Analisis Terhadap Putusan PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH : HASIL PENELITIAN

menimbulkan efek hukum, yang mana dalam pernikahan tersebut secara yuridis dan administratif tidak tercatat di Kantor Urusan Agama. Dengan demikian untuk memperoleh status perkawinan secara legal pemohon I dan Pemohon II mengajukan itsbat nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dengan aturan, setelah di mohonkan akibatnya pekawinan pemohon 1 dan pemohon II dapat dikatakan sah menurut hukum Islam karena sudah memenuhi syarat dan rukun perkawinan yang mana syarat dan rukun perkawinan sebelumnya sudah dijelaskan di bab sebelumnya. Tetapi secara sosiologis, istilah kawin bawah tangan diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perkawinan ayat 2 pasal 2. Dengan demikian bahwa perbedaan rukun dan syarat baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum positif dalam hal pencatatan secara administrasi. Perlu dikemukakan bahwa itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang disebutkan dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut: 1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah, 2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama, 60 3. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal- hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian b. Hilangnya akta nikah c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.Tahun 1974 e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 4. Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau istri, anak- anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan 2 Dalam pasal 7 point 3 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa itsbat nikah dapat diajukan ke Pengadilan salah satunya apabila perkawinan itu dilaksanakan sebelum tahun 1974. Sedangkan dalam kedua perkara ini perkawinan mereka dilaksanakan setelah tahun 1974 yaitu tahun 2003. Maka menurut penulis jika meyakini peranan konsistensi terhadap aturan itu dapat dikatakan bahwa putusan hakim itu kurang tepat karena bertentangan dengan pasal 7 point 3 Kompilasi Hukum Islam. Apabila kita melihat fenomena sekarang banyak orang yang melakukan 2 Kompilasi Hukum Islam. 61 pernikahan di bawah tangan. Ketika hakim selalu mengabulkan permohonan itsbat nikah dari pernikahan sirri maka akan banyak orang yang tidak mencatatkan perkawinannya karena kelak ketika dibutuhkan akta nikah dapat mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama dan Pengadilan Agama pasti akan mengabulkan permohonan itsbat nikah. Adanya fenomena seperti ini maka akan berakibat fatal pada kewibawaan hukum khususnya hukum pencatatan perkawinan. Maka majelis hakim bisa dinilai tidak konsisten dalam menerapkan Undang-undang perkawinan. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam adalah hukum materil daripada hukum perkawinan yang ada di Indonesia. Tujuan dari diitsbatkannya dua perkara itu yaitu perkara No 10Pdt.P2007PA.JS untuk mensyahkan pernikahannya agar mempunyai kekuatan hukum dan demi melindungi kepentingan hukum anak. Adapun tujuan dari perkara Nomor 040Pdt.P2008PAJS adalah untuk mensahkannya pernikahannya agar mempunyai kekuatan hukum dengan kepentingannya adalah untuk membuat akta kelahiran anak. Karena Tidak sahnya perkawinan dibawah tangan menurut hukum Negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya, sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 42 yaitu “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, pasal 42 ayat 1 dan 2 62 adalah: “1 anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya, keluarga ibunya. Dan 2 Kedudukan anak tersebut ayat 1 di atas akan diatur dalam peraturan pemerintah.” Dua perkara yang penulis analisis ini yaitu perkara No 10Pdt.P2007PA.JS. dan perkara No 404Pdt.P2008PAJS menjelaskan pernikahan yang tidak dicatat, akan tetapi yang satu dari hasil perkara itu yaitu perkara No 10Pdt.P2007PA.JS adalah perkara pernikahan campuran yaitu antara warga negara Indonesia dengan warga negara Denmark. Namun suami pemohon telah melakukan pengurusan ke kedutaan Denmark, dimana menurut peraturan Negara Denmark setiap warganya dilarang apabila mempunyai hubungan perkawinan dengan pihak lain, untuk menikah lagi tanpa seijin negaranya dan harus berdaskan peraturan negara Indonesia. Hal ini dijelaskan dalam pasal 59 2 bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-undang Perkawinan ini. Dalam undang-undang ini pasal 2 2 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Sedangkan perkara No 040Pdt.P2008PAJS adalah perkara yang perkawinannya bukan perkawinan campuran yaitu perkawinan sama-sama warga Negara Indonesia. Pengadilan Agama adalah suatu lembaga untuk menyelesaikan perkara perdata. Diantara perkara perdata yang sering masuk ke Peradilan khususnya Peradilan Agama Jakarta Selatan adalah perkara itsbat nikah. Banyak alasan yang diajukan oleh pasangan-pasangan yang pernikahannya belum dicatatkan untuk meminta itsbat 63 nikah. Diantara alasan-alasan yang sering diajukan untuk meminta itsbat nikah di Peradilan Agama Jakarta Selatan, adalah: a. Untuk bercerai, b. Membuat akta kelahiran anak, c. Membuat akta nikah baru, karena yang lama hilang, d. Mengurus pensiunan dan TASPEN, e. Mendapatkan penetapan ahli waris, f. Mendapatkan santunan bagi suami atau istri karena salah satunya mendapat kecelakaan, Akan tetapi dari tahun ke tahun yang yang paling banyak dijadikan alasan untuk itsbat nikah adalah perceraian. Menurut data dari buku laporan perkara tahunan Peradilan Agama Jakarta Selatan bahwa tahun 2007 perkara itsbat nikah yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan berjumlah 31. Sedangkan pada tahun 2008 yang perkara itsbat nikah berjumlah 56 perkara. Hasil wawancara penulis dengan seorang hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang cara-cara pengajuan itsbat nikah adalah pemohon datang ke Kantor Peradilan Agama di wilayah tempat tinggal dengan membawa surat-surat yang diperlukan misalnya surat keterangan dari Rukun Tetangga RT Rukun Warga RW, LurahKepala Desa setempat atau surat keterangan kehilangan akta nikah dari 64 kepolisian bila akta nikah hilang. Kemudian mengajukan permohonan baik secara tertulis yang memuat identitas pemohon, alasan-alasan pengajuan itsbat nikah mupun secara lisan. Yang terakhir adalah membayar uang muka biaya perkara. Bagi yang tidak mampu membayar uang perkara, Pengadilan Agama bisa mengajukan Pradeo pembebasan biaya.

D. Stasus Nikah Sirri setelah dilaksanakannya itsbat nikah

Dalam pembahasan Bab III sudah dijelaskan bahwa nikah sirri pada zaman sekarang adalah nikah yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama KUA, yang mana pencatatan nikah ini bertujuan yaitu adanya jaminan hukum yang diberikan oleh pemerintah terhadap para istri agar terlindung dari sikap suami yang berlaku sewenang-wenang. Apabila suami berlaku sewenang-wenang terhadap istrinya, maka istri dapat mengadukan suami ke pengadilan. Lalu bagaimana status nikah sirri apabila sudah diitsbatkan?. Ketika nikah sirri itu sudah diitsbatkan berarti status nikah itu sudah diakui oleh Negara dan mempunyai kekuatan hukum, karena sudah jelas dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan agama. Maka apabila nikah sirri itu sudah diitsbatkan status nikahnya adalah sah. Sehingga apabila ada permasalahan- permasalah perdata dalam rumah tangga maka dapat diajukan ke Pengadilan Agama. Dan status anaknya pun adalah anak sah sesuai dengan UU No. I tahun 1974 tentang 65 Perkawinan pasal 42 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sehingga anak tersebut mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan ibunya tidak hanya dengan ibunya dan anak tersebut mempunyai hak anak yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara pasal 1 ayat 12 Undang-undang tentang Perlindungan Anak UUPA No. 23 Tahun 2002. 66 67