membangkitkan manusia dalam memperjuangkan hidupnya. Ahli psikologi yang bernama Sigmund Freud mengartikan motivasi berdasarkan instink, yaitu manusia
bertingkah laku menurut dua macam dorongan, yaitu dorongan untuk bertahan hidup dan dorongan untuk mati.
Maka bila seseorang mengabdikan dirinya untuk seseorang dengan cara untuk kepentingan orang lain dengan cara menemukan atau menciptakan hal-hal
yang baru yang bermafaat bagi yang lainnya, maka dia termasuk dalam dorongan insting untuk hidup, tetapi bila ia melakukan yang sebaliknya dengan cara
merusak dan merugikan yang lainya, maka ia dalam dorongan insting untuk mati. Oleh karena itu dorongan itu harus di kontrol oleh kekuatan lain yang
dapat mengarahkan jalannya dalam kehidupan bermasyarakat. Pada umumnya tingkah laku dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan dan di arahkan pada
pencapaian suatu tujuan, dengan demikian suatu kebutuhan dapat terpenuhi dan kehendak terpuaskan.
Dari sini terlihat bahwa prilaku sosial adalah sebagai tindakan manusia yang mempunyai maksud subjektif bagi dirinya. Suatu tindakan baru dinyatakan
sebagai prilaku sosial apabila arti subjeknya di hubungkan dengan individu lainnya.
23
Menurut Sosiolog yang benama Max Weber berpendapat bahwa tindakan sosial adalah tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu-
individu lainnya dalam masyarakat
24
2. Pengertian Prilaku Keagamaan
23
Arifin, Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h. 63-64
24
Yad Mulyadi, Panduan Sosiologi, Jakarta: Yudistira, 1995, h. 16
Dalam pengertiana prilaku sebelumnya telah dijelaskan oleh beberapa ahli sosiolog, sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia di sebutkan bahwa tingkah
laku itu sama artinya dengan perbuatan atau perangai ataupun kelakuan. Prilaku sosial keagamaan itu sendiri mengandung arti yaitu segala aktifitas manusia dalam
kehidupan bermasyarakat di dasarkan atas nilai- nilai agama yang di yakininya, dan prilaku keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa
keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman seseorang yang ada pada dirinya sendiri.
Dalam prilaku keagamaan, agama sangat berkaitan sekali dengan kehidupan batinnya, oleh karena itu kesadaran keagamaan dan pengalaman agama
seseorang banyak menggambarkan sisi- sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral. Dari hasil pengalaman agama inilah yang
menjadikan prilaku keagamaan yang di ekspresikan oleh seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Prilaku keagamaan itu sendiri pada umumnya di
dukung oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang pada diri seseorang.
Dalam mengkaji prilaku keagamaan seseorang, harus melihat dari beberapa faktor yang memang mempengaruhi keagamaan manusia itu sendiri,
seperti faktor lingkungan ,biologi, psikologi rohani, unsur fungsional, unsur asli atau fitrah yang di karuniai oleh tuhan. Oleh karena itu agama sangat berperan
sekali dalam mencari hakikat yang terdalam mengenal fitrah, takdir, kematian, hidayah, taufik, keimanan, malaikat, roh, dosa, jiwa, dan realitas non empiris
ataupun rohaniah.
25
25
Ramayulis, Psikologi agama, Jakarata: Kalam Mulia, 2003, h, 83-84
Dalam mengkaji prilaku keagamaan para psikologi memberikan beberapa aliran, di antaranya aliran humanistik, aliran behaviorisme, dan aliran
psikoanalisa. Pertama aliran humanistik dalam mengkaji prilaku beragama, tokoh yang
di ambil dalam kelompok ini adalah Abraham Maslow yang mengatakan semua manusia memiliki perjuangan atau kecendrungan yang di bawa sejak lahir untuk
mengaktualisasikan diri. Jadi kita didorong oleh kebutuhan- kebutuhan yang universal yang di bawa sejak lahir, yang tersusun dalam suatu tingkat dari yang
paling lemah sampai pada yang paling kuat. Prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri itu yaitu dengan memuaskan empat kebutuhan yang berada pada tingkatan
yang paling rendah yaitu kebutuhn fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan memiliki cinta, dan kebutuhan akan penghargaan. Aktualisasi diri dapat
didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan menggunakan semua perkembangan yang paling tinggi, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita.
26
Pendekatan ini mengakui eksistensi agama, dimana pemenuhan kebutuhan hidup seseorang yang seimbang di landasi dengan harmonisasi hubungannya
dengan Tuhannya dan dengan masyarakatnya, karena hal tersebut merupakan inti kebahagiaan manusia dunia dan akhirat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa prilaku keagamaan manusia muncul untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Krisis tersebut menjadi objek perhatian
manusia yang sangat menakutkan, betapapun bahagianya seseorang, ia harus ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya serta
banyaknya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga manusia butuh
26
Djamaludin Acong, Psikologi Islam, Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, h. 74
sesuatu untuk memperteguh dan mengkuatkan dirinya. perbuatan yang berupa upacara sakral pada masa krisis merupakan prilaku keberagamaan manusia.
27
Aliran behaviorisme merupakan aliran yang diilhami oleh Jhon Broandus Waston dan di gerakan oleh B.F.Skinner. Ia berpendapat bahwa prilaku manusia
pada umumnya dapat dijelaskan berdasarkan teori pengkondisian operan operant conditioning. Yaitu manusia berbuat sesuatu dalam lingkungannya untuk
mendatangkan akibat-akibat, entah mendatangkan pemenuhan kebutuhan atau menghindari datangnya hukuman atau pengalaman yang tidak enak. Prilaku
keagamaan sebagamana prilaku lainnya, meruapakn ungkapan bagaimana manusia dengan pengkondisian operan belajar hidup di dunia yang dikuasai oleh
ganjaran dan hukuman. Jika suatu tindakan seseorang mendapat ganjaran, maka orang tersebut akan semakin sering melakukan tindakan tersebut, semakin
bermanfaat hasil tindakan sesorang bagi dirinya, maka semakin besar tindakan tersebut diulang.
28
Terakhir aliran psikoanalisasi yaitu Sigmun Freud, menerangkan manusia dengan teori tentang struktur kpribadian manusia. Tiga komponen kpribadian
yang termasuk dalam struktur kpribadian manusia yaitu Id, Ego, dan Superego. Ketika manusia di lahirkan ia hanya memiliki Id atau dorongan-dorongan yang
minta dipuaskan. Dalam perkembangan selanjutnya tumbuhlah superego dalam diri manusia, superego adalah nilai-nilai luhur yang diterima individu dari
lingkungannya. Antara Id dan Superego selalu muncul pertentangan, Id mewakili kepentingan pribadi sedangkan superego mewakili norma-norma masyarakat.
Untuk mengatur mekanisme di antara keduanya, maka berperanlah ego. Dalam
27
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, h.27
28
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,1992, h. 67
kaitanya dengan prilaku keagamaan, Freud melihat bahwa agama itu adalah reaksi manusia atas ketakutannya sendiri. Dalam buku totem dan tabu Freud mengatakan
bahwa tuhan adalah refleksi dari Oedipus Complex kebencian kepada ayah yang dimanifestasikan sebagai ketakutan pada Tuhan, Freud mengatakan bahwa agama
dalam ciri-ciri psikologisnya adalah sebuah ilusi, yaitu kepercayaan yang dasar utamanya adalah angan-angan. Manusia lari kepada agama karena disebabkan
oleh ketidakberdayaanya menghadpi suatu bencana.
3. Pengertian Prilaku Sosial Keagamaan