b. Penyajian Data: yaitu berbagai pemahaman yang berkaitan dengan persoalan
desain grafis sebagai ilmu, komputer grafis sebagai alat, dan desainer sebagai orang berkarya, dan produk cetakan sebagai hasilnya.
c. Reduksi Data : yaitu memilih dan menseleksi data yang terkumpul yang sesuai
dengan objek penelitian.
d. Kesimpulan-kesimpulan: merupakan temuan-temuan penelitian baik secara
deskriptif maupun secara analitis, yakni hipotesis mana yang terbukti dan apa maknanya.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:
BAB 1 Bab ini berisikan Latar Belakang Pemilihan Judul, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitan, Batasan Masalah, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB 2
Bab ini menjelaskan secara teoritis variabel-variabel penelitan seta hubungan antar variabel. Menjelaskan implikasi dan
kerangka berpikir secara teoritis. Dalam bab ini memaparkan berbagai hal yang berkaitan dengan
metodologi perancangan dalam desain grafis yang berkaitan dengan tata ungkap visual, serta prinsip dasar perancangan,
yang berkaitan dengan masalah komunikasi visual.
BAB 3 Sebagai bahasan utama menjelaskan analisis pengkajian
masalah penelitian dengan instrumen studi kasus terhadap karya produk cetakan grafis yang diolah dengan komputer grafis, dari
aspek tata ungkap visual, metodologi perancangan, proses
Universitas Sumatera utara
teknis dan proses kreasinya serta ungkapan komunikasi visualnya.
BAB 4 Berisi analisis beberapa karya produk cetakan grafis yang
diolah dengan komputer grafis, dari aspek tata ungkap visual, metodologi perancangan, proses teknis dan proses kreasinya
serta ungkapan komunikasi visualnya seperti yang dijelaskan pada bab 3
BAB 5 Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari penjelasan bab-bab
sebelumnya, sehingga dari kesimpulan tersebut penulis mencoba memberi saran yang berguna untuk pengembangan
desain dengan penggunakan pendekatan terhadap masalah desain.
Universitas Sumatera utara
BAB II
METODE PERANCANGAN GRAFIS DALAM PRODUK CETAKAN
2.1 Seni Rupa Modern dan Pengaruhnya pada Desain Grafis
Desain Grafis adalah kegiatan perencanaan yang menghasilkan suatu bentuk rancangan, sebagai upaya dalam membantu menyelesaikan permasalahan komunikasi,
melalui gagasan-gagasan visual yang membawa pesan-pesan tertentu dari pemberi pesan kepada penerima pesan, melalui media tercetak.
Dalam buku Graphic Design Basics Amy E. Arntson 1998, hal:2 mengatakan Graphic design is a problem solving on a flat two-dimensional surface. The
designer conceives, plans, and executes designs that communicate a specific message to a specific audience within given limitations- financial, physical, or psychological.
Pada tampilannya pesaninformasi disajikan dapat berupa huruf saja, gambar saja atau paduan keduanya, dengan memberikan bobot estetik agar karya yang
dihasilkan tidak saja efektif dan efisien tetapi juga mampu memberikan daya tarik kepada calon penerima pesannya. Desain grafis yang pengungkapan utamanya
menggunakan bahasa visual, dapat membawa berbagai pesan komunikasi seperti promosi dagang, kampanye politik, sosial kebudayaan, kesehatan, transmigrasi, KB,
pendidikan dan lain-lain. Sebuah rancangan grafis diharapkan mampu menyampaikan gagasan secara efektif dan efisien agar pesan yang disampaikan oleh komunikator
dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikan serta menimbulkan feed back atau aksi balik positif terhadap pesaninformasi yang disampaikan.
Keberadaan desain grafis dengan hasil karya yang diciptakannya, tidak terlepas dari keterkaitan antara pihak pemberi pekerjaan dalam hal ini adalah pihak
yang ingin menyampaikan suatu informasi atau pesan kepada kelompok sasaran
Universitas Sumatera utara
tertentu, melalui pendekatan yang dianggap sesuai, salah satunya melalui pendekatan desain grafis. Sebagai layaknya sebuah kegiatan perencanaan, dalam menghasilkan
suatu bentuk komunikasi yang dituangkan ke dalam media tertentu membutuhkan suatu perangkat pengetahuan yang memadai agar sebuah karya rancangan grafis dapat
memenuhi suatu harapan pemberi pesannya. Salah satu ciri utama Desain Grafis adalah penggunaan metode cetak mencetak mesin cetak kertas dalam bentuk karya
komunikasinya, yang memungkinkan pengulangan atau pelipatgandaan lembaran karya agar pesan-pesan komunikasi yang terwujud, dapat disebarluaskan kepada lebih
dari seorang komunikan. Dalam penelitian ini bentuk komunikasi yang dimaksudkan, adalah suatu media penyampai pesan yang diistilahkan dengan produk cetakan.
Secara historis Desain grafis berkembang seiring dengan perjalanan peta perkembangan desain modern yang banyak mempengaruhi pada sosok tampilannya
yang mempresentasikan suatu kondisi semangat jamannya. Revolusi industri di Eropa pada abad ke 18 dan 19 memicu perubahan mendasar pada pola kehidupan dan
tatanan masyarakat Barat. Penggunaan tenaga mesin secara luas dilakukan diberbagai pabrik dan industri, disamping terjadi gejala sosial berupa: tempat kerja yang terpisah
dari rumah, terbentuk kelas buruh dalam masyarakat, pertumbuhan kota, konsumerisme dan persediaan aneka barang hasil industri.
John Ruskin dan William Moris, merupakan tokoh penentang industrialisasi. Gerakannya dikenal Arts Craft, pertengahan abad ke 19. Gerakan ini ditafsirkan
sebagai reaksi ideologis terhadap gelombang industrialisasi yang mengikis mutu desain dan kriya. Hakikatnya, gerakan ini bersifat sebagai gerakan sosial penentang
industrialisasi. Sedangkan kiat praktisnya, dengan cara mendirikan perkubuan gerakan seni gilda ala Abad Pertengahan. Hal itu dilakukan guna menyelamatkan
nilai kekriyaan, makna dekoratif dan nilai estetika suatu produk.
Memasuki abad ke-20, pengaruh Art Nouveau melingkupi sebagai besar karya desain hingga arsitektur. Namun gejala ini disadari sebagai tanda-tanda awal
kejenuhan masyarakat terhadap bahasa rupa Art Noeveau yang ditawarkan seperti yang terlihat pada poster karya Henri de Toulouse William Moris di samping ini.
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.1 Poster karya Henri de Toulouse William Moris
Pada babak peralihan Art Nouveau ke Modernisme, disebut sebagai babak 5 Proto-Modernisme. Ditandai gagasan untuk meninggalkan ornamen dengan cara
memadukan unsur estetika dan rekayasa. Pada masa ini, didirikan Deutshe Werkbund 1970 di Jerman, sebagai lembaga budaya yang bertujuan untuk meningkatkan kerja
professional melalui keselarasan antara seni, industri dan keterampilan. Hal itu, diyakini dapat meningkatkan kualitas melalui pendidikan yang menyelesaikan segala
permasalahan dengan menciptakan perbakuan estetika, aspirasi budaya dan tatanan sosial.
Pada konferensi Werkbund tahun 1914 di Cologne, terjadi pertentangan antara Hennan Muthesius dan Henry van de Velse tentang kebebasan para seniman
mengungkap gagasan. Akibat pertentangan ini, Werkbund dianggap sebagai tonggak menjembatani antara peran desainer dan kebebasan berekspresi.
Tatkala perang berlangsung di Eropa, Werkbund justru menyelenggarakan berbagai pameran di negara-negara netral. Karya-karya desain yang disajikan tampak
penuh penghayatan. Sejak pameran itu, desain dianggap sebagai alat perbaikan
Universitas Sumatera utara
ekonomi nasional, terutama di negara yang hancur akibat perang. Hal itu terutama dilihat dari aspek keunggulan desain sebagai penunjang perdagangan. Sambutan
masyarakat Eropa terhadap industrialisasi secara umum tampak lebih terbuka, ini ditunjukkan oleh cara pandang dan tatanan sosial yang mantap. Sejalan dengan itu,
teknik produksi barang dan kerajinan juga telah dikembangkan menjadi industri. Perkembangan yang terjadi bersifat mendasar, terutama dalam jumlah produk dan
organisai kerja. Diterapkannya standarisasi produk dan jumlah produksi berskala besar, maka setiap komponen yang memiliki kesamaan dapat dipertukarkan, terutama
sebagai simpanan suku cadang. Tatacara yang sistematis dan terstandarisasi tersebut kemudian dikenal sebagai Sistem Amerika.
Pada tahun 1908 terbit tulisan : Ornament and Crime karya Adolf Loos, yang merupakan hujatan terhadap penggunaan ornamen pada bangunan dan aneka
benda. Loos, mempersembahakan ornamen sebagai kegemaran primitif, diistilahkan sebagai the Papuan, penduduk primitif yang selalu menghias tubuh dan
perlengkapannya. Bagi Loos, penggunaan ornamen menunjukkan kerendahan selera dan penggunanya dianggap sebagai kejahatan kriminal. Pendapat Loos, berpengaruh
pada karya rancangan modern awal, sehingga pada masa ini banyak karya desain meninggalkan aspek ornamen, menampakkan seolah-olah hasil mesin tanpa
perasaan dan sentuhan kemanusiaan.
Pengaruh Modernisme Awal, juga merebak ke berbagai negara. Di Amerika Serikat, pengaruh itu terasa ketika Louis Sullivan berkata: Form ever follows funtion.
That is the law. Ungkapan ini menjadi dogma kaum Modernisme dikemudian hari.
Secara sosiologis, sulit menyimak kapan sebenarnya Modernisme dalam desain dimulai. Tetapi sering sekali ditetapkan bahwa awal Modernisme dalam desain
adalah berdirinya sebuah institusi seni di Jerman bernama Das Staatliches Bauhaus- Weimar.
Lembaga ini dianggap sebagain simbol dinamika pemikiran para seniman, insinyur dan desainer modern yang berpengaruh luas kala itu. Dengan mempekerjakan
para pemikir kreatif terbaik masa itu seperti Paul Klee, Wassili Kandisky, Johannes
Universitas Sumatera utara
Itten, Laszlo Moholy-Nagy dan Herbert Bayer. Lewat teori dan praktek mereka menciptakan desain buku, poster, katalog, eksibisi, majalah serta desain huruf yang
sangat inovatif. Misi utama dari Bauhaus adalah mencipatkan desain-desain dengan pengadaptasian yang lebih baik sesuai dengan kenyataan industri baru dimana
simplisitas dan fungsi lebih diutamakan. Hal ini terlihat jelas dalam karya Joost Schmid’s dan Herbert Bayer yang mengunakan teknik simplisitas di bawah ini.
Gambar 2.2 Karya Joost Schmidt’s Herbert Bayer
2.2 Modernisme Sebagai Gaya Internasional