Spesies Ekologi Siklus Hidup

24 misalnya tipe DNA-dependent RNA polymerase pada Artemia salina serupa dengan ouabaine-sensitive Na + dan K + dependent ATPase pada mamalia Solis et al., 1993. Jika RNA polymerase dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA, akibatnya sintesis protein terhambat sehingga mengganggu metabolisme sel dan menyebabkan kematian sel. [42] b. Telur Artemia salina dapat hidup dalam kondisi kering selama beberapa tahun dan mudah menetas dalam 48 jam sehingga dihasilkan larva Artemia salina dalam jumlah banyak untuk diuji. [43] c. Larva Artemia salina memiliki toleransi yang tinggi terhadap selang salinitas air tawar hingga air yang memiliki garam jenuh, [44] mampu mengatasi perubahan tekanan osmotik dan regulasi ionik yang tinggi, [25] serta memiliki membran kulit yang tipis sehingga kematian larva akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif dianalogikan dengan kematian sel dalam organisme. [24] Gambar 2.5. Individu dari Artemia salina Sumber: Dumitrascu, 2011

2.1.6.1.1. Spesies Ekologi

Artemia salina hanya hidup di danau dan kolam dengan salinitas tinggi antara 60-300 ppt. Selain itu, Artemia salina dapat mentolerir garam hingga 300 gl air dan dapat hidup dalam larutan seperti kalium permanganat dan perak nitrat dari air laut, sedangkan yodium berbahaya bagi spesies ini. Hewan ini mampu mengurangi tekanan osmotik hemolimf dengan ekskresi NaCl terhadap gradien konsentrasi sehingga dapat mempertahankan hemolimf hipotonik ekstrim pada media 25 salinitas yang ekstrim Croghan, 1957. Artemia salina dapat bertahan hidup di air dengan defisiensi oksigen yang tinggi. Konsentrasi minimum oksigen untuk Artemia salina dewasa sangat rendah 0,5 mgl dan untuk nauplia 0,3 mgl. [11]

2.1.6.1.2. Siklus Hidup

Perkembangbiakan Artemia salina terbagi menjadi ovipar dan ovovivipar. Faktor lingkungan yang mempengaruhi cara reproduksi Artemia salina yaitu konsentrasi oksigen dalam air dan fluktuasinya, jenis makanan, salinitas, dll Tabel 2.2. [11] Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina Perkembangbiakan Ovipar Ovovivipar Konten oksigen rendah salinitas tinggi antara 150-200 ppt Konten oksigen tinggi salinitas rendah 150 ppt Oksigen kuat-fluktuasi Oksigen minor-fluktuasi Tinggi makanan Fe seperti ganggang hijau Rendah makanan Fe seperti debris organik Sumber: Dumitrascu, 2011 Pada perkembangbiakan ovipar, setelah kopulasi, telur siste yang dibuahi berkembang menjadi gastrula yang dikelilingi lapisan kulit keras berwarna coklat atau cangkang yang terdiri dari kitin, lipoprotein, dll [11] untuk melindungi dari pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan. [42] Kista yang terbentuk dilepaskan ke dalam air. Kista menjadi larva bebas ketika proses pengeringan awal terjadi. [11] Pada perkembangbiakan ovovivipar, telur yang dibuahi berkembang menjadi gastrula, lalu gastrula berdiferensiasi menjadi nauplia. Nauplia merupakan larva betina bebas yang bersirip dan berwarna putih. Hidrasi dan oksigen dibutuhkan untuk perkembangan kista 0,2-0,3 mm menjadi nauplia 0,45 mm dalam waktu 24- 36 jam, lalu menjadi kista dewasa maksimal 13 mm dalam waktu 3 minggu tergantung ketersediaan pangan. [11] 26 Gambar 2.6. Siklus hidup Artemia salina Sumber: Dumitrascu, 2011 Kista dapat bertahan hidup pada kondisi ekstrim hingga 80°C, kondisi kering selama bertahun-tahun, kontak dengan cairan agresif, kekurangan oksigen dan pengaruh pestisida. Kista terhidrasi berukuran 200-270 mikron dan berat 3,5 µg mati pada suhu dibawah 0°C dan di atas 40°C. Kista tidak akan menetas jika salinitas tinggi dari 70 ppt parts per thousand karena gradien osmotik terlalu tinggi, sedangkan kista akan menetas pada salinitas 5 ppt tetapi hasil nauplia akan cepat mati. [11] Nauplia tumbuh optimal pada 28°C dan 35 ppt, sedangkan mati pada 0°C dan 37-38°C. [11] Nauplia memiliki dua antena yaitu sepasang antena I sungut kecil dan sepasang antena II sungut besar. Dibagian antena II terdapat sepasang rahang kecil, sedangkan di bagian ventral terdapat labrum. [42] Nauplia berenang atau melalui kolom air fototaksis dan mengumpulkan makanan menggunakan antena, sedangkan rahang digunakan untuk menyaring air dan fitoplankton. [11] Nauplia mengalami 15 kali metamorfosis. Nauplia tingkat I disebut instar I, tingkat II disebut instar II, dst hingga tingkat XV disebut instar XV. Nauplia tingkat I warnanya kemerah-merahan karena mengadung banyak cadangan makanan sehingga belum membutuhkan makan. Setelah 24 jam menetas, instar II sudah mulai mencari makanan karena 27 memiliki saluran pencernaan yang sudah terbentuk lengkap. Nauplia hanya memiliki satu mata fotoreseptor yang kemudian berkembang menjadi 3 mata, [11] selain itu berangsung-angsur tumbuh tunas pada kakinya torakopoda. Pada instar XV, nauplia memiliki 11 pasang kaki Mudjiman, 1989. [42] Gambar 2.7. Karakteristik anatomi nauplia dari Artemia salina Sumber: Dumitrascu, 2011 Artemia salina dewasa memiliki bentuk sempurna menyerupai udang [42] dan tidak bersifat fototaksis. Selain itu, Artemia salina dewasa memiliki satu mata dibagian tengah disertai dua mata dibagian lateral, panjang jantan 8-10 mm dan panjang betina 10-12 mm serta memiliki warna yang bervariasi tergantung pada konsentrasi garam dalam air dari green tored merah pada konsentrasi tinggi. Darahnya mengandung pigmen hemoglobin. [11] Antena I pada Artemia salina dewasa jantan dan betina tetap berfungsi sebagai alat peraba. Antena II pada Artemia salina dewasa jantan berubah menjadi alat penjepit yang membesar dan berotot untuk berpegangan pada betina menjelang perkawinan, sedangkan antena II pada betina mengalami penyusutan sehingga menjadi alat peraba. Dibelakang kaki torakopoda pada Artemia salina dewasa jantan terdapat 2 organ reproduksi, sedangkan dibagian ventral pada betina memiliki 1 uterus yang mengandung hingga 200 telur. [11] Tubuh terdiri dari tiga segmen yaitu kepala, dada dan perut. Perbedaan morfologi utama antara jantan dan betina terletak pada jarak maksimum antara mata majemuk, panjang dari antena I, lebar dari segmen perut ketiga, panjang total, diameter dari mata majemuk dan panjang perut. [11] 28 Gambar 2.8. Karakteristik anatomi dari Artemia salina dewasa Sumber: Dumitrascu, 2011

2.1.6.2. Nilai LC

Dokumen yang terkait

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

1 11 70

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 29 67

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 23 78

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 26 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum canum Sims) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 14 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak nheksan Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 5 63

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 4 58

Uji Toksisitas Ekstrak Tinta Cumi-Cumi (Photololigo Duvaucelii) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bslt)

0 2 13