Unsur-unsur disiplin Kedisplinan Siswa
d. Strategi merupakan pola umum perbuatan guru-peserta didik di
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.
32
Dalam rangka penegakan disiplin, baik siswa maupun guru sama-sama terlibat di dalamnya. Bahkan orang tua wali juga harus diberi informasi
mengenai penegakan disiplin yang diterapkan sekolah. Hal tersebut dilakukan agar pihak sekolah dan orang tua dapat diharapkan dapat
tercapai semaksimal mungkin. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, Penegakan disiplin siswa dapat
terjadi secara optimal apabila pihak sekolah, terutama para guru melakukan perbaikan pembelajaran di sekolah. Guru adalah unsur
manusiawi dalam pendidikan, figur manusia sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Di
sekolah, guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat manusia dalam hal ini anak didik.
33
Syaiful Bahri Djamarah juga mengatakan, Negara menuntut generasinya yang memerlukan pembinaan dan bimbingan dari guru.. Guru
dengan sejumlah buku yang terselip di pinggang datang ke sekolah di waktu pagi hingga petang, sampai waktu mengajar dia hadir di kelas untuk
bersama-sama belajar dengan sejumlah anak didik yang sudah menantinya untuk diberikan pelajaran. Anak didik ketika itu haus akan ilmu
pengetahuan dan siap untuk menerimanya dari guru. Ketika itu guru sangat berarti sekali bagi anak didik. Kehadiran guru di kelas merupakan
32
Nafilah, Strategi dan Inovasi Pembelajaran SD, http:nafilah.multiply.comjournalitem26Strategi
dan Inovasi Pembelajaran Siswa SD.
33
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, 2000, Cet. Ke-1, h. I.
kebahagiaan bagi mereka. Apalagi bila figur itu sangat disenangi oleh mereka.
34
Seperti telah diketahui bersama dalam dunia pendidikan, guru memiliki peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru sebagai
penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma
yang ada. Dalam proses pendidikan efektif di sekolah diperlukan kinerja guru yang tinggi, proses pembelajaran yang menyenangkan, serta
semangat yang tinggi dalam melakukan pekerjaan. Pada hakikatnya penerapan kedisiplinan merupakan salah satu upaya
untuk peningkatan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas serta fungsi sekolah. Di samping itu, mendorong upaya meningkatkan efektifitas
sistem dan tata laksana peraturan atau tata tertib sekolah sehingga peserta didik dapat lebih disiplin dalam segala aktifitasnya baik di lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan, Untuk menciptakan anak didik
manusia dewasa susila, guru harus memiliki ke pribadian dewasa susila. Guru jangan hanya mengajar, tetapi dia harus mendidik.
Mengajar lebih cenderung mendidik anak didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak anak didik
tidak dibangun dan dibina. Untuk membentuk jiwa dan watak anak didik, mendidiklah jawabannya, karena mendidik adalah kegiatan
transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik.
35
Dalam hal ini Gunarsa menjelaskan: “Penerapan disiplin pada anak dapat dipupuk dengan memberikan tata tertib yang mengatur hidup si
anak. Tata tertib disertai pengawasan akan terlaksananya tata tertib dan
34
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak ……, h. I.
35
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak ….., h. 29-30.
pemberian pengertian
pada setiap
pelanggaran, tentunya
akan menimbulkan rasa keteraturan dan disiplin diri.”
36
Sangat banyak strategi yang bisa dilaksanakan dalam menerapkan disiplin di sekolah. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan di hati
para siswa, sehingga akhirnya disiplin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. Menurut Singgih D. Gunarsa, ada beberapa cara untuk
mendisiplinkan siswa, yaitu : a.
Cara otoriter Pada cara ini biasanya tokoh otoriter baik orang tua atau guru
misalnya, selalu menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Dalam hal ini anak harus patuh dan
tunduk serta tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan tersebut,
ia akan diancam atau dihukum. Dalam kondisi ini, anak umumnya lebih merasa takut kalu tidak melakukan, kalau pun anak tersebut
melakukannya itu bukan karena kesadaran dari dalam dirinya. Tokoh otoriter dalam kaitan ini hanya menentukan tanpa memperhitungkan
keadaan anak. Dan tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya.
Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam akan menjadikan anakn patuh di hadapan tokoh otoriter
saja, tetapi di belakangnya, kebanyakan anak memperlihatkan reaksi- reaksi lain. Misalnya menentang atau melawan. Reaksi menentang
atau melawan ini bisa ditampilkan dalam tingkah laku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan
36
Singgih Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, Jakarta: Gunung Mulia, 2000, Cet. Ke-9, h. 140