Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif pencegahan maupun yang bersifat represif pemaksaan, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
9
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
2. Pengertian Anak
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria batasan usia anak. Berbeda
peraturan perundang-undangan berbeda pula kriteria anak dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
Adapun pengertian anak menurut ketentuan Peraturan perundang- undangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
9
Perlindungan Hukum. http:statushukum.comperlindungan-hukum.html diakses pada tanggal 2 Oktober 2015 pukul 20.12 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Nomor 3029 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak secara eksplisit mengatur mengenai batas usia anak. Akan tetapi bila
dilihat dalam pasal 153 ayat 5 KUHAP menyebutkan bahwa Hakim Ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur 17 tahun
tidak diperkenankan menghadiri sidang . Selanjutnya dalam pasal dalam pasal 171 KUHAP menyebutkan bahwa batasan usia anak di sidang pengadilan yang
boleh diperiksa tanpa sumpah dipergunakan batasan usia di bawah 15 tahun.
10
b. Di dalam ketentuan pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
diesebutkan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
11
c. Di dalam Ketentuan Pasal 47 ayat 1 dan Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan.
12
d. Dalam ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
13
e. Dalam ketentuan pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa anak adalah tiap manusia yang
10
Angger Sigit Pramukti Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak. Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2015,hlm.7
11
Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
12
Pasal 47 ayat 1 dan Pasal 50 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
13
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Universitas Sumatera Utara
berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.
14
f. Di dalam ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12
dua belas tahun , tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
15
g. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberlakukan wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak yang berusia 7 sampai 15 tahun.
16
h. Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia
18 delapan belas tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan.
17
Hadi Supeno dalam M.Nasir Djamil mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum
dikategorikan sebagai lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan
dengan pemenuhan hak anak.
18
14
Pasal 1 sub 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
15
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
16
M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum : Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak UU-SPPA, Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hlm.10
17
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
18
M.Nasir Djamil, Op.Cit., hlm.10
Universitas Sumatera Utara
Karena memang sudah seharusnya peraturan perundang-undangan yang ada memiliki satu mono defenisi sehingga tidak akan menimbulkan tumpang
tindih peraturan perundang-undangan yang ada pada tataran praktis akan membuat repot penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, Undang-Undang Perlindungan
Anak memang seyogiyanya menjadi rujukan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dalam pemenuhan hak anak.
19
3. Pengertian Kekerasan