Cara Menanamkan Disiplin Penegakan Disiplin di Sekolah

d. Dengan pengawasan Anak adalah tetap anak. Di mana terdapat kesempatan yang memungkinkan, ia cenderung berbuat sesuatu yang bertentangan dengan peraturan-peraturan, berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tata tertib. Oleh karena itu pengawasan penting sekali. Pengawasan harus terus-menerus dilakukan, terlebih dalam situasi yang sangat memberi kemungkinan untuk terjadinya pelanggaran terhadap peraturan. Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dan untuk memperkuat kedudukan dari pengawasan, maka dapat diikuti dengan adanya hukuman-hukuman. Menurut Oteng Sutisna beberapa karakteristik dari proses pengawasan yang efektif, yaitu: 1 Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. 2 Pengawasan hendaknya diarahkan pada penemuan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan. 3 Pengawasan mengacu pada tindakan perbaikan. 4 Pengawasan dilakukan bersifat fleksibel yang preventif. 5 Sistem pengawasan dapat dipakai oleh orang-orang yang terlibaj dalam pengawasan. 6 Pelaksanaan pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan-tujuan. Oleh karena itu pengawasan haris bersifat membimbing supaya para pelaksana meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. 41 Dengan pembiasaan, peneladanan, pengawasan dan penyadaran yang diterapkan baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat sekitar, maka dapat terbentuk kesadaran susila dan anak- anak pun lebih bermoral dan berbudi luhur. 41 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, Bandung: Angkasa, 1989, Cet. Ke-10, h. 243-244. Menurut Charles Schaefer tipe yang paling efektif untuk mendisiplinkan anak ialah dengan pendekatan positif. Pendekatan positif ialah dimana anda bermaksud dan berusaha untuk mengajarkan seorang anak dengan cara tingkah laku yang baik, seperti: contoh dan teladan, persuasi atau bujukan, pujian dan hadiah. Dimana sebagian hasilnya anak akan merasa bahwa anda ada bersama dia, bukan menentang dia. 42 Sementara itu, Reisman dan Payne mengemukakan strategi umum disiplin siswa, yaitu: 1 Konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka. 2 Keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa. 3 Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; serta memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. 4 Klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaanya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri 5 Analisis transaksional; guru disarankan belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah. 6 Terapi realitis; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab. 7 Disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan memepertahankan peraturan. 42 Charles Schaefer Alih Bahasa: Drs. R. Turmin Sirait, Bagaimana Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara Efektif “How to Influence Children”, Jakarta: Restu Agung, 1996, Cet. Ke-1, h. xii. 8 Modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. 9 Tantangan bagi disiplin; guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi dan dalam pengandalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin. 43 E. Mulyasa mengatakan, untuk mendisiplinkan peserta didik dengan berbagai strategi tersebut, guru harus mempertimbangkan beragai situasi dan perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: 1 Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan kumulatif. 2 Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas. 3 Mempertimbangkan lingkungan sekolah dan lingkungan peserta didik. 4 Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertele-tele. 5 Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan. 6 Berdiri di dekat pintu pada waktu mulai pergantian pelajaran agar peserta didik tetap berada dalam posisinya sampai pelajaran berikutnya dilaksanakan. 7 Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh peserta didik. 8 Berbuat sesuatu yang bervariasi, jangan monoton, sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peseta didik. 43 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remajasa Rosdakarya, 2007, Cet. Ke-1, h. 124-125. 9 Menyesuaikan ilustrasi dan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya. 10 Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. 44 Melalui disiplin anak belajar berperilaku sesuai dengan kelompok sosialnya. Anak pun belajar perilaku yang dapat diterima dan tidak diterima dalam masyarakat. Dalam menanamkan disiplin, hukuman dan penghargaan mempunyai andil. Hukuman akan diberikan jika terjadi pelanggaran disiplin, anak pun belajar memahami mengapa perilakunya salah dan akan tidak akan mengulangi perilaku tersebut. Demikian pula dengan penghargaan, adanya penghargaan, anak akan belajar mengulangi perilaku yang diterima di lingkungannya. Pemberian hukuman dan penghargaan atau penanaman disiplin sekolah haruslah secara konsisten.

3. Peranan Sekolah dalam Penegakan Disiplin Siswa

Dalam kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah “bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”. 45 Sedangkan menurut Hasan Shadily, sekolah ad alah “tempat anak didik mendapat pelajaran yang diberikan oleh guru”. Pelajaran hendaknya diberikan secara pedagogik dan didaktik. Tujuannya untuk mempersiapkan anak didik menurut bakat dan kecakapan masing-masing, agar mampu berdiri sendiri di dalam masyarakat. 46 Jadi peranan sekolah adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh seluruh personil sekolah baik secara individual maupun secara bersama- 44 E. Mulyasa, Standar Kompetensi ….., h. 125 45 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta : Balai Pustaka, 1988,h. 3060 46 Hasan Shadily, Ensiklopedi Indnonesia, Jakarta: Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1984, h. 3060 sama yang dapat menimbulkan suatu peristiwa untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu. Soebagio Atmodiwirio mengungkapkan, sebagai unit pelaksanaaan teknis UPT pendidikan formal, tugas dan tanggung jawab sekolah adalah: a. Melaksanakan pendidikan formal selama jangka waktu tertentu, sesuai dengan jenis, jenjang dan sifat sekolah. b. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. c. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa di sekolah. d. Membina organisasi intra sekolah. e. Melaksanakan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga sekolah. f. Membina kerja sama dengan orang tua, masyarakat dan dunia usaha. g. Bertanggung jawab kepada kantor wilayah propinsi. 47 Di lingkungan pendidikan, budaya disiplin masih memprihatinkan, antara lain tingginya ketidaktepatan penggunaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dan siswa, rendahnya siswa dalam mematuhi tata tertib dan peraturah sekolah, rendahnya kehadiran siswa dan guru penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan sekolah, buruknya penggunaan bahasa yang santun, rendahnya kesadaran memelihara lingkungan, rendahnya minta membaca, tingginya kebiasaan mencontek hasil pekerjaan orang lain, rendahnya kesadaran membuang sampah pada tempatnya serta malasnya siswa mengikuti ulangan dan remedial. Kondisi ini sungguh sangat tidak sesuai dengan misi sekolah sebagai lembaga yang menanamkan kedisiplinan dan pembentukan karakter. Kedisiplinan harus terus dibina dan ditegakkan meski tidak mudah melaksanakannya. Kefrustrasian menegakkan kedisiplinan di lingkungan pemerintah, di tengan bertaburnya lembaga-lembaga seperti BPK, KPK, 47 Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT. Ardadizya Jaya, 2000, Cet. Ke-1, h. 132. POLRI, Bawasda dan lainnya tidak boleh mematikan semangat kita. Lembaga sekolah sejatinya tetap menjadi alternatif pelopor dan tempat yang strategis dalam pembinaan disiplin. E. Mulyasa mengatakan, Sekolah membuat aturan-aturan yang harus ditaati, khususnya oleh warga sekolah, guru, peserta didik, karyawan dan kepala sekolah. Aturan tersebut meliputi tata tertib waktu masuk dan pulang sekolah, kehadiran di sekolah dan di kelas serta proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan tata tertib sekolah lainnya. 48 Sedijarto mengatakan, Peran penting sekali sebagai lembaga sosialisasi nilai, sikap dan kemampuan disiplin, baik disiplin diri maupun disiplin terhadap lingkungan dalam bentuk peningkatan kualitas proses belajar dan peningkatan sistem evaluasi sebagai sarana pendidikan dan proses sosialisasi tentu tidak mudah diembannya. Dukungan penuh dari orang tua, masyarakat, siswa dan para guru di sekolah mutlak diperlukan. Semua peraturan yang bermula pada pembinaan kedisiplinan hendaknya dirumuskan dengan melibatkan perwakilan komponen sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar. Mensosialisasikan tata tertib, melaksanakannya dan menindaklanjuti pelanggaran merupakan sesuatu yang harus dilakukan secara konsisten, tanggung jawab dan penuh kewibaan. 49 Penguatan peran sekolah dalam pembinaan disiplin di lingkungannya merupakan sesuatu yang mendesak. Penegakan kedisiplinan di lembaga pendidikan akan memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan pribadi yang baik di masa depan. Kedisiplinan dalam arti kemampuan mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan sesuatu yang telah ditetapkan, melakukan sesuatu yang mendukung peraturan dan melindungi sesuatu yang ditetapkan. 48 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profrsional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. Ke-6, h. 80-81. 49 Sedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet. Ke-1, h. 185-186. Setiap lembaga pendidikan dituntut untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin agar penggunan pelayanan pendidikan khususnya peserta didik dan umumnya masyarakat luas merasakan kenyamanan menikmati apa yang sudah diberikan. Diharapkan segala program yang direncanakan berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Soedijarto juga mengungkapkan, untuk dapat melaksanakan peranan sekolah, diperlukan guru dengan kemampuan, rasa tanggung jawab, kepekaan profesional serta rasa pengabdian kepada profesi, bangsa dan Negara yang tinggi. Guru yang demikian bukanlah guru yang hanya dapat menyajikan informasi dan pengetahuan bidang studi tanpa mengetahui pengaruhnya terhadap anak didik. 50 Jika seluruh stakeholder sekolah dapat bekerja sama dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara sistematis, maka peranan sekolah dalam penegakan disiplin siswa pun akan menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia seutuhnya, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan pribadi secara utuh baik fisik, psikis, sosial dan spiritual. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa penegakan disiplin siswa adalah proses, tata cara yang digunakan dalam menegakan peraturan atau tata tertib di sekolah. Dimulai dengan cara yang paling mendasar yaitu dengan mengenalkan peraturan yang akan dilaksanakan, dengan pembiasaan, contoh dan tauladan, pengawasan serta penyadaran secara perlahan-lahan tanpa bersifat terlalu memaksa dan menekan. 50 Soedijarto, Menuju Pendidikan ….., h. 186.