Imobilisasi Crude Enzim Papain Yang Diisolasi Dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) Dengan Menggunakan Kappa Karagenan Dan Kitosan Serta Pengujian Aktivitas Dan Stabilitasnya

(1)

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA ( Carica papaya L ) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI OLEH : EKO WIBISONO

060802013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA ( Carica papaya L ) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH : EKO WIBISONO

060802013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG

DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKO WIBISONO

Nomor Induk Mahasiswa : 060802013 Program Studi : SARJANA

Departemen : KIMIA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di : Medan, Juli 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc Drs. Firman Sebayang, MS NIP. 19510630 198002 1 001 NIP. 19560726 198503 1 001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan Nst, M.Si NIP. 195408030 198503 2 001


(4)

PERNYATAAN

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN KAPPA

KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

EKO WIBISONO 060802013


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA”. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda Erni Suryani, ayahanda Aboy, adek Agung Satria Mandala, nenek Rosmini dan kakek Iwan Wijaya yang sangat penulis cintai. Om Rudi Purnomo, S.E dan Buk Fauziah, S.Ag serta kedua putrinya ( Sofi dan Nisa ), dan keluarga penulis lainnya atas doa dan bantuannya baik secara material maupun moril kepada penulis.

2. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku komisi pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc selaku komisi pembimbing II penulis yang dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Ketua Departemen Kimia Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS serta Sekretaris Departemen Kimia Bapak Drs. Firman Sebayang, MS. Serta semua Bapak dan Ibu dosen pengajar di jurusan kimia di FMIPA USU Medan, khususnya kepada Bapak dan Ibu dosen bidang Biokimia, Prof.Dr.RA. Harlina SPW,Msc, Dr.Ribu Surbakti,MS, Drs.Firman Sebayang,MS, Dr.Yuniarti Yusak,MS, Dr.Rumondang Bulan,MSi, Dra. Emma Zaidar,Msi, atas semua ilmu dan saran yang diberikan.

4. Teman seperjuangan dalam penelitian, Maria Sylvia Harlim yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis (serta teman dalam insiden ledakan bersama Suwanto Gullit). Juga kepada semua sahabat di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU Agung, Ardi, Egi, Nora, Nurmala, Kak Yusma,


(6)

Oki, Decy, Erpina, Kak Pia, Kak Fika, Amy, Reni, Jimmy, Nelvi, Nuraida, Rani, Ester, Tiwi, Febri, Mardiana dan semua teman-teman di Kimia S-1 stambuk 2006 (yang sangat kompak dan istimewa). Serta Irma dkk di Laboratorium Farmasi Kuantitatif USU.

5. Skripsi ini khusus saya dedikasikan untuk ayahanda saya yang sangat saya cintai, yang sampai saat ini tidak diketahui kabarnya dan belum juga kembali. Semoga ayah selalu sehat dan bahagia. Akhirnya saya telah berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana saya sesuai dengan harapan dan keinginannya.

6. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Semoga ALLAH SWT akan membalasnya.

Penulis sadar bahwa tulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu dosen serta pembaca sekalian


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi crude enzim papain dari getah buah pepaya (Carica papaya L) dengan metode Balls dan Lineweaver. Dimana crude enzim papain tersebut diimobilisasi dengan teknik penjebakan tipe kisi dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan, kemudian diuji aktivitasnya dengan metode Murachi. Aktivitas crude enzim papain bebas 82,493 µg/ml pada suhu 55oC dan pH 7, crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan 78,706 µg/ml pada suhu 60oC dan pH 6,5, dan crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan 89,986 µg/ml pada suhu 65oC dan pH 7. Stabilitas crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan menunjukkan penurunan aktivitas menjadi 42,706 µg/ml (55,29%) pada suhu penyimpanan 25oC dan 58,293 µg/ml (75,09%) pada suhu penyimpanan 10oC setelah 3 kali pemakaian, sedangkan stabilitas crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan menunjukkan penurunan aktivitas menjadi 35,666 µg/ml (40,74%) pada suhu penyimpanan 25oC dan 47,000 µg/ml (52,39%) pada suhu penyimpanan 10oC setelah 5 kali pemakaian.


(8)

ABSTRACT

Crude papain enzyme has been isolated from papaya fruit latex (Carica papaya L) with Balls and Lineweaver method, where the crude papain enzyme was immobilized by entrapping the lattice type by using the kappa carrageenan and chitosan, and then tested its activity with the Murachi method. The activity of free crude papain enzyme 82.493 μg/ml at a temperature of 55oC and pH 7, the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan 78.706 μg/ml at a temperature of 60oC and pH 6.5, and the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan 89.986

μg/ml at a temperature 65oC and pH 7. The stability of the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan showed its activity decreased to 42,706 µg/ml (55.29%) at storage temperature of 25oC and 58,293 µg/ml (75.09%) at storage temperature of 10oC after three times of use, while the stability of the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan showed its activity decreased to 35,666 µg/ml (40.74%) at storage temperature of 25oC and 47,000 µg/ml (52.39%) at storage temperature of 10oC after five times of use.


(9)

DAFTAR ISI

Hal

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Pembatasan Masalah 3

1.4.Tujuan Penelitian 3

1.5.Manfaat Penelitian 4

1.6.Metodologi Penelitian 4

1.7.Lokasi Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya 5

2.2. Enzim 6

2.3. Enzim Papain 6

2.3.1. Jenis-jenis Enzim Papain 8

2.3.2. Manfaat Enzim Papain 9

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Papain 10

2.4. Kitosan 11

2.4.1. Struktur Kitosan 11

2.4.2. Sifat Kitosan 13

2.4.3. Kegunaan Kitosan 14

2.5. Karagenan 15

2.5.1. Jenis-Jenis Karagenan 15

2.5.2. Kappa Karagenan 17

2.6. Imobilisasi Enzim 17

2.6.1. Sejarah Imobilisasi Enzim 18

2.6.2. Metode Imobilisasi Enzim 19

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat 21

3.2. Bahan-Bahan 21

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 23

3.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 25


(10)

Metode Biuret

3.3.4. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) 26 3.3.5. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya 26

( Carica papaya L )

3.3.6. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret 26

3.3.7. Imobilisasi Crude Enzim Papain 26

3.3.8. Penentuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi 27 3.3.9. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain 27 3.3.10. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil 28

Pada Suhu dan pH Optimumnya

3.3.11. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada 29 Pemakaian Berulang

3.4. Bagan Penelitian 30

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 30

3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin (BSA) 31 Metode Biuret

3.4.3. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) 31 3.4.4. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya 32

( Carica papaya L )

3.4.5. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret 32

3.4.6. Imobilisasi Crude Enzim Papain 33

3.4.7. Penentuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi 35 3.4.8. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain 36 3.4.9. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil 38

Pada Suhu dan pH optimumnya

3.4.10. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada 39 Pemakaian Berulang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 41

4.1.1. Isolasi Crude Enzim Papain Dari Getah Buah Pepaya 41

4.1.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain 42

4.1.2.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa 42 Karagenan

4.1.2.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa 43 Karagenan Dan Kitosan

4.1.3. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Crude Enzim 44 Papain Terimobil

4.1.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 45 Papain Terimobil pada Pemakaian Berulang

4.2. Pembahasan 46

4.2.1. Isolasi Crude Enzim Papain Dari Getah Buah Pepaya 46

4.2.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain 46

4.2.3. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Crude Enzim 48 Papain Terimobil

4.2.3.1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 48 4.2.3.2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 49 4.2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 50


(11)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 53

5.2. Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kitosan 12

Gambar 2. Kappa karagenan 16

Gambar 3. Iota karagenan 16

Gambar 4. Lamda karagenan 16

Gambar 5. Metode carrier binding 19

Gambar 6. Metode ikat silang 20

Gambar 7. Metode penjebakan tipe kisi 20

Gambar 8. Metode penjebakan tipe mikrokapsul 20

Gambar 9. Pengaruh suhu terhadap aktivitas crude enzim papain 48 Gambar 10. Pengaruh pH terhadap aktivitas crude enzim papain 49 Gambar 11. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 51

Papain Terimobil dengan Kappa Karagenan pada Pemakaian Berulang

Gambar 12. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 51 Papain Terimobil dengan Kappa Karagenan dan Kitosan Pada


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi 6 yang dikatalisisnya

Tabel 2. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6-8 24 Tabel 3. Data Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) 41

Tabel 4. Kadar Protein Crude Enzim Papain 42

Tabel 5. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa 42 Karagenan

Tabel 6. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa 43 Karagenan dan Kitosan

Tabel 7. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Tyrosin 44 Tabel 8. Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas 45

dan Terimobil

Tabel 9. Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan 45 Terimobil

Tabel 10. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 46 Terimobil Dengan Kappa Karagenan Pada Pemakaian Berulang

Tabel 11. Data Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 46 Papain Terimobil Dengan Kappa Karagenan dan Kitosan Pada

Pemakaian Berulang

Tabel 12. Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas Dan Terimobil 47 Tabel 13. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva 57

Kalibrasi

Tabel 14. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva 58 Kalibrasi


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Bovin Serum Albumin 57 ( BSA )

Lampiran 2. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Tyrosin 58 Lampiran 3. Kurva spektrum λmaks

Lampiran 4. Kurva kalibrasi larutan standar tyrosin 60

larutan standar tyrosin 59

Lampiran 5. Kurva spektrum λmaks

Lampiran 6. Kurva kalibrasi larutan standar bovin serum albumin ( BSA ) 61 larutan standar bovin serum albumin ( BSA ) 60

Lampiran 7. Penentuan Operating Time Untuk Pengukuran Absorbansi Larutan 61 Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret


(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi crude enzim papain dari getah buah pepaya (Carica papaya L) dengan metode Balls dan Lineweaver. Dimana crude enzim papain tersebut diimobilisasi dengan teknik penjebakan tipe kisi dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan, kemudian diuji aktivitasnya dengan metode Murachi. Aktivitas crude enzim papain bebas 82,493 µg/ml pada suhu 55oC dan pH 7, crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan 78,706 µg/ml pada suhu 60oC dan pH 6,5, dan crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan 89,986 µg/ml pada suhu 65oC dan pH 7. Stabilitas crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan menunjukkan penurunan aktivitas menjadi 42,706 µg/ml (55,29%) pada suhu penyimpanan 25oC dan 58,293 µg/ml (75,09%) pada suhu penyimpanan 10oC setelah 3 kali pemakaian, sedangkan stabilitas crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan menunjukkan penurunan aktivitas menjadi 35,666 µg/ml (40,74%) pada suhu penyimpanan 25oC dan 47,000 µg/ml (52,39%) pada suhu penyimpanan 10oC setelah 5 kali pemakaian.


(16)

ABSTRACT

Crude papain enzyme has been isolated from papaya fruit latex (Carica papaya L) with Balls and Lineweaver method, where the crude papain enzyme was immobilized by entrapping the lattice type by using the kappa carrageenan and chitosan, and then tested its activity with the Murachi method. The activity of free crude papain enzyme 82.493 μg/ml at a temperature of 55oC and pH 7, the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan 78.706 μg/ml at a temperature of 60oC and pH 6.5, and the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan 89.986

μg/ml at a temperature 65oC and pH 7. The stability of the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan showed its activity decreased to 42,706 µg/ml (55.29%) at storage temperature of 25oC and 58,293 µg/ml (75.09%) at storage temperature of 10oC after three times of use, while the stability of the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan showed its activity decreased to 35,666 µg/ml (40.74%) at storage temperature of 25oC and 47,000 µg/ml (52.39%) at storage temperature of 10oC after five times of use.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pepaya ( Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain ( Moehd, 1999 ).

Papain adalah suatu zat ( enzim ) yang dapat diperoleh dari getah tanaman pepaya dan buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut terdapat hampir di semua bagian tanaman pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak terdapat dalam buah pepaya yang masih muda. Getah pepaya ( papain ) cukup banyak mengandung enzim yang bersifat proteolitik ( pengurai protein ). Sehingga tepung getah pepaya kering ( papain ) banyak digunakan oleh para pengusaha industri maupun ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk.

Adapun enzim proteolitik bersifat menyerang bahan-bahan protein dalam makanan. Bila enzim ini dicampurkan dalam makanan maka protein makanan akan terpecah-pecah menjadi peptida, yang selanjutnya akan terpecah-pecah lagi menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang disebut asam amino.

Sebenarnya enzim proteolitik ( protease / pengurai protein ) tidak hanya terdapat dalam getah papaya, melainkan juga terdapat dalam getah pohon pinus (disebut fisin) dan sari buah nenas ( disebut bromelin ). Enzim proteolitik yang lain dihasilkan dari lambung anak sapi ( disebut rennin ). Namun, dari semua jenis enzim protease tersebut, papain paling banyak digunakan karena lebih mudah didapat dengan harga relatif murah.Selain dengan cara membeli, papain dapat diperoleh dengan cara membuat sendiri ( Warisno, 2003 ).


(18)

Kitosan adalah suatu rantai linear dari Glukosamin dan N-Asil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel, biodegradasi dan tidak beracun ( Adriana et al., 2003 ).

Kappa karagenan memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar 2. Gugus 6-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel namun dapat mengurangi kerusakan akibat pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai

yang lebih baik (

Kemajuan bidang bioteknologi dan industri, memungkinkan dilakukannya berbagai upaya untuk memanfaatkan proses-proses enzimatis. Enzim mempunyai sifat yang potensial untuk dimanfaatkan, antara lain daya katalitiknya yang besar dan spesifitasnya terhadap substrat dari reaksi yang dikatalisisnya ( Lehninger, 1990 ).

Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya menggunakan cara

bath yaitu mereaksikan substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam air,

sehingga enzim bercampur dengan substrat ( Sarah, 2001 ).

Cara ini memiliki kelemahan karena enzim hanya digunkan sekali pakai. Secara teknis sangat sulit untuk memisahkan enzim dan produk dan mendapatkan kembali enzim yang aktif diakhir reaksi. Umumnya setelah reaksi selesai, enzim diinaktifkan dengan pemanasan, pengubahan pH,atau cara lain yang menyebabkan enzim terdenaturasi ( Chibata, 1978 ).

Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam penggunaan enzim tersebut adalah melalui imobilisasi enzim yaitu mengikatkan enzim pada bahan pendukung yang tidak larut dalam air. Enzim dapat membentuk ikatan ionik, kovalen, ikatan silang atau terjebak pada bahan pendukung. Pada saat digunakan, enzim imobil dapat berfungsi sebagai katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat ( Darwis et al., 1990 ).

Metode penjebakan enzim dilakukan kebanyakan dengan menggunakan karagenan (sejenis polisakarida yang diekstrak dari rumput laut merah) (Chibata, 1978).


(19)

Firman Sebayang (1993) telah meneliti Isolasi, Karakterisasi serta Amobilisasi Enzim Bromelin dari Limbah Bonggol Nenas. Kiling (2002) telah meneliti Imobilisasi Papain dengan Kitosan dengan Metode Adsorpsi dan Pengikatan Silang dengan Gutaraldehid. Namun enzim terimobilisasi tersebut menunjukkan nilai aktivitas spesifik yang rendah. Sari Edi Cahyaningrum (2007) telah meneliti Pemakaian Kitosan Limbah Udang Windu sebagai Matriks Pendukung pada Imobilisasi Papain. Tontowi Ismail ( 2009 ) telah meneliti Etanol dari Molases Mengunakan Zymomonas mobilis yang Diamobilisasi dengan K-karaginan Pada Reaktor Kontinyu

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengisolasi crude enzim papain dari getah buah pepaya dan diimobilisasi dengan menggunakan kappa karagenan serta dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan serta pengujian aktivitas dan stabilitasnya, sehingga crude enzim papain terimobil yang dihasilkan dapat digunakan berulang-ulang.

1.2.Permasalahan

1. Bagaimanakah perbandingan aktivitas crude enzim papain bebas dengan crude enzim papain yang diimobilisasi dengan menggunakan kappa karagenan serta dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan

2. Berapa kali crude enzim papain terimobil tersebut dapat digunakan secara berulang-ulang sebelum mengalami kerusakan

3. Bagaimana pengaruh suhu penyimpanan terhadap perubahan aktivitas crude enzim papain terimobil.

1.3.Pembatasan Masalah

Perbandingan aktivitas dan stabilitas crude enzim papain bebas dengan crude enzim papain yang diimobilisasi dengan kappa karagenan dan dengan kappa karagenan dan kitosan pada suhu dan pH optimumnya.

1.4.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui aktivitas crude enzim papain bebas dan crude enzim papain yang diimobilisasi dengan kappa karagenan serta dengan kappa karagenan dan kitosan pada suhu dan pH optimumnya


(20)

2. Untuk mengetahui berapa kali crude enzim papain terimobil tersebut dapat digunakan secara berulang-ulang sebelum mengalami kerusakan

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu penyimpanan terhadap aktivitas crude enzim papain terimobil.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan crude enzim papain terimobil yang praktis dan bernilai ekonomis, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan enzim papain dalam bidang bioteknologi dan industri serta dapat memberikan sumbangan bagi pemanfaatan polimer alam, khususnya kitosan dan kappa karegenan.

1.6.Metodologi Penelitian

Metodelogi penelitian yang digunakan adalah :

Isolasi crude enzim papain dari getah buah pepaya dengan metode Balls dan Lineweaver, kemudian crude enzim papain ini diimobilisasi dengan metode penjebakan berbentuk penjebakan kisi atau matriks dengan menggunakan kappa karagenan serta dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan. Kemudian diuji aktivitasnya dengan metode Murachi yang dilakukan dengan memvariasikan suhu dan pH, dimana suhu dan pH optimumnya digunakan untuk pengujian aktivitas dan stabilitas crude enzim papain terimobil terhadap pemakaian berulang, sehingga dapat diketahui sampai pemakaian keberapa crude enzim papain terimobil tersebut masih mempunyai aktivitas.

1.7.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia / KBM dan pengukuran absorbansinya dilakukan di Laboratorium Farmasi Kuantitatif, Fakultas Farmasi USU Medan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya ( Carica papaya ) diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae ( tumbuh-tumbuhan ) Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) Subdivisio : Angiospermae ( berbiji tertutup ) Class : Dicotyledonae ( biji berkeping dua ) Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

Pepaya ( Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan digemari oleh hampir seluruh penduduk penghuni bumi ini. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain ( Moehd, 1999 ).

Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari daun, batang, akar, maupun buah. Getah pepaya yang paling banyak terkandung didalam buah pepaya jenis pepaya Bangkok. Getah pepaya yang sering disebut sebagai papain dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain : penjernih bir, pengempuk daging, bahan baku industri penyamak kulit, serta digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika (kecantikan). Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim yang dapat mengurai dan memecah protein ( Warisno, 2003 ).


(22)

2.2. Enzim

Kata enzim diperkenalkan oleh Kuhne pada tahun 1878 untuk suatu zat yang bekerja pada suatu substrat. Kata enzim berasal dari bahasa Yunani yang berarti di dalam sel. Kuhne menjelaskan bahwa enzim bukan suatu sel tetapi terdapat di dalam sel. Definisi yang dikemukakan adalah enzim merupakan protein yang mempunyai daya katalitik karena aktivitas spesifiknya ( Dixon, 1979 ). Enzim secara biokimia merupakan suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis. Tugasnya sebagai katalisator di dalam sel dan bersifat khas. Kerja enzim umumnya mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi ( Lehninger, 1993 ).

Klasifikasi enzim didasarkan pada jenis reaksi yang dikatalisisnya, seperti direkomendasikan oleh Commision on Enzyme of the International Union of

Biochemistry ( CEIUB ). Menurut sistem ini, enzim dibagi lagi menjadi beberapa sub

golongan. Penamaan enzim diawali dengan nama substrat, diikuti oleh macam reaksi yang dikatalisis dan akhiran –ase ( Muchtadi et al., 1992 ). Adapun keenam golongan enzim tersebut dan reaksi yang dikatalisisnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang dikatalisisnya

No Kelas Utama Jenis reaksi yang dikatalisis 1 Oksidoreduktase Pemindahan electron

2 Transferase Reaksi pemindahan gugus fungsional

3 Hidrolase Reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional ke air) 4 Liase Penambahan gugus ke ikatan ganda atau sebaliknya

5 Isomerase Pemindahan gugus di dalam molekul menghasilkan isomer 6 Ligase Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O dan C-N oleh reaksi

kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP Sumber : Lehninger ( 1993 )

2.3.. Enzim Papain

Papain adalah suatu zat ( enzim ) yang dapat diperoleh dari getah tanaman pepaya dan buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut terdapat hampir di semua bagian tanaman pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak terdapat dalam buah pepaya yang masih muda. Getah pepaya ( papain ) cukup banyak mengandung


(23)

enzim yang bersifat proteolitik ( pengurai protein ). Sehingga tepung getah pepaya kering ( papain ) banyak digunakan oleh para pengusaha industri maupun ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk ( Warisno, 2003 ).

Papain merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari penyadapan getah buah pepaya (Carica papaya L.). Getah pepaya mengandung sebanyak 10% papain, 45% kimopapain dan lisozim sebesar 20% (Winarno, 1995).

Berdasarkan sifat-sifat kimianya, papain digolongkan sebagai protease sulfhidril (Muchtadi et al., 1992). Papain tersusun atas 212 residu asam amino dengan sistein-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) essensial, yang membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000 - 23.000 g/mol. Rantai ikatan tersebut tersusun atas arginin, lisin, leusin, dan glisin (Harrison et al., 1997). Sisi aktif yang terdapat di dalam molekul papain terdiri atas gugus histidin dan sistein yang selama katalisis berlangsung, sisi aktif tersebut berfungsi sebagai ion zwitter (Wong, 1989

diacu dalam Budiman, 2003).

Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida (Kalk, 1975). Berbagai jenis asam amino ikut menyusun struktur protein papain kecuali metionin. Tidak terdapatnya metionin dalam rantai polipeptida diduga karena komponen sulfur sebagian besar berada dalam bentuk asam amino sistein (Glazer, 1971 diacu dalam Muchtadi et al., 1992). Papain memiliki 6 gugus sulfhidril, tetapi hanya dua gugus sulfhidril yang aktif. Gugus suflhidril ini mengandung unsur sulfur sekitar 1,2%.

Berdasarkan klasifikasi the international union of biochemistry, papain termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan pertolongan molekul air. Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang berlangsung pada sisi-sisi aktif papain. Pemisahan gugus-gugus amida yang terdapat di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan ikatan peptida (Wong, 1989

diacu dalam Budiman, 2003). Enzim ini mempunyai aktivitas katalitik sebagai

proteinase dan sanggup menghidrolisis peptida. Berdasarkan sifat-sifat kimia dari lokasi aktif, papain termasuk protease sulfhidril, karena bagian aktif papain adalah gugus –SH (Reed, 1975).

Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran waktu tertentu. Papain mempunyai pH optimum 7,2 pada substrat BAEE (benzoil


(24)

arginil etil ester), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin dan pH 5,0 pada gelatin (Muchtadi et al., 1992). Suhu optimal papain sendiri adalah 50-60 o

Selain pepaya dikenal beberapa jenis tanaman lain yang menghasilkan enzim protease. Komposisi dan daya aktif masing-masing enzim tersebut akan berbeda. Berikut ini beberapa jenis tanaman penghasil enzim protease berikut nama enzimnya,

C. Papain relatif tahan terhadap suhu, bila dibandingkan dengan enzim proteolitik lainnya seperti bromelin dan lisin (Winarno, 1995).

1. Tanaman nenas menghasilkan enzim bromelain 2. Tanaman cemara atau ficus menghasilkan enzim ficin

3. Tanaman Bromelia penguin menghasilkan enzim penguinain 4. Tanaman Asclepia menghasilkan enzim asclapain

Sebagai enzim proteolitik, papain memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digunakan dalam industri besar. Meskipun telah diketahui ada beberapa enzim protease yang dihasilkan dari tanaman lain, ternyata papain merupakan enzim yang paling banyak dan paling sering digunakan. Oleh karenanya, potensi pasar papain dalam perdagangan dunia masih cukup besar ( Moehd, 1999 ).

Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur 2,5-3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat-alat kecantikan ( kosmetik ). Enzim papain memiliki daya tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-70oC. Aktivitasnya berkurang sekitar 20% pada pemanasan 70oC selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis serabut otot dan elastin lebih baik dari kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging (http://muhines.blogspot.com).

2.3.1. Jenis-jenis Enzim Papain

Dalam dunia perdagangan, dikenal dua macam papain, yaitu papain kasar ( crude

papain ) dan papain murni ( crystal papain ). Papain kasar ( crude papain ) adalah

getah pepaya yang telah dikeringkan, kemudian dihaluskan hingga menjadi benrbentuk tepung. Metode-metode yang dapat digunakan dalam isolasi crude enzim papain ada tiga cara, yaitu Cara Peckolt, Cara Walt dan Cara Balls dan Lineweaver. Dan diantara ketiga metode isolasi crude enzim papain tersebut, metode yang paling


(25)

baik adalah cara Balls dan Lineweaver. Dan persen rendemennya selanjutnya dapat ditentukan. Papain murni ( crystal papain ) adalah hasil pemisahan dan pemurnian papain kasar menjadi empat macam protein proteolitik, yaitu papain, chimopapain A,

chimopapain B, dan papaya peptidase ( Warisno, 2003 ).

Oleh karena sifat chimopapain A dan chimopapain B sifatnya agak mirip, maka keduanya dapat disebut sebagai chimopapain saja. Keempat jenis enzim proteolitik tersebut biasanya disebut papain saja atau papain kasar. Sifat daya enzimatis papain kasar ini sangat tinggi karena terdiri dari gabungan keempat enzim tersebut.Papain murni adalah hasil pemisahan pemurnian papain kasar menjadi keempat enzim proteolitik diatas. Papain murni banyak digunakan dalam industri farmasi ( Moehd, 1999 ).

2.3.2. Manfaat Enzim Papain

Adapun sifat enzim proteolitik adalah senang menyerang bahan-bahan protein dalam makanan. Bila enzim ini dicampurkan dalam makanan maka protein makanan akan terpecah-pecah menjadi peptida, yang selanjutnya akan terpecah-pecah lagi menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang disebut asam amino ( Warisno, 2003 ).

Berbagai penelitian kini sedang dilakukan dalam usaha pemanfaatan enzim papain atau enzim sejenis lainnya pada bidang-bidang industri lain yang belum digunakan. Prospek pemasaran papain tampaknya kian cerah.

Sejak dulu, penduduk asli di Amerika Tengah dan Amerika Selatan-tempat tanaman pepaya banyak tumbuh secara liar-telah mengenal manfaat getah pepaya sebagai pelunak daging. Demikian juga di Indonesia, pemanfaatan getah pepaya sebagai pelunak daging sudah dikenal sejak dulu. Cara yang umum digunakan adalah dengan membungkus daging tersebut beberapa saat dengan daun-daun pepaya yang telah dicacah. Setelah itu, barulah daging dimasak.

Saat ini, enzim papain sebagai pelunak daging mudah dibeli di pasar-pasar, terutama di pasar swalayan di kota-kota besar. Untuk pelunak daging, pemakaian papain sangat mudah digunakan. Setelah ditusuk-tusuk dengan garpu, daging ditaburi dengan tepung papain dan baru kemudian dimasak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam daging dalam larutan papain. Penusukan dengan garpu atau perendaman dimaksudkan agar papain dapat meresap kedalam daging.


(26)

Pada kenyataannya yang paling banyak menggunakan papain adalah industri minuman, tepatnya industri pembuatan bir. Bir yang dibuat tanpa menggunakan papain menjadi tidak jernih dan berkabut bila disimpan dalam keadaan dingin. Selain itu, beberapa industri lain juga memanfaatkan daya enzimatis papain ini. Industri makanan yang menggunakan papain diantaranya industri keju, pengembangan kue, biskuit dan roti. Industri makanan ternak menggunakan papain untuk menghasilkan konsentrat protein ikan.Industri farmasi menggunakan papain untuk pengobatan penderita gangguan saluran pencernaan, penderita dispepsia, dan gastritis

Penggunaan papain pada daging akan menambah nikmat rasa daging. Daging akan menjadi empuk sehingga mudah dipotong, digigit dan dikunyah. Selain itu, daging akan mudah dicerna sehingga nilai gizi protein daging yang diserap tentunya akan meningkat ( Moehd, 1999 ).

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Papain Keefektifan enzim papain ini dipengaruhi oleh :

1) Konsentrasi enzim

Enzim papain mempunyai kemampuan untuk melunakkan daging dan menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Tingginya konsentrasi enzim yang digunakan akan mempengaruhi banyaknya substrat yang dapat ditransformasi (Girindra, 1993). Konsentrasi enzim yang berlebihan akan menyebabkan proses tersebut menjadi tidak efisien. Derajat kemurnian enzim papain yang tinggi, mempunyai hubungan linear dengan jumlah enzim dan taraf aktivitas (Lehninger, 1993).

2) Suhu

Reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat peka terhadap suhu. Enzim sebagai protein akan mengalami denaturasi pada suhu yang tinggi sehingga mengakibatkan daya kerja enzim tersebut menurun (Girindra, 1993). Enzim akan semakin aktif apabila suhu dinaikkan (sampai suhu optimumnya), tetapi bila suhu tersebut terus dinaikkan maka laju kerusakan enzim akan melampaui reaksi katalisis enzim sehingga menyebabkan reaksi tidak efisien (Winarno, 1987).

3) pH

Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum (Winarno, 1995). Setiap enzim memiliki selang pH tertentu untuk dapat


(27)

melakukan aktivitasnya. Enzim akan mengalami denaturasi dan mengakibatkan kehilangan aktivitasnya apabila enzim bekerja di bawah atau di atas selang pH tersebut. Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. pH ini juga menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah (Lehninger, 1993).

4) Pengaruh Inhibitor (faktor penghambat)

Inhibitor adalah suatu senyawa atau gugus senyawa yang menghambat aktivitas enzim. Enzim sangat peka terhadap senyawa atau gugus senyawa yang diikatnya (Girindra, 1993). Enzim papain sangat sensitif terhadap logam. Adanya logam akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan gugus katalitik enzim papain. Keaktifan enzim papain akan hilang bila direaksikan dengan oksidator.

2.4. Kitosan

2.4.1. Struktur Kitosan

Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel, biodegradasi dan tidak beracun ( Adriana et al., 2003 ).

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinnya juga sangat acak (Martinou et al., 1995 & Tsigos et al., 2000), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan banyak melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997 & Tokuyasu et al., 1997). Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya


(28)

deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya ( Tokuyasu et al., 1997 ).

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 1 :

Gambar 1. Struktur Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]D11 -3 hingga -10o ( pada konsentrasi asam asetat 2% ). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa ≈ 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan :

tidak larut pada konsentrasi 1%, sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya ( Purwantiningsih et al., 2009 ).

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.


(29)

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan system produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meriaty,2002).

Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin, sedangkan kitin dapat diisolasi dari serangga dan jamur, kerangka dan cangkang hewan golongan Artropoda, Molusca, Nematoda, dan Crustacea. Pada penelitian ini kitin diisolasi dari cangkang udang. Pada industri pengolahan udang disamping menghasilkan produk utama berupa udang bersih juga menghasilkan limbah, berupa cangkang udang yang sangat potensial sebagai pencemar lingkungan. Limbah udang dapat mencapai 30% sampai 40% dari berat udang. Limbah cangkang udang ini masih mengandung protein, karbohidrat, dan mineral. Jika dibuang begitu saja, akan mengalami denaturasi protein dan hidrolisis secara alami. Proses tersebut menghasilkan bau busuk, meningkatkan BOD air, sehingga menurunkan kualitas air ( Indra, 1993 ).

2.4.2. Sifat Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati dengan mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil deasetilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dengan n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan Nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting ( Kumar, 2000 ).

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia. Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah ( Toharisman, 2007 ).


(30)

2.4.3. Kegunaan Kitosan

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tannin, PCB ( poliklorinasi bifenil ), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur pakan ternak, antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan antijamur juga diterapkan di bidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphylacoccus aureus. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut , zat hemostatik, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi.

Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran ( film ). Kitosan sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada proses isolasi. Perbedaan bentuk kitosan akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung lebih baik.

Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan berbentuk serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%. Larutan kitosan yang terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4%, sehingga diperoleh butiran berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades sampai pH netral. Shentu et al.,(2005)


(31)

membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi enzim catalase ( Purwantiningsih et al., 2009 ).

2.5. Karagenan

Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat. Jumlah Sulfat pada karagenan lebih kurang 35,1% ( Tim Penulis PS, 1999 ).

Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Karagenan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya. Karagenan digunakan dalam industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan makanan

Rumput laut yang tergolong Rhodophyceae beberapa diantaranya mengandung bahan yang cukup penting yaitu karagenan. Carragenophyt adalah kelompok penghasil karaginan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah Chondrus, Gigartina dan Eucheuma. Dalam dunia industri, karagenan berbentuk garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan potassium ( Laode, 1991 ).

2.5.1. Jenis-Jenis Karagenan

Di alam ini, terdapat tiga jenis karagenan yang dapat ditemukan secara luas di berbagai perairan di dunia. Ketiganya dibedakan berdasarkan struktur molekul yang mengakibatkan perbedaan sifat fisik dan karakteristik penggunaannya dalam industri pangan. Ketiga jenis karagenan ini adalah kappa, iota dan lambda. Perbedaan ketiganya terletak pada perbedaan posisi gugus ester-sulphate dan jumlah residu 3,6 anhydro-D-galaktose.

1. Kappa Karagenan

Karagenan tipe kappa memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar. Gugus 6-2-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel namun dapat mengurangi kerusakan akibat dari


(32)

pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik.

Gambar 2. Kappa karagenan

2. Iota Karagenan

Karagenan tipe iota mengandung gugus 4-sulfate ester dalam semua gugus D-galaktose dan gugus 2-sulfate ester dalam 3,6 anhydro-D-D-galaktose. Ketidakberaturan gugus 6-sulfate ester menggantikan gugus ester 4-sulfate dalam D-galaktose. Gugus ini dapat digantikan dengan pengolahan dalam kondisi basa untuk meningkatkan kekuatan gel.

Gambar 3. Iota karagenan

3. Lambda Karagenan

Karaginan tipe lambda mengandung residu disulfated-D-galaktose yang tidak mengandung gugus ester 4-sulfate namun sejumlah gugus ester 2-sulfate

Gambar 4. Lamda karagenan


(33)

2.5.2. Kappa Karagenan

Kappa karagenan memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose. Gugus 6-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel namun dapat mengurangi loss akibat dari pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik. Struktur kappa karagenan

dapat dilihat pada gambar 2 (

Adapun sifat fisik yang dimiliki karagenan tipe kappa ini adalah dimana kappa karagenan larut dalam air panas. Penambahan ion kalium menyebabkan pembentukan gel yang tahan lama, namun rapuh, serta manambah temperatur pembnetukan gel dan pelelehan. Kuat, gel padat, beberapa ikatan dengan ion K+ dan Ca++ menyebabkan bentuk helik terkumpul, dan gel menjadi rapuh, gel berwarna transparan, diperkirakan terdapat 25% ester sulfat dan 34% 3,6-AG. Kappa karagenan tidak dapat larut dalam sebagian besar pelarut organik, sesuai dengan pelarut yang dapat bercampur dengan

air dan penggunaannya pada konsentrasi 0.02-2.0%

Kegunaan karaginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur kesetimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan digunakan dalam beberapa industri. Dalam industri makanan digunakan sebagai pembuatan kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis produk daging. Dalam industri farmasi, karaginan digunakan sebagai bahan pembuatan pasta gigi, obat-obatan, kosmetik, tekstil dan cat ( Tim Penulis PS, 1999).

2.6. Imobilisasi Enzim

Secara konvensional, reaksi enzimatis berlangsung pada reaksi secara batch dengan menginkubasi campuran substrat dan enzim yang terlarut. Teknik tersebut memiliki kelemahan yaitu kesulitan untuk merecovery enzim aktif dari campuran enzim tersebut untuk digunakan kembali.Hal ini karena enzim terlarut dalam larutan sehingga sulit dipisahkan kembali. Selain karakterisasi enzim yang sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu pemanasan, sehingga enzim bebas mudah terdenaturasi dan mengalami inaktifasi. Hal ini sangat tidak ekonomis, karena enzim aktif hilang begitu saja hanya dalam satu reaksi batch.


(34)

Untuk mengeliminasi kelemahan-kelemahan tersebut maka dilakukan imobilisasi enzim bebas yang telah didapatkan. Dengan begitu enzim akan lebih stabil pada pengaruh suhu dan pH lingkungan, dan tentunya dapat digunakan lagi setelah mengkatalis suatu reaksi sintesis tertentu ( Chibata, 1978 ).

Enzim terimobilisasi didefinisikan sebagai enzim yang secara spesifik ditempatkan dalam suatu ruang tertentu dengan tetap memiliki aktivitas katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang atau secara terus-menerus (Chibata, 1978).

Imobilisasi enzim adalah usaha untuk memisahkan antara enzim dengan produk selama reaksi dengan menggunakan sistem dua fase, satu fase mengandung enzim dan fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi saling kontaminasi antara enzim dan produk (Chaplin, 1990).

Imobilisasi merupakan suatu modifikasi untuk meniru keadaan asalnya di alam yang diyakini berada dalam keadaan terikat pada membran atau partikelpartikel dalam sel. Tujuan utama mengimobilisasi enzim adalah untuk mempekerjakan enzim yang dapat memberikan proses katalitik yang berkesinambungan (Zaborsky, 1973).

2.6.1. Sejarah Imobilisasi Enzim

Teknik imobilisasi enzim pertama kali dilakukan oleh Nelson dan Griffin pada tahun 1916 (Muchtadi et al., 1992, Chibata, 1978) Nelson dan Griffin mengimobilisasi enzim interfase dari khamir dengan cara adsorpsi pada arang aktif (Chibata, 1978).

Percobaan pertama untuk mengimobilisasi enzim dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat enzim dilakukan oleh Grubhover dan Scheleith pada tahun 1953. Mereka mengimobilisasi karboksipeptidase, diastase, pepsin dan ribonuklease dengan menggunakan diazotized poliaminopolystirene resin (Chibata, 1978).

Penggunaan enzim terimobilisasi akan memberikan beberapa keuntungan (Messing, 1975 diacu dalam Smith, 1990) yaitu:

1) enzim dapat digunakan secara berulang;

2) proses dapat dihentikan secara cepat dengan mengeluarkan enzim dari larutan substrat;

3) kestabilan enzim dapat diperbaiki;

4) larutan hasil proses tidak terkontaminasi oleh enzim;


(35)

2.6.2. Metode Imobilisasi Enzim

Metode imobilisasi enzim ada tiga macam, yaitu : 1. Metode carrier binding

Metode ini didasarkan atas pengikatan enzim langsung pada zat pembawa yang tidak larut dalam air.

Gambar 5. Metode carrier binding

Metode ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : A. Metode adsorpsi fisik

Berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan pembawa yang tidak larut dalam air. Metode ini memiliki keburukan dimana enzim yang diserap dapat bocor dari pembawa selama pemanfaatan karena gaya ikat antara protein enzim dan pembawah lemah.

B. Metode pengikatan ionik

Berdasarkan pada pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang tidak larut dalam air yang mengandung residu penukar ion. Kebocoran enzim dari pembawa dapat terjadi dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH.

C. Metode pengikatan kovalen

Berdasarkan pada pengikatan enzim dan pembawa yang tidak larut dalam air dengan ikatan kovalen. Dalam metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya tidak dalam keadaan kamar. Dan dalam beberapa keadaan,ikatan kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

2. Metode ikat silang

Metode ikatan silang berdasarkan pembentukan ikatan kimia, seperti dalam metode ikat kovalen, namun pembawa yang tidak larut dalam air tidak digunakan dalam metode ini. Imobilisasi enzim dilakukan dengan pembentukan ikatan silang


(36)

intermolekular diantara molekul enzim dengan penambahan reagen bi- atau multifungsional.

Gambar 6. Metode ikat silang

3. Metode penjebakan

Metode penjebakan ini berdasarkan pada pengikatan enzim pada kisi-kisi matrik polimer atau menutupi enzim dengan membran semipermiabel dan dibagi menjadi tipe kisi dan tipe mikrokapsul.

A. Tipe kisi ( lattice type )

Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas (interstitial spaces) dari suatu ikat silang polimer yang tidak larut dalam air sebagai contoh diantara gel matrik.

Gambar 7. Metode penjebakan tipe kisi

B. Tipe mikrokapsul

Tipe penjebakan mikrokapsul meliputi pelingkupan enzim dengan membran polimer semipermiabel. Enzim mikrokapsul secara umum mempunyai diameter 1-100 µm.


(37)

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

1. Gelas Beaker pyrex

2. Gelas ukur pyrex

3. Labu takar pyrex

4. Tabung reaksi pyrex

5. Pipet tetes 6. Spatula

7. Corong pyrex

8. Termometer 210o 9. Rak tabung reaksi

C Fissons

10.Magnetik bar Scienceware

11.Kertas saring

12.Oven Vacum Elphor

13.Inkubator Gallenkamp

14.Neraca analitis Mettler Toledo

15.Indikator universal Merck

16.Spektrofotometer UV-VIS Shimadju

17.Cawan Petridis pyrex

18.Pipet takar pyrex

3.2. Bahan-bahan

1. Kappa karaginan Teknis

2. Kitosan Teknis

3. Getah pepaya ( Carica papaya L )


(38)

5. Kasein p.a. E. Merck 6. Akuades

7. Asam trikloroasetat p.a. E. Merck

8. L-Tyrosin p.a. E. Merck

9. Asam asetat glassial p.a. E. Merck

10.HCl(p) 11.KCl

p.a. E. Merck (s)

12.NaOH

p.a. E. Merck (s)

13.CuSO

p.a. E. Merck 4.5H2O(s)

14.K-Na-Tartrat

p.a. E. Merck (s)

15.KI

p.a. E. Merck (s)

16.Bovin Serum Albumin ( BSA ) p.a. E. Merck p.a. E. Merck

17.NaH2PO4.H2 18.Na

O p.a. E. Merck


(39)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1.1. Larutan Induk Standar Tyrosin 1000 mg/L

Ditimbang 1 g tyrosin dan ditambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit hingga larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan induk standar tyrosin 1000 mg/L.

3.3.1.2. Larutan Standar Tyrosin 100 mg/L

Dipipet 100 mL larutan induk standar tyrosin 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan standar tyrosin 100 mg/L.

3.3.1.3. Larutan Seri Standar Tyrosin

Dibuat konsentrasi larutan seri standar tyrosin bervariasi 10;20;30;40;50;60;70;80;90 mg/L. Masing-masing dipipet sebanyak 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 mL larutan standar 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 25 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.4. Larutan Kasein 1%

Dilarutkan 1 g kasein dengan buffer phosfat pH 7 kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.5. Larutan Asam Trikloroasetat 30%

Dilarutkan 30 g asam trikloroasetat dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.6. Larutan Buffer Phosfat Larutan A : Larutan NaH2PO4.H2 Larutan B : Larutan Na

O ( 3,174 g dalam 100 mL akuades ) 2HPO4 ( 2,84 g dalam 100 mL akuades )


(40)

X mL Larutan A + Y mL Larutan B, dimasukkan kedalam labu takar 25 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

pH X Y

6 10,96 mL 1,54 mL 6,5 8,56 mL 3,937 mL

7 4,875 mL 7,625 mL 7,5 2 Ml 10,5 mL

8 0,66 mL 11,83 mL Tabel 2. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6-8

3.3.1.7. Larutan Crude Enzim Papain 1%

Dilarutkan 1 g crude enzim papain dengan buffer phosfat pH 7 kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.8. Larutan Alkohol 92%

Dimasukkan 96 mL alkohol 96% dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.9. Larutan CH3

Dimasukkan 0,57 mL CH COOH 0,1N

3COOH glassial dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.10. Larutan CH3

Dimasukkan 0,1 mL CH COOH 0,1%

3COOH glassial dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.11. Larutan NaOH 0,1N

Dilarutkan 0,4 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.12. Larutan NaOH 0,2N

Dilarutkan 2 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai garis tanda.


(41)

3.3.1.13. Larutan HCl 1N

Dilarutkan 8,33 mL HCl(p) dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.14. Pereaksi Biuret

Dilarutkan 3 g CuSO4.5H2O dan 9 g Na-K-Tartrat dengan NaOH 0,2 N kemudian dimasukkan kedalam labu takar 500 mL dan diencerkan sampai garis tanda, kemudian ditambahkan 5 g KI dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan NaOH 0,2 N sampai garis tanda.

3.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 3.3.2.1. Penentuan λmaks

Diambil larutan seri standar tyrosin 10 mg/L dan diukur λ

Larutan Standar Tyrosin

maks dengan melihat

spectrum puncak serapan maksimum tyrosin kemudian dilakukan pemeriksaan peak spectrum tyrosin dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.

3.3.2.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tyrosin

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Masing-masing larutan seri standar tyrosin 0;10;20;30;40;50;60;70;80;90 mg/L diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm lalu diplotkan konsentrasi dan absorbansi larutan seri standar

3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret 3.3. 3.1. Penentuan λmaks

Diambil salah satu konsentrasi larutan standar BSA dan diukur λ

Larutan BSA

maks dengan melihat spectrum puncak serapan maksimum BSA kemudian dilakukan pemeriksaan

peak spectrum BSA dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.

3.3.3.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan BSA

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Dipipet masing-masing 0;0,1;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mL larutan standar BSA dan ditambahkan masing-masing akuades hingga volume total masing-masing menjadi 4 ml kemudian ditambahkan masing-masing 6 ml pereaksi biuret, diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm lalu diplotkan konsentrasi dan absorbansi larutan seri standar


(42)

3.3.4. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L )

Digores buah pepaya Bangkok muda dengan pisau dan ditampung getah buah pepaya tersebut dalam gelas beaker.

3.3.5. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) Sebanyak 7 ml getah buah pepaya ( 26,9685 g ) dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL, kemudian ditambahkan alkohol 92% sebanyak lima kali dari volume getah buah pepaya dan diisimpan pada suhu 10oC selama 1 malam kemudian disaring. Dikeringkan residunya dalam oven vakum pada suhu 40oC sampai berat konstan.

3.3.6. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret

Dipipet 1 mL larutan crude enzim papain 1% dan dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan akuades hingga volume total adalah 4 ml, ditambahkan 6 ml Pereaksi Biuret dan didiamkan selama 16 menit pada suhu kamar, dan diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm.

3.3.7. Imobilisasi Crude Enzim Papain

3.3.7.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan

Disediakan 2 gelas beaker, Dalam gelas beaker I dimasukkan sebanyak 0,6 g Kappa karagenan dan dilarutkan dengan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 70oC sambil diaduk. Kemudian didiamkan hingga suhu 50oC. Dalam gelas beaker II dimasukkan sebanyak 0,3 g crude enzim papain dan dilarutkan dengan 10 mL buffer phosfat pH 7 dan diaduk. Dicampurkan larutan Kappa karagenan kedalam larutan crude enzim papain dan dibiarkan dingin pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 10 ml KCl 0,3M dan disimpan pada suhu 10oC selama 1 malam, dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm dan dicuci dengan akuaes. Kemudian larutannya diuji dengan metode Biuret.

3.3.7.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan dan Kitosan Disediakan 2 gelas beaker, Dalam gelas beaker I dimasukkan sebanyak 0,9 g Kappa karaginan dan dilarutkan dengan 30 mL akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 70oC. Kemudian didiamkan hingga suhu 50oC. Dalam gelas beaker II dimasukkan sebanyak 0,3 g kitosan dan dilarutkan dengan 10 mL Asam asetat 0,1%


(43)

dan diaduk kemudian ditambahkan larutan yang berisi 0,3 g crude enzim papain yang telah dilarutkan dalam 10 mL buffer phosfat pH 7 dan diaduk. Dicampurkan larutan Kappa karaginan kedalam larutan kitosan-crude enzim papain dan dibiarkan dingin pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 10 ml KCl 0,3M dan disimpan pada suhu 10oC selama 1 malam, dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm dan dicuci dengan akuaes. Kemudian larutannya diuji dengan metode Biuret.

3.3.8. Penetuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi

Dipipet 1 mL larutan hasil pencucian crude enzim papain terimobil dan dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan akuades hingga volume total adalah 4 ml, ditambahkan 6 ml Pereaksi Biuret dan didiamkan selama 16 menit pada suhu kamar, dan diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm.

3.3.9. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain

3.4.9.1. Pengujian Suhu Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 6 buah gelas beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1% dan ditambahkan masing 16 mL buffer phosfat pH 7 dan diinkubasi masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 45,50,55,60,65,70oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu yang sama selama 20 menit dan disaring.Kemudian masing-masing filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan


(44)

3.3.9.2. Pengujian pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 5 buah gelas beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1% dan ditambahkan masing-masing 16 mL buffer phosfat dengan variasi pH 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 ;8 untuk masing-masing gelas beaker dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian masing-masing filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan

3.3.10. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil Pada Suhu dan pH Optimumnya

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 1 mL crude enzim papain 1% dan ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan

disaring. Kemudian filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan ( suhu 60, pH 6,5 )

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan (suhu 65, pH 7)


(45)

3.3.11. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada Pemakaian Berulang

3.3.11.1. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan Pada Pemakaian Berulang

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 6,5 dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 60oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian filtratnya diukur

absorbansinya pada λmaks 274 nm. Kemudian dipisahkan crude enzim papain terimobil dari endapan protein dalam residu tadi dan dimasukkan dalam KCl 0,3M dan disimpan pada suhu 10oC dan 25oC. Kemudian crude enzim papain terimobil tersebut digunakan kembali untuk uji aktivitas yang ke-2,3,4, dan 5.

3.3.11.2. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan dan Kitosan Pada Pemakaian Berulang

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dan ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 65oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian filtratnya

diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm. Kemudian dipisahkan crude enzim papain terimobil dari endapan protein dalam residu tadi dan dimasukkan dalam KCl 0,3M dan disimpan pada suhu 10oC dan 25oC. Kemudian crude enzim papain terimobil tersebut digunakan kembali untuk uji aktivitas yang ke-2,3,4, dan 5 dengan selang waktu 1 hari.


(46)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin

Ditambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit hingga larut

Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

Dipipet 100 mL

Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

Dipipet 2,5 mL Dipipet masing – masing Dimasukkan dalam labu 2,5;5;7,5;10;12,5;15;17,5;20; takar 25 mL 22,5 mL

Diencerkan dengan akuades Dimasukkan dalam labu takar

hingga garis tanda 25 mL

Diukur absorbansinya Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

Diukur absorbansinya pada

λmaks 274 nm

1 g Tyrosin

Kurva kalibrasi Tyrosin 1000 mg/L

Tyrosin 100 mg/L


(47)

3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret

Dipipet sebanyak 0;0,1;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mL dan dimasukkan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan akuades hingga volume total masing-masing tabung reaksi menjadi 4 mL Ditambahkan masing-masing 6 mL pereaksi biuret

Diukur absorbansi Diukur absorbansinya salah satu konsentrasi BSA pada λmaks

549 nm

3.4.3. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L )

Digores dengan pisau

Ditampung getah buah pepaya dalam gelas beaker

Larutan BSA 5 mg/ml

Kurva kalibrasi Larutan ungu

λmaks = 549 nm

Hasil


(48)

3.4.4. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L)

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL Ditambahkan alkohol 92% sebanyak lima kali dari volume getah pepaya

Disimpan pada suhu 10o Disaring

C selama 1 malam

Dikeringkan dalam oven vakum pada Suhu 40oC sampai berat konstan

3.4.5. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan akuades hingga volume total adalah 4 mL

Ditambahkan 6 mL pereaksi Biuret

Dibiarkan selama 16 menit pada suhu kamar Diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm 7 ml getah buah pepaya ( 26,9685 g )

Residu Filtrat

Crude Enzim Papain ( 4,3171 g )

Hasil


(49)

3.4.6. Imobilisasi Crude Enzim Papain

3.4.6.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan

Dimasukkan kedalam gelas Dimasukkan kedalam

beaker 100 mL gelas beaker 100 mL

Ditambahkan 20 mL akuades Ditambahkan 10 mL Dipanaskan pada suhu 70o

sambil diaduk Diaduk

C buffer phosfat pH 7

Didiamkan hingga suhu menjadi 50oC

Dicampurkan larutan kappa karagenan dan crude enzim papain

Diaduk

Dituangkan ke cawan Petridis Dibiarkan dingin pada suhu kamar Ditambahkan larutan 10 ml KCl 0,3M Disimpan pada suhu 10o

Dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm C selama 1 malam

Dicuci dengan akuades

Diuji kadar protein bebasnya dengan metode Biuret

0,6 g Kappa karagenan 0,3 g Crude enzim papain

Hasil


(50)

3.4.6.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan dan Kitosan

Dimasukkan kedalam gelas Dimasukkan kedalam

beaker 100 mL gelas beaker 100 mL

Ditambahkan 30 mL akuades Ditambahkan 10 mL Dipanaskan pada suhu 70o

sambil diaduk Ditambahkan larutan yang

C Asam asetat 0,1%

Didiamkan hingga suhu berisi 0,3 g crude enzim menjadi 50o

Diaduk

C papain yang telah

dilarutkan dalam 10 mL buffer phosfat pH 7

Dicampurkan larutan kappa karagenan dan kitosan-crude enzim papain

Diaduk

Dituangkan ke cawan Petridis Dibiarkan dingin pada suhu kamar Ditambahkan 10 ml larutan KCl 0,3M Disimpan pada suhu 10o

Dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm C selama 1 malam

Dicuci dengan akuades

Diuji kadar protein bebasnya dengan metode Biuret

0,9 g Kappa karagenan 0,3 g Kitosan

Hasil


(51)

3.4.7. Penetuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan akuades hingga volume total adalah 4 mL

Ditambahkan 6 mL pereaksi Biuret

Dibiarkan selama 16 menit pada suhu kamar Diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm

Hasil


(52)

3.4.8. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain

3.4.8.1. Pengujian Suhu Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Dimasukkan masing-masing kedalam 6 gelas beaker 100 mL

Ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1%

Ditambahkan masing-masing 16 mL buffer phosfat pH 7

Diinkubasi masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 45,50,55,60,65,70o

Ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30%

C selama 20 menit

Diinkubasi masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 45,50,55,60,65,70o

Disaring

C selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada

λmaks 274 nm

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan

1 mL kasein 1%

Filtrat Residu


(53)

3.4.8.2. Pengujian pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Dimasukkan masing-masing kedalam 5 gelas beaker 100 mL

Ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1%

Ditambahkan masing-masing 16 mL buffer phosfat dengan variasi pH 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 ; 8 untuk masing-masing gelas beaker

Diinkubasi pada suhu 55o

Ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30%

C selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu 55o Disaring

C selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada

λmaks 274 nm

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan

1 mL kasein 1%

Filtrat Residu


(54)

3.4.9. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil Pada Suhu dan pH Optimumnya

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL Ditambahkan 1 mL crude enzim papain 1% Ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 7 Diinkubasi pada suhu 55o

Ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% C selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu 55o Disaring

C selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada

λmaks 274 nm

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan ( suhu 60, pH 6,5 )

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan ( suhu 65, pH 7 )

1 mL kasein 1%

Filtrat Residu


(55)

3.4.10. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada Pemakaian Berulang

3.4.10.1. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan Pada Pemakaian Beulang

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL Ditambahkan 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

Ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 6,5 Diinkubasi pada suhu 60o

Ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% C selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu 60o Disaring

C selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada Dipisahkan papain

λmaks

Dicuci papain teramobil dengan KCl 0,3 M

274 nm terimobil dari endapan

protein

Disimpan pada suhu 10oC dan 25 o

Digunakan kembali papain terimobil untuk uji stabilitas yang ke-2, 3, 4, 5

C 1 mL kasein 1 %

Filtrat Residu

Hasil


(56)

3.4.10.2. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan dan Kitosan Pada Pemakaian Berulang

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan Ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 7 Diinkubasi pada suhu 65o

Ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% C selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu 65o Disaring

C selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada Dipisahkan papain

λmaks

Dicuci papain teramobil dengan KCl 0,3 M

274 nm terimobil dari endapan

protein

Disimpan pada suhu 10oC dan 25 o

Digunakan kembali papain terimobil untuk uji stabilitas yang ke-2, 3, 4, 5

C 1 mL kasein 1 %

Filtrat Residu

Hasil


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Isolasi Crude Enzim Papain Dari Getah Buah Pepaya Getah buah pepaya yang digunakan yaitu sebanyak 26,9685 gram Diperoleh crude enzim papain sebanyak 4,3171 gram.

% Rendemen = x 100 %

= x 100 % = 16 %

Data hasil pengukuran absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Visible pada λmaks 549 nm dapat dilihat dalam tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Data Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) No Konsentrasi ( mg/ml ) Absorbansi

1 0 0,000

2 0,5 0,015

3 1 0,022

4 2 0,047

5 3 0,066

6 4 0,090

Protein standar yang digunakan adalah Bovin Serum Albumin ( BSA ) dalam air, yaitu 5 mg/ml. Larutan protein inilah yang menjadi larutan standar Bovin Serum Albumin ( BSA )


(58)

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data BSA pada lampiran 1, maka kadar protein crude enzim papain ( mg/ml ) dapat diketahui berdasarkan absorbansinya.

Tabel 4. Kadar Protein Crude Enzim Papain Larutan crude enzim

papain 1% Absorbansi

Kadar Protein Crude Enzim Papain ( mg/ml )

1 ml 0,1980 8,93

4.1.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain

4.1.2.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa Karagenan

Massa crude enzim papain yang terimobil dengan kappa karagenan = 27,8069 g Crude Enzim papain yang digunakan dalam imobilisasi :

300 mg 10 mg X mg 8,93 mg X = 267,9 mg

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data BSA pada lampiran 1, maka kadar crude enzim papain yang tidak terimobilisasi (mg/ml) dapat diketahui berdasarkan absorbansinya.

Tabel 5. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa Karagenan

Volume larutan hasil pencucian crude enzim

papain terimobil

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa Karagenan Absorbansi Kadar Crude Enzim Papain yang tidak

terimobilisasi ( mg/ml )

1 ml 0,0731 3,2545

Crude Enzim papain yang tidak terimobilisasi = 3,2545 mg/ml Larutan sisa pencucian crude enzim papain terimobil = 20 ml

Maka crude enzim papain yang tidak terimobilisasi = 3,2545 x 20 = 65,09 mg

Crude enzim papain yang terimobilisasi = 267,9 mg - 65,09 mg = 202,81 mg % Crude enzim papain terimobilisasi = x 100%


(59)

Massa crude enzim papain terimobil yang digunakan untuk hidrolisis kasein 1% agar setara dengan 1ml crude enzim papain 1% adalah :

= =

Massa crude enzim papain terimobil yang digunakan = Massa crude enzim papain terimobil yang digunakan = 1,22 g

4.1.2.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa Karagenan Dan Kitosan Massa crude enzim papain yang terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan = 45,3145 g

Crude enzim yang digunakan dalam imobilisasi : 300 mg 10 mg

X mg 8,93 mg X = 267,9 mg

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data BSA pada lampiran 1, maka kadar crude enzim papain yang tidak terimobilisasi (mg/ml) dapat diketahui berdasarkan absorbansinya.

Tabel 6. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa Karagenan dan Kitosan

Volume larutan hasil pencucian crude enzim

papain terimobil

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa Karagenan Dan Kitosan

Absorbansi Kadar Crude Enzim Papain yang tidak terimobilisasi ( mg/ml )

1 ml 0,0829 3,7000

Crude enzim papain yang tidak terimobilisasi = 3,7 mg/ml

Larutan sisa pencucian crude enzim papain terimobil = 20 ml


(60)

Crude enzim papain yang terimobilisasi = 267,9 mg - 74 mg = 193,9 mg % Crude enzim papain terimobilisasi = x 100%

= 72,37 %

Massa crude enzim papain terimobil yang digunakan untuk hidrolisis kasein 1% agar setara dengan 1ml crude enzim papain 1% adalah :

= =

Massa crude enzim papain yang digunakan =

Massa crude enzim papain yang digunakan = 2,0869 g

4.1.3. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Crude Enzim Papain Terimobil

Data hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar Tyrosin dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Visible pada λmaks 274 nm, dapat dilihat dalam tabel 3 dibawah ini :

Tabel 7. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Tyrosin No Konsentrasi ( µg/ml ) Absorbansi

1 0 0,000

2 10 0,099

3 20 0,165

4 30 0,243

5 40 0,334

6 50 0,394

7 60 0,480

8 70 0,539

9 80 0,615

10 90 0,687


(61)

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data tyrosin pada lampiran 2, maka aktivitas crude enzim papain bebas dan terimobil dapat diketahui berdasarkan absorbansinya. Dimana aktivitasnya dinyatakan sebagai jumlah tyrosin yang dibebaskan (µg/ml) dengan menggunakan substrat kasein.

Tabel 8. Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Suhu (o

Crude Enzim Papain Bebas

C)

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan

Kappa Karagenan

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa

Karagenan Dan Kitosan Absorbansi Aktivitas

( µg/ml ) Absorbansi

Aktivitas

( µg/ml ) Absorbansi

Aktivitas ( µg/ml ) 45 0,2732 34,013 0,2299 28,240 0,2545 31,520 50 0,4994 64,173 0,3011 37,733 0,2946 36,866 55 0,6228 80,626 0,4789 61,440 0,3683 46,693 60 0,5541 71,466 0,6073 78,560 0,5333 68,693 65 0,4447 56,880 0,5071 65,200 0,6753 87,626 70 0,2759 34,373 0,3333 42,026 0,5010 64,386 Tabel 9. Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan

Terimobil

pH

Crude Enzim Papain Bebas

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan

Kappa Karagenan

Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa

Karagenan Dan Kitosan Absorbansi Aktivitas

( µg/ml ) Absorbansi

Aktivitas

( µg/ml ) Absorbansi

Aktivitas ( µg/ml )

6 0,5266 67,800 0,5284 68,040 0,5269 67,840

6,5 0,5945 76,853 0,6084 78,706 0,5940 76,786

7 0,6368 82,493 0,5770 74,520 0,6930 89,986

7,5 0,6178 79,960 0,5457 70,346 0,6683 86,693

8 0,4902 62,946 0,5040 64,786 0,5386 69,400

4.1.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Terimobil pada Pemakaian Berulang

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data tyrosin pada lampiran 2, maka aktivitas crude enzim papain terimobil dapat diketahui berdasarkan absorbansinya. Dimana aktivitasnya dinyatakan sebagai jumlah tyrosin yang dibebaskan (µg/ml) dengan menggunakan substrat kasein.


(1)

(2)

Lampiran 1. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Bovin Serum Albumin ( BSA )

Tabel 13. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva kalibrasi X Y ( Xi-X ) ( Yi-Y ) ( Xi-X )2 ( Yi-Y )2 ( Xi-X ) ( Yi-Y )

0 0,000 -1,75 -0,040 3,0625 0,0016 0,07

0,5 0,015 -1,25 -0,025 1,5625 0,000625 0,03125

1 0,022 -0,75 -0,018 0,5625 0,000324 0,0135

2 0,047 0,25 0,007 0,0625 0,000049 0,00175

3 0,066 1,25 0,026 1,5625 0,000676 0,0325

4 0,090 2,25 0,050 5,0625 0,00250 0,1125

Σ=10,5 Σ=0,240 Σ=0 Σ=0 Σ=11,875 Σ=0,005774 Σ=0,2615

Dari tabel diatas diperoleh :

X = = = 1,75 Y = = = 0,04

Koefisien korelasi r = = = = 0,9988

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dinyatakan dengan Y = aX + b Dimana : a = slope

b = intersept

Harga slope (a) dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut :

a = =

a = 0,022

Sedangkan harga intersept (b) dapat diperoleh melalui persamaan : Y = aX + b atau b = Y – aX

b = 0,04 – (0,022)(1,75) b = 0,0015

dengan demikian persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi tyrosin adalah : Y = aX + b

Y = 0,022X + 0,0015 Dimana :

Y = Absorbansi sampel


(3)

Lampiran 2. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Tyrosin

Tabel 14. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva kalibrasi X Y ( Xi-X ) ( Yi-Y ) ( Xi-X )2 ( Yi-Y )2 ( Xi-X ) ( Yi-Y )

0 0,000 -45 -0,3556 2025 0,1264 16,002

10 0,099 -35 -0,2566 1225 0,0658 8,981

20 0,165 -25 -0,1906 625 0,0363 4,765

30 0,243 -15 -0,1126 225 0,0126 1,689

40 0,334 -5 -0,0216 25 0,0004 0,108

50 0,394 5 0,0384 25 0,0014 0,192

60 0,480 15 0,1244 225 0,0154 1,866

70 0,539 25 0,1834 625 0,0336 4,585

80 0,615 35 0,2594 1225 0,0672 9,079

90 0,687 45 0,3314 2025 0,1098 14,913

Σ=450 Σ=3,556 Σ=0 Σ=0 Σ=8250 Σ=0,4689 Σ=62,18

Dari tabel diatas diperoleh :

X = = = 45 Y = = = 0,3556

Koefisien korelasi r = = =

r = 0,9997

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dinyatakan dengan Y = aX + b Dimana : a = slope

b = intersept

Harga slope (a) dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut :

a = =

a = 0,0075

Sedangkan harga intersept (b) dapat diperoleh melalui persamaan : Y = aX + b atau b = Y – aX

b = 0,3556 – (0,0075)(45) b = 0,0181


(4)

dengan demikian persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi tyrosin adalah : Y = aX + b

Y = 0,0075X + 0,0181 Dimana :

Y = Absorbansi sampel X = Kadar tyrosin ( µg/ml )


(5)

Lampiran 4. Kurva kalibrasi larutan standar tyrosin


(6)

Lampiran 6. Kurva kalibrasi larutan standar bovin serum albumin ( BSA )

Lampiran 7. Penentuan Operating Time Untuk Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret

No Menit ke Absorbansi

1 3 0,0376

2 4 0,0383

3 5 0,0393

4 6 0,0392

5 7 0,0397

6 8 0,0399

7 9 0,0400

8 10 0,0403

9 11 0,0403

10 12 0,0406

11 13 0,0405

12 14 0,0406

13 15 0,0404

14 16 0,0408

15 17 0,0408

16 18 0,0408

17 19 0,0410

18 20 0,0411

19 21 0,0411