c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Erlina dan Mulyani 2007: 107, “Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain.”
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot grafik yang dihasilkan dari
pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1 jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,
2 jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas dengan mengamati
penyebaran titik-titik pada gambar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Scatterplot
Sumber: Data yang diolah penulis, 2009.
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Adanya titik-titik yang menyebar menjauh dari titik-titik yang lain
dikarenakan adanya data observasi yang sangat berbeda dengan data observasi yang lain .
d. Uji Autokorelasi
Ghozali 2005:95 menyatakan bahwa : Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
Universitas Sumatera Utara
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu time series karena “gangguan” pada seseorang
individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individukelompok yang sama pada periode berikutnya.
Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan sebagai
berikut: 1
angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif, 2
angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3
angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .636
a
.404 .360
.0978298 1.812
a. Predictors: Constant, SQRT_X5, SQRT_X3, SQRT_X1, SQRT_X4, SQRT_X2 b. Dependent Variable: SQRT_Y
Sumber: Data yang diolah penulis, 2009.
Pada bagian model summary, memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.812 atau -21.812+2, karena angka D-W diantara -2 sampai +2, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada autokorelasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengujian Hipotesis