10
sapaan yang digunakan masyarakat Ujuang Batuang, yaitu : 1 kata sapaan umum, 2 kata sapaan adat, dan 3 kata sapaan agama. Selanjutnya bagaimana
kata sapaan itu digunakan oleh masyarakat Ujuang Batuang. Lisniarti, Hasnah Faizah AR. dan Auzar 2015 melakukan penelitian
berkaitan dengan sistem sapaan bahasa Melayu Riau Subdialek Inuman Kabupaten Kuantan Singingi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
deskripsi mengenai sistem sapaan yang terdapat dalam bahasa Melayu Riau Subdilek Inuman. Sistem sapaan itu terdiri atas sapaan kekerabatan dan
nonkekerabatan. Selain itu, penelitian ini juga membahas perubahan sapaan dan faktor-faktor penyebab perubahan sapaan itu. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian berupa klasifikasi sistem sapaan kekerabatan dan nonkekerabatan dalam masyarakat Inuman Kabupaten
Kuantan Singingi, perubahan sistem sapaan yang terdapat dalam Bahasa Melayu Riau Subdialek Inuman, serta faktor-faktor penyebab perubahan sapaan tersebut.
Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk pendokumentasian sapaan yang terdapat dalam masyarakat Inuman di Kabupaten Kuantan Singingi.
Ridha M. Wibowo dan Agustin Retnaningsih 2015 meneliti mengenai dinamika bentuk-bentuk sapaan sebagai refleksi sikap berbahasa masyarakat
Indonesia. Tujuannya adalah mendeskripsikan bentuk sapaan yang digunakan oleh masyarakat, menguraikan sikap dan struktur logika pemakaian bentuk sapaan, dan
menguraikan aktualisasi dan dinamika pemakaian bentuk-bentuk sapaan dalam masyarakat . Untuk memperoleh data yang variatif diterapkan populasi data yang
diperoleh dari sejumlah pembahan, khususnya mahasiswa, dengan asumsi bahwa
11
selain mereka termasuk tingkat usia yang amat produktif dalam menggunakan sapaan, juga dimungkinkan mereka memiliki kekayaan bentuk sapaan dan atau
penyapaan. Pendekatan yang digunakan adalah sosiolinguistik mengenai tindak tutur, data diperoleh dengan metode simak dalam bentuk kuesioner dan kartu
data. Hasil klasifikasi data dianalisis dengan metode instropeksi, komparasi, dan padan refrensial, serta disajikan dalam penyajian secara formal dan informal. Dari
sejumlah kuesioner semi tertutup yang berisi daftar pertanyaan mengenai sikap dan pilihan sapaan yang mereka gunakan diperoleh hasil berupa pemetaan bentuk-
bentuk sapaan yang umum digunakan oleh masyarakat, latar belakang pemakaian bentuk sapaan dalam masyarakat, serta aktualisasi dan dinamika penggunaan
bentuk-bentuk sapaan dalam bahasa Indonesia. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut menggunakan metode penelitian
yang sama yakni metode deskriptif dengan sumber data adalah dari tuturan masyarakat penutur. Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain
melalui obeservasi dan wawancara, melalui metode simak dan cakap. Metode penyajian data yang digunakan adalah formal dan informal. Penelitian-penelitian
terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Kekurangan dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah pemetaan sapaan tidak berdasarkan
referen dan tidak dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan itu sendiri.
Pada penelitian ini, sapaan-sapaan dalam bahasa Manggarai akan dianalisis berdasarkan referen sehingga dapat dikelompokan jenis-jenis sapaan
tersebut. Sapaan-sapaan tersebut juga akan dianalisis mitra tuturnya sehingga
12
dapat dikelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan tersebut.
1.6. Landasan Teori
Pada landasan teori ini dijelaskan pengertian sapaan, sapaan berdasarkan referen dan faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan.
a. Pengertian Sapaan
Menurut Crystal dalam Syafyahya dkk. 2000: 3 sapaan adalah cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung.
Crystal dalam bukunya yang berjudul
A Dictionary of Linguistics and Phonectics
memberikan batasan mengenai istilah sapaan. Dalam bukunya itu juga dianalisis tipe-tipe partisipan yang dibedakan berdasarkan situasi sosial dan kaidah-kaidah
yang dikemukakan untuk menjelaskan penulisan penggunaan istilah yang dilakukan oleh si pembicara, seperti penggunaan nama pertama, gelar, dan
pronomina. Menurut Kridalaksana dalam Syafyahya dkk. 2000: 3, semua bahasa mempunyai bahasa tutur sapa, yakni sistem yang mempertahukan seperangkat
kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyapa para pelaku dalam suatu peristiwa.
Sapaan dapat diukur dari jarak dan hubungan penyapa dan pesapa, ada yang hubungan vertikal dan ada hubungan horisontal. Hubungan vertikal
menunjukan berapa jauh hubungan penyapa dengan pesapa sebagai lawan bicara, hubungan horisontal menunjukan tingkat keakraban penyapa dan pesapa. Kedua
13
dimensi tersebut mengakibatkan banyaknya variasi sapaan yang dijumpai dalam pemakaiannya pada suatu masyarakat tertentu Nasution dkk., 1994: 7.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teori sosiolinguistik. Menurut Hudson dalam Baryadi 2015: 58 sosiolinguistik adalah
studi tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat. Sosiolinguistik mengkaji keterkaitan bahasa dengan masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang struktur bahasa dan fungsi bahasa dalam komunikasi Baryadi, 2015: 58. Menurut Koentjaraningrat dalam Sulaiman, dkk.
1990: 3 bahwa dalam setiap bahasa terdapat istilah kekerabatan yang terdiri atas dua macam sistem istilah, yaitu istilah sapaan
term of address
dan istilah acuan
term of reference
. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, istilah kekerabatan dalam penelitian ini termasuk dalam istilah sapaan
term of address
. Pendekatan teori sosiolinguistik yang dipakai untuk meneliti sapaan memandang
sapaan dari perspektif kebahasaan dan kemasyarakatan. Perspektif kebahasaan diteliti lebih dahulu karena menunjukan ciri-ciri dan distribusi yang relatif mudah
di amati Suhardi dkk., 1985: 8-9. Perspektif kemasyarakatan diteliti setelah dideskripsikan perspektif kebahasaan. Menurut Kartomihardjo dalam Suhardi
dkk. 1985: 8-9 perspektif kemasyarakatan berupa sejumlah faktor kemasyarakatan dan faktor alami, yaitu faktor situasi, etnik, kekerabatan,
keintiman status sosial, umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan asal dari kota atau luar kota.
14
Perspektif kebahasaan sebagaimana yang dikemukakan Suhardi dkk. 1985: 8-9 tersebut di atas pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
gambaran mengenai jenis-jenis sapaan berdasarkan referennya.
b. Jenis Sapaan Berdasarkan Referen
Referen adalah sesuatu yang diacu oleh konsep bentuk bahasa yang bersangkutan. Referen dapat dikatakan sesuatu atau hal yang ada di luar bahasa
Wijana dan Rohmadi, 2011: 4-5. Jenis sapaan berdasarkan referen dapat diartikan sebagai penggolonggan sapaan berdasarkan hal yang diacu sapaan
tersebut. Sebagai contoh dapat diamati melalui tabel berikut Wibowo dan Retnaningsih, 2015.
Tabel 1.1. Contoh Jenis Sapaan Berdasarkan Referen Sapaan
Referen
Kakek Orang tua laki-laki ayah,
Orang tua laki-laki ibu Nenek
Orang tua perempuan ayah, Orang tua perempuani ibu
Pada tabel 1.1 di atas sapaan
kakek
merupakan sapaan yang menunjuk orang tua laki-laki ayah dan orang tua laki-laki ibu sebagai referen. Sapaan
nenek
merupakan sapaan yang menunjuk orang tua perempuan ayah dan orang tua perempuan ibu sebagai referen sapaan tersebut. Berdasarkan contoh di atas,
sapaan
kakek
dan
nenek
dapat digolongkan sebagai jenis sapaan kekerabatan karena referen atau hal yang diacu oleh sapaan tersebut menunjukkan hubungan
kekerabatan.
15
Pada penelitian ini pengelompokkan jenis-jenis sapaan didasarkan pada hal yang diacu referen oleh sapaan tersebut sebagaimana dijelaskan pada contoh
tabel 1.1. Pengelompokan tersebut dapat berupa jenis sapaan berdasarkan hubungan kekerabatan, profesi, jabatan dan sebagainya.
c. Faktor Penggunaan Sapaan
Menurut Brown dan Gilman dalam Mahmud dkk. 2003: 4-5 pemilihan sapaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1 Perbedaan kerabat, yakni apakah kawan bicara masih mempunyai hubungan
darah dengan pembicara. 2
Perbedaan umur, yakni apakah umur kawan bicara lebih tua, sebaya, atau lebih muda daripada pembicara.
3 Perbedaan jabatan, yakni apakah jabatan kawan bicara lebih tinggi, sama,
atau lebih rendah daripada pembicara. 4
Perbedaan situasi, yakni situasi yang ada pada saat terjadinya peristiwa tutur, baik sangat formal maupun tidak formal.
5 Perbedaan status sosial, yakni perbedaan tingkat sosial partisipan tutur.
6 Hubungan keakraban, yaitu apakah pembicara telah mengenal dengan baik
kawan bicarannya, baik yang bersifat akrab maupun tidak akrab. 7
Tujuan pembicaraan, yakni maksud atau kehendak pembicara melakukan pembicaraan dengan kawan bicara.
16
Berdasarkan paparan Brown dan Gilman di atas, faktor-faktor kemasyarakatan yang diteliti pada penelitian ini berkaitan dengan faktor
penggunaan sapaan yakni faktor perbedaan umur, faktor jenis kelamin, faktor hubungan kekerabatan, faktor perbedaan keakraban, dan faktor perbedaan
hubungan peran dalam masyarakat.
1.7. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya
untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang di uji. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan
mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek
penelitian Faizah dkk., 2015. Metode
deskriptif digunakan
untuk mendeskripsikan
dan menginterpretasikan bentuk sapaan dalam bahasa Manggarai, berdasarkan
perumusan masalah yaitu jenis-jenis sapaan berdasarkan referen dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan. Metode ini dinilai relevan untuk
digunakan dalam ilmu tingkah laku
behavioral sciences
Supryanto dkk., 1986: 11.