Kata Ganti + Kekerabatan + Nama Diri

64 menggambarkan seorang anak sekolah yang meminta bimbingan belajar pada gurunya laki-laki. 83 Penutur : Pa guru, cala ngance belajar sina mbaru dite aku agu teman? „Pak guru, apakah saya dan teman saya bisa belajar di rumah bapak?‟ Mitra tutur : Toe manga co’o, eme kut belajar ngo kat le mane yang penting manga niat. „Tidak masalah, kalau mau datang, datang saja sore hari yang penting ada keinginan untuk belajar.‟ Contoh dialog 84 menggambarkan seorang ibu yang menanyakan keberadaan anak perempuan dari seorang dokter perempuan yang dikenalnya. 84 Penutur : Bu dokter, nia hi enu anak dite ga? Toe keta manga ita rangan. „Bu dokter, putrinya sekarang di mana? Tidak pernah kelihatan lagi.‟ Mitra tutur : Lau Jogja hia ho’o ga, reme kuliah kedokteran. „Dia di Jogja sekarang, sedang kuliah kedokteran.‟

4.3. Faktor Status Sosial

Perbedaan status sosial menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan dalam bahasa Manggarai. Sejak zaman kerajaan di Manggarai, perbedaan status sosial menjadi faktor yang membedakan jenis sapaan kraeng dan tuang . Sapaan kraeng di zaman kerajaan khusus ditujukan untuk 65 seseorang yang berketurunan bangsawan, misalnya raja, kesatria, dan sebagainya. Sapaan kraeng kurang tepat apabila ditujukan kepada orang biasa yang bukan berketurunan bangsawan. Sapaan tuang pada zaman kerajaan ditujukan untuk orang yang memiliki keahlian khusus. Berikut ini contoh dialog 85, 86 pemilihan sapaan yang dipengaruhi oleh faktor status sosial. Contoh dialog 85 menggambarkan seorang prajurit memberitahukan kepada rajanya bahwa ada tamu yang datang. 85 Penutur : Tabe kraeng Manga meka ata nanang cumang ite. „Permisi kraeng Ada tamu yang hendak bertemu Anda.‟ Mitra tutur : E ga, jera mai ce’es „Baiklah, persilahkan tamunya masuk‟ Contoh dialog 86 menggambarkan seorang rakyat biasa yang meminta pertolongan dari seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. 86 Penutur : Tuang, campe koe rona daku sina mbaru, akit le kaka ta’a wa’in du duat eta uma. „ Tuang , mohon bantu suami saya yang sedang sakit di rumah. Kakinya digigit ular berbisa ketika kami sedang bekerja di kebun.‟ Mitra tutur : E ga, mai ta cama-camad kut campe ronam „Baiklah, mari kita berangkat bersama-sama untuk membantu suamimu 66

4.4. Faktor Perbedaan Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin merupakan salah satu faktor pembeda sapaan dalam bahasa Manggarai. Sapaan berdasarkan jenis kelamin dalam bahasa Manggarai tidak terdapat kesulitan bagi penyapa ketika menyapa mitra bicara karena perbedaannya sangat jelas antara sapaan untuk pria dan wanita. Sapaan untuk pria yakni nana, nara, ema, bapa, opa, ema tu’a, bapa tua, e ma koe, bapa koe, amang, om, kesa, koa, kraeng, tuang dan pakpa . Sapaan untuk wanita yakni enu, weta, ende, mama, oma, ende tu’a, mama tua, ende koe, mama koe, inang, tanta, wote, ibubu . Kedua tabel berikut menjelaskan pemilihan sapaan yang berkaitan dengan faktor perbedaan jenis kelamin.