a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. Tindak pidana ringan; c. Tindak pidana tanpa korban; atau d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat. Dalam ketentuan Pasal 10 ayat 1 disebutkan kesepakatan diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 9 ayat 2 dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku danatau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. Universitas Sumatera Utara Hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk antaralain 129 : a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian ; b. Penyerahan kembali kepada orang tua wali; c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lma 3 tiga bulan ; atau d. Pelayanan masyarakat. Apabila diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, proses peradilan pidana anak dilanjutkan. 130 Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak , maka ketentuan Undang-Undang ini juga dapat diterapkan kepada anak didik yang bertindak sebagai pelaku kekerasan. Melalui undang-undang ini diharapkan anak didik pelaku kekerasan mendapatkan perlakuan yang tepat sehingga mereka tidak perlu dikeluarkan dari sekolah, tetapi tidak mengorbankan pihak lain, seperti anak korban, anggota masyarakat, sekolah dan lingkungan sekolah itu sendiri. 131 Pada dasarnya, anak bukanlah untuk dihukum melainkan harus diberikan bimbingan dan pembinaan, sehingga tumbuh dan berkembang sebagai anak normal yang sehat dan cerdas seutuhnya. Tekadang anak mengalami situasi sulit yang membuatnya melakukan tindakan melawan hukum. Seperti halnya anak yang melakukan tindak kekerasan di sekolah. Seperti yang telah diungkapkan 129 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 130 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 131 Rika Saraswati, Op.Cit, hlm.142-143 Universitas Sumatera Utara pada pembahasan bab sebelumnya, bahwa faktor-faktor tiap anak tersebut melakukan tindak kekerasan adalah berbeda-beda. Walaupun demikian, pemberian sanksi pidana seharusnya dapat dihindari, kalaupun terpaksa pemberian sanksi pidana tersebut merupakan langkah terakhir yang dilakukan apabila peristiwa tersebut tidak dapat terselesaikan lagi secara baik-baik. Mengingat anak dipandang sebagai sebagai subjek khusus dalam hukum, maka peraturan perundang-undangan memuat berbagai kekhususan tentang anak baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Karena melihat kenyataan pada saat ini dalam lembaga pendidikan khususnya lingkungan sekolah bahwa anak tidak hanya menjadi korban kekerasan melainkan menjadi pelaku dari kekerasan itu sendii , dan ini dilakukan kepada anak lain yang pada umumnya adalah teman sebayanya. Perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku tindak kekerasan dalam lembaga pendidikan dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan apa saja yang dilakukan oleh Pihak Sekolah untuk menyelesaikan kasus tersebut dan penyelesaian yang dilakukan tidak merugikan pihak korban dan dapat membuat pelaku menjadi jera tetapi tidak menggaanggu pada aktivitas anak sebagai siswa di sekolah tersebut. Pada Sekolah Dasar Negeri No. 117874 Kecamatan Kotapinang, apabila ada anak yang melakukan kekerasan kepada siswa lainnya maka pemberian sanksi yang diberikan dilihat dari tindakan yang dilakukan siswa tersebut. Apabila tindakan yang dilakukan siswa tersebut belum berdampak buruk dan masih wajar Universitas Sumatera Utara maka anak tersebut diberikan nasehat oleh wali kelas dan guru agama selaku guru konseling di sekolah ini. Apabila anak tersebut masih melakukan tindakan kekerasan tersebut dan dampaknya semakin buruk terhadap anak lain maka kepala sekolah akan membuat surat panggilan kepada orang tua siswa tersebut agar anak tersebut diberikan pembinaan. Apabila setelah tiga kali berturut-turut orang tua siswa tersebut dipanggil dan anak tersebut tidak menunjukkan perubahan juga maka anak tersebut akan diberikan sanksi berupa dikeluarkan dari sekolah dan dipindahkan ke sekolah lain. 132 Pada Sekolah Dasar Negeri No. 112227 Kecamatan Torgamba, apabila ada anak nakal yang suka menjahili temannya maka langkah pertama yang dilakukan oleh Guru adalah menasehati anak tersebut secara baik-baik, apabila anak tersebut masih terus melakukan hal tersebut maka guru akan memberikan sanksi kepada siswa tersebut misalnya : menyiram bunga, membersihkan halaman, dan kadang berdiri di depan kelas. Apabila hal tersebut masih tidak berhasil juga maka Guru akan melaporkan kepada Kepala Sekolah dan Kepala Sekolah akan membuat surat panggilan kepada Orang Tua Siswa. Biasanya setelah orang tua Siswa dipanggil anak tersebut akan berubah dan tidak akan nakal lagi kepada temannya. 133 Pada Sekolah Dasar Negeri No.1179491 Kecamatan Sungai Kanan apabila ada orang tua yang melapor kepada Pihak Sekolah bahwa anaknya mengalami kekerasan dari anak lain di sekolah, maka langkah pertama yang dipanggil adalah 132 Hasil wawancara dengan Hj. Netty Ariani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117874 Kecamatan Kotapinang 133 Hasil wawancara dengan Hj. Nurliani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.112227 Kecamatan Torgamba Universitas Sumatera Utara memanggil anak yang bersangkutan dan menanyakan kejadian yang sebenarnya. Setelah itu orang tua siswa pelaku dan orang tua siswa korban dipertemukan agar terjadi perdamaian. 134 Pada kasus yang terjadi pada Arga dan Akri seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya baik orang tua pelaku dan orang tua korban sama-sama tidak mau berdamai. Pihak orang tua korban ingin kedua siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah. Akan tetapi Pihak Sekolah tidak dapat melakukan hal tersebut karena mengingat kedua siswa tersebut sudah kelas VI dan sebentar lagi akan mengikuti Ujian Nasional. Akhirnya pihak korban membawa kasus ini ke pihak kepolisian dan sampai sekarang belum terselesaikan. 135 Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari ketiga sekolah pada tiga kecamatan yang berbeda di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dapat diketahui bahwa bentuk perlindungan terhadap anak sebagai pelaku kekerasan dalam lembaga pendidikan selain mendapatkan perlindungan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan juga anak tersebut juga harus dilindungi dari stigma bahwa anak tersebut merupakan orang yang jahat yang dapat mengganggu mentalnya dan upaya pemberian sanksi pidana sebisa mungkin harus dihindarkan. 134 Hasil wawancara dengan Hj.Rosnah,S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117491 Kecamatan Sungai Kanan 135 Hasil wawancara dengan Hj.Rosnah,S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117491 Kecamatan Sungai Kanan. Universitas Sumatera Utara C. Kendala Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Dalam rangka melaksanakan perlindungan anak se-sempurna mungkin perlu dipahami hambatan pelaksanaan perlindungan anak untuk diatasi seefektif mungkin. Beberapa hambatan penting yang relatif sifatnya, berkaitan dengan situasi dan kondisi tertentu adalah sebagai berikut : 1. Pengertian-Pengertian Terdapat perbedaan pandangan dan keyakinan yang kuat berkaitan dengan masalah perlindungan anak seorang individu, kelompok organisasi swasta dan pemerintah. Hal ini berkaitan erat antara lain dengan latar belakang pendidikan, kepentingan, nilai-nilai sosial kepribadian yang bersangkutan. 136 2. Masalah Kepentingan dan Kewajiban Keberhasilan usaha perlindungan anak sedikit banyak bergantung pada kesediaan dan kemampuan untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain. Jadi ini berkaitan dengan sikap tindakan seseorang yang berhubungan erat dengan kerelaan seseorang untuk mengutamakan kepentingan anak di atas kepentingan pribadi, berdasarkan keyakinan bahwa akhirnya pelayanan kepentingan anak, kepentingan nasional akan juga membawa akibat positif pada pemenuhan kepentingan pribadi. 137 3. Masalah kerjasama dan koordinasi 136 Arif Gosita, Op.Cit, hlm.249 137 Ibid, hlm.250 Universitas Sumatera Utara Perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Maka ini berarti dalam pengadaan dan pelaksanaan perlindungan anak memuaskan diperlukan sekali kerjasama dan koordinasi dari kerjasama tersebut. Tanpa adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antara yang bersangkutan dan berkepentingan, maka kegiatan perlindungan anak akan dihambat perkembangannya dengan akibat tambahan gangguan ketertiban, kemanan dan pembangunan nasional. 138 4. Masalah Jaminan Hukum Undang-undang yang menyangkut kepentingan anak belum secara tegas menyatakan bagaimana perlindungan anak itu dilaksanakan secara konkrit dan apa akibatnya jika seseorang tidak melakukan perlindungan anak. 139 Adapun kendala yang dihadapi Pihak sekolah terkait dengan upaya perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan adalah sebagai berikut : Pada Sekolah Dasar Negeri No. 117874 Kecamatan Kotapinang, kendala yang dialami Pihak Sekolah dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan adalah sering kali pihak orang tua siswa baik siswa korban maupun siswa pelaku menyalahkan pihak sekolah 138 Ibid. 139 Ibid, hlm.252 Universitas Sumatera Utara yaitu guru atas kejadian yang terjadi sehingga kedua orang tua tidak mau untuk didamaikan. 140 Pada Sekolah Dasar Negeri No.112227 Kecamatan Torgamba kendala yang dialami oleh Pihak Sekolah adalah siswa yang mengalami kekerasan seringkali mengadu secara langsung kepada orang tua tanpa terlebih dahulu mengadukannya kepada guru dan karena hal tersebut orang tua siswa sering menyalahkan Pihak Sekolah dan menganggap Pihak Sekolah tidak peduli kepada anaknya. 141 Pada Sekolah Dasar Negeri No. 117491 Kecamatan Sungai Kanan kendala yang dialami oleh Pihak Sekolah adalah pihak orang tua korban dan pihak orang tua pelaku sama-sama tidak mau diajak untuk berdamai. Pihak orang tua pelaku tidak mau meminta maaf kepada pihak korban karena mereka merasa anaknya tidak melakukan kesalahan. Sedangkan pihak orang tua korban bersikeras agar anak yang melakukan tindak kekerasan tersebut dikeluarkan dari sekolah. Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala sekolah dari tiga sekolah dasar negeri yang berbeda kecamatan diketahui bahwa kendala yang dialami oleh pihak sekolah dalam upaya perlindungan terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam lembaga pendidikan khususnya di lingkungan sekolah sulitnya untuk menciptakan suasana damai diantara pihak anak pelaku dan pihak anak sebagai korban. Di satu sisi anak sebagai pelaku harus dilindungi karena bagaimanapun juga anak tersebut statusnya masih seorang siswa yang harus 140 Hasil wawancara dengan Hj. Netty Ariani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.117874 Kecamatan Kotapinang 141 Hasil wawancara dengan Hj. Nurliani, S.Pd Kepala Sekolah SD Negeri No.112227 Kecamatan Torgamba Universitas Sumatera Utara mengejar dan meraih cita-citanya. Di satu sisi anak korban juga membutuhkan perlindungan akibat dari perbuatan anak pelaku tersebut menimbulkan dampak yang merugikan bagi anak sebagai korban.

D. Upaya Pencegahan Terjadinya Kekerasan terhadap Anak di Dalam Lembaga Pendidikan.