Analisis Putusan MA Nomor 2914KPdt2001

ditentukan bahwa penerima fidusia Bank mempunyai hak untuk menempatkan tanda-tanda identifikasi pada objek jaminan fidusia, yang memperlihatkan bahwa penerima fidusia adalah pemilik objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia berkewajiban memelihara tanda tersebut. 3 Menurut beberapa yurispudensi jaminan fidusia, dapat disimpulkan bahwa fidusia diartikan sebagai penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak sebagai jaminan, yang ditekankan adalah segi ”penyerahan hak milik”. Dalam Undang-Undang Rumah Susun, fidusia diartikan sebagai hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur, yang ditekankan adalah ”penyerahan hak”. Dengan demikian yang diserahkan kepada kreditur penerima fidusia bukan terbatas pada hak milik atas benda melainkan juga hak-hak lainnya atas benda. Baik pengertian fidusia menurut yurispudensi maupun Undang-Undang Rumah Susun, keduanya mempunyai hakikat penyerahan yang sama yakni debitur pemberi fidusia menyerahkan hak milik atas benda adalah dalam fungsinya sebagai jaminan. 4 Sedangkan menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia UUJF sendiri, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 3 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia : Suatu Kebutuhan Yang Didambakan Cetakan II, Bandung: PT. Alumni, 2010, h. 200. 4 Ibid, h. 265. Dalam rangka kasus penelitian ini adalah, menganalisa dalam hal terjadi musnahnya benda jaminan dalam perjanjian kredit dalam hal ini PT.MMM yang dijaminkan kepada PT. BM. Pada dasarnya dalam KUHPerdata Pasal 1381 sudah disebutkan bahwa salah satu sebab hapusnya perikatan adalah musnahnya barang terutang. Kemudian pada UUJF Pasal 25 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjelaskan hapusnya Jaminan Fidusia disebabkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut yaitu: 1 Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia; 2 Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia kreditur; 3 Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Hapusnya jaminan fidusia karena lunasnya hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia adalah konsekuensi logis dari karakter perjanjian assessoir. Jadi, jika perjanjian hutang piutangnya tersebut hapus karena sebab apapun maka jaminan fidusia tersebut menjadi hapus pula. Sementara itu hapusnya jaminan fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima jaminan fidusia adalah wajar karena sebagai pihak yang mempunyai hak ia bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya tersebut. Hapusnya jaminan fidusia karena musnahnya barang jaminan fidusia tersebut dapat dibenarkan karena tidak ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan, jika barang objek jaminan fidusia tersebut sudah tidak ada akan tetapi jika ada asuransi maka hal tersebut menjadi hak dari penerima fidusia dan pemberi fidusia tersebut harus membuktikan bahwa musnahnya barang yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah diluar dari kesalahannya. 5 Menurut penulis, aturan-aturan yang sudah ada dalam KUHPerdata dan UUJF mengenai hapusnya perjanjian jaminan akibat benda jaminan musnah belum dijelakan secara rinci tentang solusi akibat kejadian tersebut. Hal ini bisa mengakibatkan kesalahan dan kerugian baik untuk pihak kreditur maupun debitur. Dalam hal ini, pihak debitur PT. MMM telah melakukan perbuatan yang merugikan terhadap kreditur PT. BM karena telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar sisa pinjaman kredit. Dengan adanya perbuatan wanprestasi diatas, dapat dijadikan pertimbangan putusan yang kemudian ditetapkan oleh Majelis Hakim dalam perkara ini. Penulis setuju dengan Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Penggugat PT. MMM merupakan tindakan wanprestasi karena tidak membayarkan sisa pinjaman kredit hingga jatuh tempo. Musnahnya benda jaminan tidak menghilangkan kewajiban debitur untuk membayar sisa pinjaman kredit kepada kreditur. Maka dari itu sangat diperlukan adanya asuransi sebagai cara untuk menghindari kerugian yang terjadi dikemudian hari. Musnahnya benda jaminan tidak menghilangkan kewajiban debitur untuk membayar sisa pinjaman kredit kepada kreditur. Maka dari itu sangat diperlukan adanya asuransi sebagai cara untuk menghindari kerugian yang terjadi dikemudian hari. 5 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, h. 50. Dalam KUHPerdata dan UUJF tidak diatur secara lebih rinci mengenai musnahnya benda jaminan, tetapi hal tersebut tidak menutup kewajiban debitur untuk membayar sisa pinjaman kredit. Karena itu seharusnya pihak bank dalam melakukan perjanjian kredit menggunakan asuransi dan memperhatikan polis asuransi tentang kemungkinan resiko yang terjadi dikemudian hari. Dengan menggunakan cara tersebut, pihak bank dapat meminimalisir adanya kerugian yang dialami oleh debitur dalam menyelesaikan kasus musnahnya benda jaminan dalam perjanjian kredit.

C. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak atas Musnahnya Benda Jaminan

Fidusia Prinsip hukum bahwa dalam Undang-Undang melalui ketentuannya adalah hendak melindungi pihak atau orang tertentu, maka Undang-Undang memberikan suatu hak tertentu kepada orang atau pihak yang bersangkutan dan dalam peristiwa demikian, maka terserah kepada pihak atau orang yang hendak dilindungi untuk menggunakan atau tidak hak tersebut. Perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam pengkajian ini adalah terkait dengan pihak pemberi fidusia debitur dan penerima jaminan fidusia kreditur. Persoalan perlindungan hukum para pihak dalam jaminan fidusia adalah mengenai eksekusi. Sertifikat jaminan fidusia ini merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti apabila pemberi fidusia debitur ingkar janji, kreditur dapat langsung meminta eksekusi tanpa melalui gugatan. Masalah perlindungan hukum terletak pada perlindungan penerima fidusia dalam menghadapi pemberi fidusia yang beritikad buruk. Terkait dengan jaminan fidusia sebagaimana telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya dari penelitian ini, maka untuk merealisasikan asas publisitas dan asas spesialitas, maka Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menggunakan sistem pendaftaran. Sistem pendaftaran ini pun diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan kepada penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut. Pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian secara sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya. Itulah sebabnya mengapa penting menetapkan perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris. Apalagi mengingat obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang bergerak yang tidak terdaftar, maka bentuk akta otentik dianggap menjamin kepastian hukum berkenaan dengan obyek jaminan fidusia. Sedangkan untuk memenuhi asas spesialitas, maka dalam akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris memuat mengenai uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasi benda tersebut dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Kalau benda yang menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut. Demi memenuhi asas publisitas, maka Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur hal baru yaitu mengenai pendaftaran jaminan fidusia guna memberikan kepastian hukum tidak saja kepada para pihak tetapi juga kepada pihak ketiga serta menimbulkan hak untuk didahulukan bagi penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Berdasarkan asas droit de suit, maka jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut tetap melekat. Perlindungan hukum jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur pemberi fidusia, maka pendaftaran ikatan jaminan atas benda tidak terdaftar sesungguhnya tidak cukup melindungi kepentingan kreditur terhadap pihak ketiga. Dalam hal yang dijaminkan adalah benda persediaan atau inventory, maka kedudukan kreditur sangat lemah karena barang jaminan baik jumlah, perpindahan maupun kedudukan atau keberadaan barang tersebut sulit terdeteksi sehingga pemenuhan terhadap asas publisitas hanyalah sebuah pemenuhan dekoratif terhadap suatu aturan hukum. Pada putusan MA No. 2914KPdt2001 memuskan bahwa debiturdiwajibkan membayar sisa pinjaman kepada kreditur, karena dengan musnahnya benda jaminan tidak menhilangkan kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya. Disini pihak debitur sangat dirugikan akibat terbakarnya pabriknya yang menjadi jaminan dan juga mengenai ditolaknya klaim asuransi karena tidak ada standar polis yang mengatur kebakaran akan tetapi pihak debitur tidak dapat melakukan apapun karena semua sudah sesuai dengan aturan yang ada. Jadi, menurut uraian diatas perlindungan hukum terhadap kreditur dan debitur atas musnahnya benda jaminan adalah dengan menggunakan asuransi dan memperhatikan isi polis asuransi mengenai kemungkinan resiko yang akan terjadi dikemudian hari. Hal ini dilakukan agar apabila terjadi hal yang tidak terduga, pihak asuransi dapat menyelesaikan dengan adanya klaim asuransi. Kemudian yang terpenting adalah memdaftarkan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia KPF.

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

11 194 119

TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 3 9

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 3 10

PENDAHULUAN TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 3 20

PENUTUP TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 2 18

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK | TRISNADEWI | Krettha Dyatmika 374 698 1 SM

0 0 15

BAB II PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SUATU PERJANJIAN KREDIT BANK A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 0 54

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 0 27

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 1 11