B. Perjanjian Kerjasama antara Mitra Usaha dan Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
67
1. Nama, alamat dan tempat kedudukan para pihak.
Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat
perjanjian. Perjanjian penjualan langsung pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar oleh perusahaan penjualan langsung atau MLM yang
bersangkutan. Perjanjian tersebut dapat dibuat dengan ataupun tanpa akta autentik akta notaris. Perjanjian dengan akta autentik akta notaris memiliki
kekuatan hukum yang lebih besar dibandingkan tanpa akta autentik akta notaris. Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta autentik akta
notaris memberikan antara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat
di dalamnya. Kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara perusahaan penjualan
langsung atau MLM dan mitra usaha. Menurut Permendag 132006, perjanjian tersebut paling sedikit memuat :
2. Hak dan kewajiban para pihak.
3. Program pembinaan bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan
perusahaan danatau jaringan pemasaran kepada mitra usaha.
67
R. Soebekti, Op.Cit., hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
4. Jangka waktu perjanjian, minimal 1 satu tahun.
5. Pemutusan dan perpanjangan perjanjian.
6. Jaminan pembelian kembali oleh perusahaan atas barang milik mitra usaha
yang dibeli dalam kurun waktu paling sedikit 6 enam bulan sebelum tanggal efektif pengunduran diri dan masih berada dalam keadaan layak jual apabila
mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan perusahaan buy back guarantee.
7. Ganti rugi atas barang danatau jasa yang tidak sesuai dengan kualitas jenis
yang diperjanjikan. 8.
Ketentuan tentang pemberian komisi, bonus, dan penghargaan lainnya. 9.
Penyelesaian perselisihan. Perusahaan penjualan langsung atau MLM, baik secara langsung atau
melalui mitra usaha yang sudah ada wajib memberikan keterangan secara lisan atau tertulis dengan benar kepada calon mitra usaha baru danatau konsumen
paling sedikit mengenai :
68
1. Identitas perusahaan.
2. Mutu dan spesifikasi barang danatau jasa yang akan dipasarkan.
3. Program pemasaran barang danatau jasa.
4. Kode etik dan peraturan perusahaan.
5. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi mitra usaha.
6. Program pembinaan, bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan
perusahaan.
68
Pasal 5 Permendag 132006.
Universitas Sumatera Utara
7. Ketentuan dalam perjanjian penjualan langsungpenjualan berjenjang.
Hubungan perjanjian antara mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung atau MLM ini adalah hubungan antara pengusaha dan pembantunya
yang secara teori merupakan sebuah perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian jenis ini adalah jenis perjanjian yang banyak sekali dipergunakan
dalam lapangan perusahaan. Perjanjian ini diatur dalam Bab VII A, Buku III, KUHPerdata. Perjanjian distribusi antara mitra usaha dan perusahaan MLM
digolongkan kedalam perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang lebih khususnya lagi adalah perjanjian pelayanan berkala, perjanjian pelayanan berkala
tersebut diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata. Perjanjian jenis ini mengikat para pihak apa saja yang telah disepakati dalam perjanjian itu beserta segala syarat-
syarat yang diperjanjikan, atau hal-hal yang menurut kebiasaan dalam perniagaan mengikat pada perjanjian jenis ini.
Menurut ketentuan KUHPerdata maka seharusnya kedudukan kedua belah pihak sama tinggi, jadi dalam perjanjian hubungan mereka adalah setingkat.
Kedudukan mitra usaha yang berada diluar perusahaan sebagai pihak mandiri yang melakukan perjanjian dengan perusahaan penjualan langsung atau MLM
dengan kedudukan sama tinggi atau setingkat, pada kenyataannya membuat posisi mitra usaha menjadi sangat rentan dan dapat menjadi subjek hukum
tunggal yang dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian pada pihak ketiga, karena secara umum ia tidak bertindak
atas nama orang lain melainkan atas keinginannya dan atas namanya sendiri sebagai anggota dari jaringan pemasaran perusahaan MLM.
Universitas Sumatera Utara
C. Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung atas Tuntutan Ganti Rugi oleh
Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk Setiap pelaku usaha harus berlanggung jawab terhadap segala kerugian
yang diderita oleh konsumennya sebagai akibat pemakaian, pemanfaatan, atau mengkonsumsi barang yang dihasilkannya. Wujud dari tanggung jawab tersebut
dapat berupa tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan berlaku. Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan yang telah disepakati sebelumnya antara
pelaku usaha dan konsumen dapat menimbulkan sengketa konsumen. Salah satu bentuk sengketa konsumen yang bisa timbul dalam jual-beli barang melalui
penjualan langsung atau MLM adalah karena pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar pada penjualan langsung atau MLM mengenai barang yang
dijualnya, sehingga konsumen yang melakukan pembelian barang melalui penjualan langsung atau MLM menjadi dirugikan. Selain itu, pelaku usaha tidak
mau memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumennya.
Menurut Pasal 19 ayat 1 dan 3 UU Perlindungan Konsumen, konsumen yang merasa dirugikan akibat adanya informasi yang tidak benar pada sistem
penjualan langsung atau MLM dapat menuntut secara langsung penggantian kerugian kepada pelaku usaha dan pelaku usaha harus memberi tanggapan
danatau penyelesaian dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi pembelian. Hal inilah yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa
konsumen secara damai. Namun, jika dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi pelaku usaha tidak ada niat baik memberikan ganti
Universitas Sumatera Utara
kerugian kepada konsumennya yang dirugikan akibat adanya informasi tidak benar pada proses penjualan langsung atau MLM, maka dalam hal ini konsumen
tersebut dapat menuntut pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian sengketa Konsumen BPSK atau melalui peradilan umum. Namun, pada sengketa
konsumen umumnya, para pihak pelaku usaha dan konsumen lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilannon litigasi. Alasan
mereka memilih menyelesaiakan sengketa konsumen di luar pengadilan adalah untuk menghemat biaya, waktu, dan dapat tercapai apa yang diinginkan oleh para
pihak.
Hukum perlindungan konsumen dibuat untuk kegiatan perdagangan yang adil dengan memberikan informasi yang benar dan jujur di tempat umum. Hukum
perlindungan konsumen dibuat juga untuk mencegah pelaku usaha yang mengarah ke penipuan atau praktik tertentu yang tidak adil dan memperoleh
keuntungan atas persaingan dan juga memberikan perlindungan terhadap mereka yang memiliki kelemahan dan tidak dapat menjaga diri mereka.
69
69
Endang Purwaningsih, Op. Cit., hlm. 73.
Hukum perlindungan konsumen adalah salah satu peraturan pemerintah yang bertujuan
melindungi keresahan konsumen. Sebagai contoh, pemerintah tetap saja membutuhkan pernyataan pelaku usaha yang rinci mengenai informasi tentang
produk khususnya berkaitan dengan keamanan atau kesehatan masyarakat sebagai suatu isu, misalnya makanan. Perlindungan konsumen berkaitan dengan
hak-hak konsumen dimana konsumen memiliki beberapa hak sebagai
Universitas Sumatera Utara
konsumen, dan membuat organisasi konsumen yang dapat membantu konsumen
dapat memilih yang terbaik di pasaran.
Menurut penjelasan umum UU Perlindungan Konsumen, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah
masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya.
70
Sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban yang tercantum dalam Pasal 1366 KUHPerdata, apabila pihak ketiga konsumen dirugikan maka pihak-pihak
yang karena perbuatannya mengakibatkan kerugian itu baik perusahaan produsen maupun mitra usahanya harus bertanggung jawab atas kerugian itu. Dalam
pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa mitra usaha dapat berperan sebagai agen dari perusahaan penjualan langsung, dimana ia hanya perpanjangan
tangan dari perusahaan untuk melakukan perjanjian dengan pihak ketiga konsumen, dimana ia dianggap sebagai pengusaha yang berdiri sendiri
Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Jika diteliti lebih
lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian pendidikan mereka terhadap hak-haknya
sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi.
Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position posisi tawar yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali pada
perjanjian baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku atau ketentuan baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
70
Susanto Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan Jakarta: Visimedia, 2008, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
independent yang melakukan persetujuan dan perjanjian dengan pihak ketiga konsumen atas namanya dan kepentingannya sendiri.
Kedudukan mitra usaha yang berada diluar perusahaan sebagai pihak mandiri yang melakukan perjanjian dengan perusahaan penjualan langsung atau
MLM dengan kedudukan sama tinggi atau setingkat, pada kenyataannya membuat posisi mitra usaha menjadi sangat rentan dan dapat menjadi subjek
hukum tunggal yang dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga konsumen, karena secara umum ia
tidak bertindak atas nama orang lain melainkan atas keinginannya dan atas namanya sendiri sebagai anggota dari jaringan pemasaran perusahaan berbasis
distribusi penjualan langsung. Mitra usaha dapat dimintai pertanggungjawaban oleh konsumen apabila
dalam menjalankan bisnisnya, ia bertindak sebagai badan usaha yang mandiri dan bukan perpanjangan tangan dari perusahaan produsennya. Sebagai seorang
pedagang perantara, hak, kewajiban dan tanggung jawab mitra usaha dalam menawarkan barang kepada konsumen tidak terbatas dengan cara-cara umum
saja, namun dalam pelatihan yang menurut Permendag 322008 wajib diberikan
perusahaan kepada mitra usahanya.
Ingkar janji dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur yang dalam hal ini adalah pihak ketiga, sehingga sejak saat itu debitur wajib mengganti kerugian
yang timbul sebagai akibat dari ingkar janji tersebut. Apabila debitur dalam keadaan wanprestasi maka kreditur dapat memilih diantara beberapa
kemungkinan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1267 KUHPerdata, yaitu
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian, ganti kerugian, pembatalan persetujuan timbal-balik dan pembatalan dengan kerugian.
Ganti rugi diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata. Dapat diambil kesimpulan dari pasal-pasal tersebut bahwa yang
dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan
penggantian biaya, rugi, dan bunga. Jika barang-barang yang dijual oleh mitra usaha mempunyai cacat tersembunyi, maka mitra usaha selaku pengusaha yang
bersifat mandiri dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pihak ketiga konsumen secara sepihak karena telah melakukan wanprestasi terhadap
perjanjian.
71
1. Pemenuhan perikatan secara patut
Perusahaan penjualan langsung atau MLM selaku pihak yang memproduksi barang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas segala
kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, karena dalam penjualan produk mitra usaha bersifat independent dan bukan sebagai perpanjangan tangan dari
perusahaan MLM. Sebenarnya ketika terjadi kerugian pada pihak ketiga akibat cacat produk
yang tersembunyi, maka pihak perusahaan penjualan langsung atau MLM dapat dikatakan tidak memenuhi kewajibannya secara patut dan membawa kerugian
bagi pihak mitra usaha dimata pihak ketiga, namun karena pihak ketiga hanya melakukan perjanjian jual-beli dengan mitra usaha, maka pihak ketiga dapat
menuntut kepada mitra usaha untuk :
71
Endang Purwaningsih, Op. Cit., hlm. 80.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan persetujuan timbal balik
5. Pembatalan dengan ganti rugi
Berdasarkan kasus ini pihak ketiga menderita kerugian karena terdapat cacat tersembunyi pada produk, perusahaan penjualan langsung atau MLM
sebenarnya tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan pihak ketiga, karena pelaku usaha lain mitra usaha yang
membeli barang yang diproduksi olehnya tersebut untuk dijual kembali kepada pihak ketiga tidak melakukan tindakan apapun yang termasuk kedalam kategori
“melakukan perubahan-perubahan atas barang yang diproduksi perusahaan MLM tanpa sepengetahuan pihak perusahaan MLM.”
Perusahaan MLM dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan pihak ketiga apabila terdapat pelaku usaha lain yang
membeli barang yang ia produksi, kemudian pelaku usaha yang menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga melakukan perubahan-perubahan atas barang
tersebut tanpa sepengetahuan pihak perusahaan MLM. Jika adanya cacat tersembunyi pada produk yang dijual oleh mitra usaha kepada pihak ketiga yang
menimbulkan kerugian tanpa didasari pada hal-hal yang diperjanjikan, maka pihak ketiga dapat menggugat mitra usaha karena telah melakukan perbuatan
melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, namun terdapat satu unsur penting yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan kepada mitra
usaha karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Universitas Sumatera Utara
Unsur yang harus dipenuhi tersebut adalah harus dibuktikan adanya hubungan langsung antara kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tersebut
karena kesalahan yang dilakukan oleh mitra usaha. Apabila seorang mitra usaha membeli produk perusahaan MLM lalu menjual kembali produk tersebut kepada
Pihak ketiga tanpa melakukan perubahan-perubahan atas produk tersebut baik dengan sepengetahuan maupun izin dari pihak perusahaa MLM, maka seharusnya
mitra usaha tidak dapat dimintai pertanggungjawaban kecuali cacat tersembunyi pada produk yang dijual oleh mitra usaha tersebut terjadi dalam hal terdapat
kelalaian dari mitra usaha dalam menjaga produk yang berada di bawah pengawasannya.
Mitra usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas hal-hal yang bukan merupakan tanggung jawabnya atau diluar kewajiban dan kewenangannya,
karena dalam praktiknya mitra usaha hanya sebagai perantara penjualan maupun perjanjian dari perusahaan MLM kepada pihak ketiga. Hubungan antara mitra
usaha dan pihak ketiga konsumen dapat berupa jual-beli maupun perjanjian kerjasama diantara kedua pihak yang saling membutuhkan, yakni salah satu pihak
melakukan prestasi yang diinginkan oleh pihak lain dengan imbalan atau pembayaran dari pihak yang menginginkan terjadinya prestasi tersebut. Prestasi
merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi dari perikatan, perwujudan keinginan para pihak. Jika
debitur dalam hal ini mitra usaha tidak memenuhi prestasi seperti yang ditentukan di dalam perjanjian maka debitur dikatakan melakukan ingkar janji
atau wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan