Dasar Pernikahan Pengertian dan Dasar Pernikahan

Artinya : “Dari Anas r.a., Rasulullah SAW, pernah menyuruh kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras, lantas beliau bersabda, “Nikahilah perempuan yang banyak keturunannya subur dan banyak kasih sayangnya karena sesungguhnya aku akan bermegah-megahhan dengan banyaknya umatku di hari kiamat.” H.R. Ahmad dan Ibnu Hibban 3. Unsur kondisi perempuan Perempuan yang hendak dinikahi hendaknya masih perawan.Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW, bersabda : و ْ ﷲا ﻰ ﷲا لْﻮ ر لﺎ جوﺰ أ ْ ﷲا ﺿر ﺮ ﺎ ْ : ﺮ ﺎ ﺎ ْ ، ْ وﺰ : لﺎ ، ْ : ْ ؟ ﺎ ْمأ ﺮْﻜ : ﺎ . لﺎ : و ﺎﻬ اﺮْﻜ ه ﻚ . و ىر ﺎ ا اور Artinya : “ Dari Jabir r.a., sesungguhnya ia pernah menikah lalu Rasulullah SAW, bertanya, “ Ya Jabir, apakah Engkau telah menikah? “ Aku menjawab “ Ya”. Beliau bertanya, “ Dengan perawankah atau sudah janda? “ Aku jawab, “ Sudah janda”. Beliau berkata, “ Alangkah baiknya bila Engkau menikah dengan yang masih perawan sebagai kawan Engkau dalam bersenda gurau.” H.R. Bukhari dan Muslim. 22 4. Kedua belah pihak hendaknya taat kepada Tuhan. Firman Allah SWT : ﺪْ ْ ﻜ ﺮْآأ ن ْ آﺎ ْأ ﷲا .... Artinya : “ Sesungguhnya semulia-mulianya kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.”QS. Al Hujarat: 12 19

B. Pernikahan menurut Fiqih Klasik

1. Rukun dan Syarat Pernikahan

Menurut fiqih kalsik perkawinan dapat dilaksanakan jika telah memenuhi rukun dan syarat nikah. Rukun dan syarat dalam Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, karena setiap aktivitas ibadah yang ada dalam ajaran Islam senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat. Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan ibadah. Adapun syarat adalah sesuatu yang menetukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan ibadah, tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Kaitannya dengan perkawinan, rukun perkawinan merupakan sebagian dari hakikat perkawinan. Seperti harus adanya pihak laki-laki dan perempuan, wali, saksi, 19 Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’I, Bandung: Pustaka Setia, 2007, h. 253-255. 23 dan akad ijab dan qabul. Semua rukun itu harus terpenuhi dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak ada salah satu dari rukun perkawinan itu. Dalam agama Islam banyak perbedaan pendapat yang terjadi antara Imam madzhab, akan tetapi penulis hanya mengemukakan pendapat yang berkembang di Indonesia yang telah menjadi hukum tertulis. Semua ulama sependapat tentang sesuatu yang harus ada dalam perkawinan yaitu calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali dari mempelai perempuan, saksi yang menyaksikan akad nikah. Adapun syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan memberikan keterangan mengenai syarat-syarat perkawinan yang dituangkan pada Bab II pasal 6 UU. Sejalan dengan itu, Kompilasi Hukum Islam KHI juga menjelaskan mengenai syarat-syarat perkawinan dalam pasal 15-29. Menurut Ahmadafik dalam bukunya tentang Hukum Islam di Indonesia menyatakan bahwa syarat-syarat perkawinan yang telah dsepakati oleh Jumhur Ulama adalah 20 : a. Calon Suami, syarat-syaratnya: 1. Beragama Islam 2. Laki-laki; 3. Jelas orangnya; 20 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers, 1998, h. 71. 24 4. Dapat memberikan persetujuan; 5. Tidak terdapat halangan perkawinan; b. Calon Istri, syarat-syaratnya: 1. Beragama, meskipun Yahudi dan Nasrani; 2. Perempuan; 3. Jelas orangnya; 4. Dapat diminta persetujuannya; 5. Tidak terdapat halangan perkawinan. c. Wali nikah, syarat-syaratnya: 1. Laki-laki; 2. Dewasa; 3. Mempunyai hak perwalian; 4. Tidak terdapat halangan perwalian. d. Saksi nikah, syarat-syaratnya: 1. Minimal dua orang laki-laki 2. Hadir dalam ijab qabul; 25