Pendaftaran Nikah Pernikahan Menurut Hukum Positif

g. Surat keterangan kematian suamiistri yang dibuat oleh kepala Desa yang mewilayahi tempat tinggal atau tempat matinya suamiistri menurut contoh model N6, jika calon mempelai seorang jandaduda karena kematian suamiistri. h. Surat Izin dan dispensasi, bagi calon mempelai yang belum mencapai umur menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 2 sd dan pasal 7 ayat 2. i. Surat dispensasi Camat bagi pernikahan yang akan dilangsungkan kurang dari 10 hari kerja sejak pengumuman j. Surat keterangan tidak mampu dari kepala desanya bagi mereka yang tidak mampu. 25 Pegawai pencatat perkawinan setelah menerima laporan tersebut segera meneliti syarat-syarat perkawinan apakah telah terpenuhi atau belum, apakah ada halangan kawin menurut agama dan undang-undang, demikian surat-surat yang dijadikan syarat administrasi sudah terpenuhi atau belum. Jika belum cukup syarat- syarat yang diperlukan, maka Pegawai Pencatat Nikah harus menolaknya. Jika syarat- syarat nikah telah memenuhi ketentuan yang telah diatur oleh peraturan yang berlaku, maka Pegawai Pencatat Nikah membuat pengumuman tentang pemberitahuan yang sudah dibaca oleh khalayak ramai umum. Perkawinan baru dapat dilaksanakan 25 Pedoman Pegawai Pencatat Nikah PPN, Jakarta: Badan Kesejahteraan Masjid BKM Pusat, 1993, h. 5. 34 setelah hari kesepuluh sejak pengumuman tersebut ditempelkan. Ketentuan ini dimaksud untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang menurut pendapatnya perkawinan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ada halangan menurut agama dan undang-undang atau tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh peraturan perundangan yang berlaku. 26 Setelah dilaksanakannya pendaftaran nikah, penghulu mempersilahkan kepada calon pengantin yang telah memenuhi persyaratan nikah agar membayar biaya pencatatan nikah. Besarnya biaya pencatatan nikah yang disetorkan ke kas negara melalui bankpos adalah Rp. 30.000. Bagi calon pengantin yang tidak mampu membayar biaya pencatatan nikah dengan membawa surat keterangan tidak mampu dari Kepala DesaKelurahan dapat dibebaskan dari biaya. 26 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, Cet. Ke-2, h. 16. 35

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN SIRRI DAN ITSBAT NIKAH

A. Pengertian Pernikahan Sirri a. Pernikahan Sirri Menurut Fiqih Klasik Dari segi etimologis sirri berasal dari bahasa Arab Al-sirr yang berarti rahasia atau tidak terbuka. Dalam hukum Islam, hal ini bukan masalah yang baru, sebab dalam kitab al muwatha, Imam Malik telah mencatat, bahwa istilah nikah sirri berasal dari ucapan Umar Ibnu Khattab r.a.: ا ةأﺮْ او ر ﻻا ْ ْﺪﻬْ ْ حﺎﻜ ْ ﺮ ﺮ نا ،ﺮْ ز ْ ا ْ ﻚ ﺎ ﺎ ﺮ ْﺧ ﺮ لﺎ : ﺬه ْ ﺮ ْ ْ ﺪ ْآ ْﻮ و ﺰْ ﻻو ﺮْ ا حﺎﻜ “Bahwasannya Umar dihadapkan kepada seorang laki-laki yang menikah tanpa ada saksi, kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu Umar berkata :Inilah nikah sirri, aku tidak membolehkannya, sekiranya aku datang pasti aku rajam” H.R. Malik bin Anas. 36 Pengertian nikah sirri dalam persepsi umar tersebut adalah apabila syarat jumlah saksi belum terpenuhi, maka nikah semacam ini menurut umar dapat dipandang sebagai nikah sirri. 27 Dilihat dari keterangan nikah sirri menurut umar dapat ditarik suatu pengertian bahwa nikah sirri itu bersangkut-paut dengan kedudukan saksi dan syarat-syarat pada saksi itu sendiri. Mengenai saksi diantara para Imam Madzhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Malik telah sepakat bahwa saksi merupakan syarat dalam pernikahan, bahkan Syafi’i berpendapat bahwa saksi sebagai rukun nikah. 28 Berdasarkan dalil: ﷲاﺪْ ْ ﺮْﺮ ْ ﺪ و ﺪ ﺎ ْ ْ ﺎ ﺮ ْ ا ﺪْ ْ ﺧ ْ ﺎ ْ ْ لﺎ سﺎ ْ ﺬه ﺎ و ﺮْ : ﺪْ ْﺪ وو لْﺪ ىﺪه ﺎ ر ﻻا حﺎﻜ ﺎ Artinya: “Tidak sah nikah kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil dan wali yang cakap”. 29 Nikah sirri merupakan nikah yang masih diperdebatkan sah atau tidaknya oleh para ulama. Berkaitan dengan hal ini terdapat dua golongan ulama yang berpendapat. Golongan pertama yaitu Jumhur Ulama. Mereka menyatakan bahwa jika para saksi yang hadir dipesan oleh pihak yang mengadakan akad nikah agar merahasiakan dan tidak menyebarluaskan berita pernikahannya kepada khalayak 27 Mahful M. dan Herry Muhammad, Fenomena Nikah Sirri, Jakarta: IKAPI, 1996, Cet. 1, h. 31. 28 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu study Perbandingan dalam kalangan Ahlus-sunnah dan Negara-negara Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994, Cet.2, h. 153. 29 Imam Abi abdillah Muhammad bin Idris As-Syafi’i, al-umm, juz 5, h. 19. 37 ramai, maka pernikahannya tetap sah. Sebaliknya meskipun pernikahannya itu diumumkan atau disebarluaskan kepada khalayak ramai, tetapi ketika akad nikah berlangsung, tidak ada satu pun saksi yang menyaksikannya, maka perkawinan tersebut tidak sah. Sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah, Ibnu Mundzir, Umar, Urwah, Sya’bi dan Nafi apabila terjadi akad nikah tetapi dirahasiakan dan mereka pesan kepada yang hadir agar merahasiaknnya pula, maka perkawinannya sah, tetapi makruh karena menyalahi adanya perintah untuk mengumumkan pernikahan. Sabda Nabi SAW dan Aisyah: ا فْﻮ ﺪ ﺎ ْ ْﻮ ﺮْﺿاوﺪ ﺎ ا ْﻮ ْ او حﺎﻜ ااﺬه اْﻮ ىذ ﺮ ﺎهاور Artinya: “Umumkanlah akad nikah ini dan laksanakanlah di Mesjid serta ramaikanlah dengan memukul rebana”. H.R at-Tirmidzi. 30 Senada dengan pendapat di atas, madzab Hanbali menyatakan nikah yang telah dilangsungkan menurut syari’at Islam adalah sah, meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksinya, hanya saja hukumannya makruh. 31 Ulama golongan kedua adalah golongan Maliki. Mereka menyatakan bahwa saksi dalam pernikahan tidak wajib dan cukup diumumkan saja sebelum terjadi persenggamaan. Tetapi jika sebelum akad nikah diumumkan kepada khalayak ramai 30 Imam Abi abdillah Muhammad bin Idris As-Safi’i, Al-Umm, juz 5, h. 19. 31 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, h. 187. 38