Jenis Simplisia Tahapan pembuatan

18 c. Uji klinik fase III: Dilakukan pada pasien dalam jumlah relatif besar secara random control dan double blind untuk melihat efektivitasnya dan kemungkinan timbul efek yang tidak diinginkan. d. Uji klinik fase IV: Post marketing surveillance untuk mengetahui efektivitasnya dan melihat efek yang tidak diinginkan setelah digunakan secara masal pasien tidak ditentukan kriterianya yang tidak terdeteksi pada uji klinik fase II. Dilakukan setelah obat mendapatkan izin edar sementara.

2.1.4. Simplisia

Simplisia merupakan bahan yang belum mengalami perubahan apapun kecuali bahan alam yang dikeringkan. Sumber simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan tanaman hasil budidaya kultivasi. Mutu yang dihasilkan dari tanaman liar kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia dibandingkan dengan tanaman hasil budidaya karena usia atau bagian tanaman yang diproses tidak tepat, jenis atau spesies tanaman yang dipanen tidak sama dan tempat tumbuh yang berbeda kualitas tanah, kadar air, sinar matahari sehingga menyebabkan perbedaan kandungan senyawa aktif. Faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia yaitu bahan simplisia dan cara penanganannya, proses pengolahan simplisia serta cara pengemasan dan penyimpanan simplisia. [28]

2.1.4.1. Jenis Simplisia

Simplisia dibedakan menjadi: [28] a. Simplisia nabati: Simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. b. Simplisia hewani: Simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat berguna bukan berupa zat kimia murni yang dihasilkan hewan. c. Simplisia mineral pelikan: Simplisia berupa bahan mineral atau pelikan yang belum diolah atau telah diolah secara sederhana tetapi bukan berupa zat kimia murni. 19

2.1.4.2. Tahapan pembuatan

Proses pembuatan simplisia melalui beberapa tahap, yaitu: [28] a. Pengambilan bahan baku: Kadar bahan aktif dalam simplisia bergantung pada bagian tanaman yang digunakan, usia atau bagian tanaman saat panen, waktu panen dan lingkungan tumbuh. Misalnya daun, pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif karena pada saat itu penumpukan senyawa aktif berada dalam kondisi optimal sehingga memiliki mutu terbaik; atau dipetik satu per satu dari pucuk yang sudah tua atau muda. b. Sortasi basah: Untuk memisahkan bahan simplisia dari kotoran bahan asing lain. c. Pencucian: Dilakukan dengan air bersih yang bersumber dari sumur, PAM atau mata air. Pencucian dilakukan sesingkat mungkin jika simplisia mengandung zat yang mudah larut dalam air mengalir. d. Perajangan: Untuk menurunkan ukuran atau menghaluskan bahan tanaman secara mekanik dan mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus penggiling palu untuk memecah bongkahan bahan yang rapuh, penggiling geligi untuk menggiling biji-biji yang keras atau bahan yang sudah dipotong, dll. e. Pengeringan: Untuk menurunkan kadar air sehingga menghentikan reaksi enzimatik dan mencegah terjadinya penurunan mutu atau perusakan simplisia sehingga simplisia dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Sebaiknya pengeringan dilakukan secara cepat pada suhu tidak terlalu tinggi antara 30- 90°C, terbaik 60°C agar tidak terjadi perubahan kimia kandungan senyawa aktif atau pengeringan menggunakan microwave untuk jangka pendek. Risiko kontaminasi mikrobiologi atau debu terjadi akibat pengeringan dengan panas matahari di alam terbuka, sedangkan tumbuhnya kapang pada simplisia terjadi akibat pengeringan dalam jangka panjang. f. Sortasi kering: Dilakukan sebelum pengemasan simplisia untuk memisahkan simplisia dari benda asing. g. Pengepakan dan penyimpanan: Simplisia dapat disimpan pada suhu kamar 15- 30°C, tempat sejuk 5-15°C atau tempat dingin 0-5°C bergantung sifat dan 20 ketahanan simplisia. Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena sinar dengan panjang gelombang tertentu menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi pada senyawa tertentu dalam simplisia, reaksi oleh enzim, kelembaban udara lebih rendah dari kadar air simplisia simplisia kehilangan air sehingga menjadi keriput dan pengotoran simplisia debu, cangkang telur, kapang, dll. h. Pemeriksaan mutu: Dilakukan dengan membandingkan mutu simplisia saat masa panen atau pembelian dari pedagang dengan simplisia pembanding.

2.1.5. Ekstraksi Tanaman

Dokumen yang terkait

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

1 11 70

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etil Asetat Daun Garcinia benthami Pierre dengan Metode Braine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 29 67

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 23 78

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 26 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum canum Sims) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 14 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak nheksan Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 5 63

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 4 58

Uji Toksisitas Ekstrak Tinta Cumi-Cumi (Photololigo Duvaucelii) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bslt)

0 2 13