20 time history analysis, dapat diketahui respons struktur akibat gempa seperti
simpangan, kecepatan dan percepatan untuk setiap segmen waktu yang ditentukan. Perencanaan struktur dapat pula dilakukan dengan menggunakan deformasi
maksimum struktur akibat beban gempa rencana. Metode ini dikenal dengan cara spektrum respons. Gempa kuat yang pernah terjadi dibuat spektrum responsnya untuk
struktur dengan satu derajat kebebasan. Sedangkan untuk struktur dengan banyak derajat kebebasan, respon maksimumnya diperoleh dengan menggunakan metode SRSS
Square Root of the Sum of Squares, yaitu menguadratkan respon maksimum dari masing-masing ragam, kemudian dijumlahkan semuanya, lalu diakarkan.
Menurut UBC 1997, gedung-gedung yang diklasifikasikan sebagai gedung yang beraturan dapat dianalisis dengan menggunakan analisis statik ekivalen, cara yang jauh
lebih mudah dibandingkan dengan analisis dinamik. Analisis ini mentransfer pergerakan tanah pada level fondasi menjadi beban-beban statik lateral yang bekerja pada setiap
pusat massa lantai. Hasil perencanaan struktur yang diperoleh harus diverifikasi melalui analisis dinamik, yaitu dengan menggunakan time history analysis dan respon spektrum,
untuk mendapatkan respon nyata struktur ketika terkena beban gempa. Tetapi, analisis dinamik bukanlah persoalan yang mudah sehingga para ahli mengembangkan metode
yang lebih sederhana melalui analisis statik, yaitu dengan konsep desain kinerja struktur Performance Based Design.
2.4 Hubungan Momen-Kurvatur
Analisis momen kurvatur diperlukan untuk mengetahui daktilitas dari suatu elemen struktur yang erat kaitannya dengan redistribusi momen. Redistribusi momen
ini berpengaruh dalam sebuah desain, yaitu dapat mengurangi besarnya tulangan baja yang diperlukan pada sebuah perletakan menerus. Hal ini dikarenakan dengan
melakukan redistribusi momen, akan dapat mengurangi besarnya momen maksimum yang terjadi pada sebuah elemen struktur.
Universitas Sumatera Utara
21 Hal yang penting dalam suatu desain dengan beban gempa adalah daktilitas
dari struktur, karena filosofi desain yang ada saat ini berdasarkan pada konsep penyerapan energi dan disipasi oleh deformasi plastis untuk bertahan terhadap sebuah
gempa. Sehingga sebuah struktur yang tidak memiliki kemampuan daktilitas yang mencukupi harus didesain dengan beban gempa yang lebih besar untuk menghindari
keruntuhan dari struktur tersebut. Gambar 2.6 berikut ini memperlihatkan potongan sebuah elemen dari sebuah
struktur beton bertulang dengan momen ujung dan gaya aksial yang sama besarnya. Jari-jari dari kurvatur R diukur sampai dengan garis netral dari penampang. Jari-jari
dari kurvatur R, kedalaman garis netral kd, regangan beton pada serat tekan terluar ε
c
dan regangan tarik dari baja ε
s
akan bervariasi sepanjang elemen struktur tersebut karena diantara retak yang terjadi, beton akan mengalami tegangan akibat dari retak
tersebut Wigan, 2001. Dengan meninjau sebuah potongan kecil sepanjang dx dari sebuah elemen
struktur, serta menggunakan notasi dari Gambar 2.6, maka putaran diantara kedua ujung dari potongan tersebut adalah seperti berikut ini;
k d
kd R
dx
s c
− =
= 1
ε ε
2.2
k d
kd R
s c
− =
= 1
1 ε
ε 2.3
+ =
− =
= d
k d
kd
s c
s c
ε ε
ε ε
ϕ 1
2.4 Maka 1R adalah kurvatur pada potongan putaran per satuan panjang dari
elemen struktur dan diberikan notai ϕ. Sehingga terlihat bahwa kurvatur ϕ adalah
gradien dari distribusi regangan pada potongan seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
22 Gambar 2.6 Deformasi dari sebuah elemen lentur struktur
Kurvatur tersebut sebenarnya akan bervariasi sepanjang elemen karena fluktuasi dari kedalaman garis netral dan regangan diantara retak-retak yang terjadi.
Bila panjang dari elemen adalah kecil pada sebuah retakan, maka kurvaturnya adalah seperti yang terlihat pada Persamaan 2.2, dengan
ε
c
dan ε
s
adalah regangan pada penampang yang retak Wigan, 2001.
Bila regangan pada penampang yang kritis dari sebuah balok beton bertulang diukur secara teliti dengan momen lentur terus dinaikkan hingga runtuh, maka kurvatur
dapat dihitung dari Persamaan 2.2, sehingga pada akhimya dapat diperoleh hubungan momen kurvatur dari penampang tersebut. Hubungan momen kurvatur pada sebuah
balok beton bertulang tunggal yang mengalami keruntuhan pada tarik dan tekan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7. Pada tahap awal, kurva adalah linier dan hubungan
antara momen M dan kurvatur ϕ diberikan oleb Persamaan 2.5 berikut ini;
neutral axis steel
steel crack
element of member R
P P
M d
kd
ϕ
ε
c
ε
s
Universitas Sumatera Utara
23 ϕ
M R
M EI
= ×
= 2.5
dengan El adalah kekakuan lentur dari penampang tersebut.
G
ambar 2.7 Hubungan momen kurvatur untuk beton dengan tulangan tunggal a Penampang runtuh akibat tarik
ρρ
balance
b Penampang runtuh akibat tekan ρρ
balance
Seiring dengan meningkatnya momen, maka retak yang terjadi pada beton akan mengurangi kekakuan lentur dari penampang tersebut. Pengurangan kekakuan tersebut
akan semakin besar pengaruhnya pada penampang beton dengan tulangan yang sedikit bila dibandingkan dengan penampang beton dengan tulangan yang lebih banyak. Sifat
dari penampang setelah mengalami retak akan lebih banyak bergantung dari baja tulangannya.
section unit length
M
M
ϕ ϕ
M
first yield of steel first crack
first crack ϕ
unconfined concrete crushing of concrete commemce
b f l ld
curvature curvature
moment
a b
Universitas Sumatera Utara
24 Seperti pada Gambar 2.7.a mcnunjukkan hubungan momcn kurvatur untuk
penampang dengan tulangan yang lebih sedikit. Kurva tersebut dapat dikatakan hampir bersifat linier sampai dengan titik di mana baja mulai leleh. Setelah baja mulai
leleh, maka kurvatur akan bertambah secara besar untuk suatu nilai momen lentur yang hampir sama, kemudian momen akan terus bertambah hingga maksimum akibat dari
pertambahan pada jarak lengan momen, dan pada akhimya menurun kcmbali Wigan, 2001.
Sebaliknya, pada Gambar 2.7.b, hubungan momen kurvatur menjadi tidak linier nonlinier setelah titik di mana baja mulai memasuki keadaan plastis dari
hubungan tegangan-regangannya. Akibat dari hal ini, maka keruntuhan dapat terjadi secara tiba-tiba, kecuali apabila beton tersebut diberikan perkuatan dengan sengkang
pada bagian tengah atau intinya. Bila beton tersebut tidak diberikan sengkang, maka beton akan mengalami kehancuran pada kurvatur yang relatif kecil sebelum baja mulai
leleh, yang tentunya akan menurunkan kapasitas momennya secara singkat. Untuk memastikan sifat daktilitas dari sebuah penampang dalam prakteknya,
rasio dari baja tulangan dibuat agar kurang dari nilai rasio seimbang ρ
balance
pada sebuah balok beton. Hubungan momen kurvatur sccara praktisnya dapat diidealisasikan
menjadi tiga macam kurva seperti yang terlihat pada Gambar 2.8. Kurva yang pertama menunjukkan adanya tiga fase; yaitu fase pertama pada saat beton mulai retak, fase
kedua pada saat baja mulai leleh dan fase ketiga adalah pada saat baja sudah mencapai batas dari nilai regangan gunanya Wigan, 2001.
Pada Gambar 2.8.b dan Gambar 2.8.c menunjukkan kurva yang bilinier, yang pada umumnya cukup akurat untuk dapat dipergunakan. Setelah beton mengalami
retak, maka hubungan antara momen kurvatur hampir linier dari titik awal nol sampai dengan titik di mana baja mulai leleh. Sehingga kedua kurva ini merupakan idealisasi
yang cukup akurat untuk beton yang telah mengalami retak pertama.
Universitas Sumatera Utara
25
G
ambar 2.8 Idealisasi hubungan momen kurvatur untuk penampang beton dengan tulangan tunggal akibat kegagalan tarik.
2.5 Daktilitas Struktur Global μ