Pemanfaatan Tepung Ceker Ayam Pada Pembuatan Biskuit dan Uji Daya

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG CEKER AYAM PADA PEMBUATAN BISKUIT DAN UJI DAYA TERIMA

SKRIPSI

Oleh :

MAYA RAMADHANI NASUTION NIM. 111021041

FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

(3)

ABSTRAK

Ceker ayam sangat layak untuk dipertimbangkan dalam hal menunjang penganekaragaman pangan. Untuk mendukung program penganekaragaman pangan, maka perlu diperkenalkan hasil olahan ceker ayam untuk menambahkan variasi makanan baru. Salah satu nya adalah olahan yang dapat dibuat dari ceker ayam yaitu biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap kandungan zat gizi dan citra rasa pada biskuit.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit, dengan penambahan tepung ceker ayam sebesar 15%, 20% dan 25%. Data uji daya terima yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan nilai kandungan kalsium ditentukan dengan menggunakan Metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) yang di uji di Laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik warna, tekstur, aroma dan rasa biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam 20%. Penambahan tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit memberikan peningkatan jumlah kalsium pada biskuit Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung ceker ayam dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan rasa tetapi tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan dan tekstur biskuit.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit tepung ceker ayam sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri. Juga perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan biskuit ceker ayam dengan bekerja sama dengan pihak kantin sekolah dan dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung ceker ayam


(4)

ABSTRACT

Chicken claw is very worthy of consideration in terms of supporting food diversity. To support food diversification program, it is necessary to introduce the processed chicken claw to add new food variety. One of them is processed which can be made from the chicken claw biscuits. The purpose of this study was to determine the effect of flour chicken claw to the content of nutrients and flavors on a biscuit.

This study is an experimental study of making biscuits with chicken claw addition of flour by 15%, 20% and 25%. Acceptance of test data was analyzed descriptively and the value of the calcium content was determined using the AAS method (Atomic Absorption Spectrophotometry) were tested in the Laboratory of Industrial Research and Standardization Agency Medan.

The results showed that the organoleptic color, texture, aroma and taste biscuit panelists are most preferred by the addition of flour biscuit chicken claw 20%. The addition of flour in the manufacture of biscuits chicken claw provide increased amounts of calcium in the biscuit Based on the analysis of variance, the addition of flour chicken claw with different concentrations in the manufacture of biscuits gave a significantly different effect on the color and flavor but does not give a different effect on aroma and and texture of biscuit.

Advised consumers to make flour biscuits chicken claw as an alternative variation of the level of household food or industrial level. Also be made to introduce a chicken claw biscuits in cooperation with the school cafeteria and other food diversification is done with the addition of flour chicken claw


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Maya Ramadhani Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 26 Maret 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 4 (empat) Bersaudara

Alamat : Jln Kilang Padi No 7, pasar 9 Helvetia

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : SD Swasta PAB 4 Helvetia Tahun 2001 – 2004 : SMP Shanawiyah PAB 2 Medan

Tahun 2004 – 2007 : SMA Swasta Pangeran Antasari Medan Tahun 2007- 2010 :Akademi Kebidanan Widya Husada Medan Tahun 2011 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Ceker Ayam Pada Pembuatan Biskuit dan Uji Daya Terima ”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

.

3. Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, nasihat, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skripsi sekaligus penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, memberi bimbingan,


(7)

pengarahan, dukungan, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji III yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Bapak Drs. Heru Santosa, MS. Ph.D, selaku dosen Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama penulis menjalani pendidikan.

8. Bapak Al’hamra, sebagai Kepala Laboratorium Makanan dan Minuman Balai Riset dan Standarisari Industri Medan (BARISTAND) yang telah memberikan izin memperoleh data-data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Bapak Marihot Samosir S.T, yang telah sabar memberikan masukan, saran-saran serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

10.

Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di FKM USU.


(8)

11.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Ayah & mama yang telah banyak memberikan yang terbaik bagi penulis, setia mendampingi, selalu senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini.

12. Untuk kakak tersayang (Ariana Syahfitri Nasution) dan adik qu (Surya Aranda Nasution) serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan semangat selama ini.

13. Teman seperjuangan Mami Bian, Ika rohima, Petty Siti Fatimah, Rohana Dewi Adriani (dewol), Elviana Novianty P (anggie) dan teman-temanku di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Kocik (dewita) ,yohana, kak ana, kak Novita, kak helena, jojo, cahya, atina, kak evi, imah, ria, suli, tia, kak maya dan kepada teman-teman stambuk 2011 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberikain semangat, dukungan, dan do’a kepada penulis selama ini.

14. Teman-teman pada masa di desa yaitu Agustina Nasution, kak iska, darmasuri, iskandar harahap, bg jun, bg fentra, imel, suri, ainal, kak ridha, dan seluruh kelompok 25 & 26 yang telah memberikan dukungan , semangat dan do’a kepada penulis.

15. Temen pada masa D3 dulu yang bersama- sama telah berjuang selama di FKM Sri Rezeki, Guslesi (yeyen) yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama ini.


(9)

16. Sahnan yang telah memberikan semangat, dukungan dan do’a kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013


(10)

DAFTAR ISI Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Pernelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Ceker Ayam ... 10

2.2. Kalsium ... 12

2.3. Biskuit ... 13

2.3.1. Klasifikasi Biskuit ... 14

2.3.2. Bahan- Bahan Pembuatan Biskuit ... 15

2.3.3. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit ………… ………..17

2.4. Citra Rasa Makanan ... 18

2.5. Uji Organoleptik ... 20

2.6. Panelis... 21

2.7. Kerangka Konsep... 23

2.8. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.2.1. Tempat Penelitian... 26


(11)

3.4. Definisi Operasional ... 26

3.5. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen ... 27

3.5.1. Bahan ... 27

3.5.2. Alat ... 28

3.5.3. Bahan Pereaksi ... 27

3.6. Tahapan Penelitian ... 28

3.6.1. Proses Pembuatan Biskuit Ceker Ayam……...28

3.7. Uji Daya Terima ... 32

3.8. Pengolahan dan Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1.Karakteristik Biskuit Crackers dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam ... 41

4.2. Deskriptif Panelis ... 42

4.3. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam ... 42

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam ... ....43

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam ... ....44

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam ... ...46

4.7. Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Ceker Ayam dengan penambahan Tepung Ceker Ayam ... 47

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1. Daya Terima Terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam ... ...49

5.2. Daya Terima Terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam... ...50

5.3. Daya Terima Terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam ... 52

5.4. Daya Terima Terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam ... 53

5.6. Penerimaan dan Anjuran Konsumsi Terhadap Biskuit Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Ceker Ayam ... 55 5.7.1. Penerimaan Konsumen Terhadap Biskuit Ceker


(12)

Ayam ... 55

5.7.2. Anjuran Konsumsi Biskuit Ceker Ayam Berdasarkan Aspek Kesukaan 20% Pada Kandungan Kalsium ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi per 100 Gram Ceker ayam Tabel 2.2. Komposisi Tepung Ceker Ayam

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Biskuit Per 100 Gram

Tabel 2.4. Syarat Mutu Biskuit Ceker Menurut SNI 01-2973-1992 Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik

Tabel 3.4. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan

Tabel 4.2. Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Tabel 4.3. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna

Tabel 4.5. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Biskuit s dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Tabel 4.6. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma

Tabel 4.7. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Tabel 4.9. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa

Tabel 5.0. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Tabel 5.1. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur

Tabel 5.2. Hasil Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam


(14)

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.2. Diagram Pembuatan Tepung Ceker Ayam Gambar 3.3. Diagram Proses Pembuatan Biskuit


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan

Lampiran 3. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit Tepung Ceker Ayam

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit Tepung Ceker Ayam

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit Tepung Ceker Ayam

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit Tepung Ceker Ayam

Lampiran 8. Hasil Analisa Biskuit Tepung Ceker Ayam dari Balai Riset dan Standardisasi Industri, Medan


(16)

ABSTRAK

Ceker ayam sangat layak untuk dipertimbangkan dalam hal menunjang penganekaragaman pangan. Untuk mendukung program penganekaragaman pangan, maka perlu diperkenalkan hasil olahan ceker ayam untuk menambahkan variasi makanan baru. Salah satu nya adalah olahan yang dapat dibuat dari ceker ayam yaitu biskuit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap kandungan zat gizi dan citra rasa pada biskuit.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit, dengan penambahan tepung ceker ayam sebesar 15%, 20% dan 25%. Data uji daya terima yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan nilai kandungan kalsium ditentukan dengan menggunakan Metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) yang di uji di Laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik warna, tekstur, aroma dan rasa biskuit yang paling disukai panelis adalah biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam 20%. Penambahan tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit memberikan peningkatan jumlah kalsium pada biskuit Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung ceker ayam dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan biskuit memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan rasa tetapi tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan dan tekstur biskuit.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan biskuit tepung ceker ayam sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri. Juga perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan biskuit ceker ayam dengan bekerja sama dengan pihak kantin sekolah dan dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan tepung ceker ayam


(17)

ABSTRACT

Chicken claw is very worthy of consideration in terms of supporting food diversity. To support food diversification program, it is necessary to introduce the processed chicken claw to add new food variety. One of them is processed which can be made from the chicken claw biscuits. The purpose of this study was to determine the effect of flour chicken claw to the content of nutrients and flavors on a biscuit.

This study is an experimental study of making biscuits with chicken claw addition of flour by 15%, 20% and 25%. Acceptance of test data was analyzed descriptively and the value of the calcium content was determined using the AAS method (Atomic Absorption Spectrophotometry) were tested in the Laboratory of Industrial Research and Standardization Agency Medan.

The results showed that the organoleptic color, texture, aroma and taste biscuit panelists are most preferred by the addition of flour biscuit chicken claw 20%. The addition of flour in the manufacture of biscuits chicken claw provide increased amounts of calcium in the biscuit Based on the analysis of variance, the addition of flour chicken claw with different concentrations in the manufacture of biscuits gave a significantly different effect on the color and flavor but does not give a different effect on aroma and and texture of biscuit.

Advised consumers to make flour biscuits chicken claw as an alternative variation of the level of household food or industrial level. Also be made to introduce a chicken claw biscuits in cooperation with the school cafeteria and other food diversification is done with the addition of flour chicken claw


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program penganekaragaman pangan merupakan cara yang penting untuk meningkatkan pengembangan gizi yang mencukupi pada tingkat daerah pedesaan, regional dan nasional. Disamping itu produksi pangan yang beranekaragam dapat dilakukan pengolahan dan distribusi pangan yang digunakan untuk memberikan keragaman pangan yang lebih besar pada makanan.

Untuk hidup sehat, makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Ceker ayam sendiri merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan diberbagai tempat, hanya saja masyarakat masih belum mengetahui manfaat ceker ayam yang dapat diolah dalam bentuk tepung yang dapat menambah keanekaragaman pangan.

Menurut Biro Pusat Statistik (2002), populasi ayam di Indonesia sebanyak 716.131.200 ekor. Jumlah populasi ayam tersebut merupakan potensi mendapatkan bahan baku ceker ayam untuk pembuatan tepung ceker. Pemanfaatan ceker ayam selama ini masih rendah, yang dapat dilihat ceker ayam banyak dibuang dan menjadi limbah ternyata dapat dimanfaatkan sebagai penganekaragaman pangan yang dapat diolah menjadi tepung yang memiliki kandungan zat gizi terutama pada kalsium.


(19)

Ceker ayam sendiri adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda- benda kotor, akan tetapi ceker ayam memiliki kandungan zat gizi yang sangat tinggi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, asam folat, kalsium, fosfor, asam lemak omega-3, asam lemak omega-6 yang mempunyai peran penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

Ceker ayam mengandung protein yang terdapat pada kulit, otot, tulang dan kolagen. Kolagen adalah sejenis protein jaringan ikat liat dan bening yang berwarna kekuning-kuningan. Susunan utama pada ceker ayam adalah asam amino yaitu komponen dasar pada protein dan ceker ayam juga mengandung zat kapur dan mineral yang berfungsi untuk mencegah terjadinya oesteoporosis (Anisa, 2008).

Kandungan protein yang terdapat pada ceker ayam sebanyak 19,8 gram per 100 gram ceker. Kemudian protein yang cukup tinggi tersebut dapat memberikan zat gizi yang sangat bagus untuk dikonsumsi oleh anak- anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang, selain rasanya gurih ternyata ceker ayam sangat kaya dengan kandungan omega 3 dan omega 6, masing-masing 187 mg dan 2,571 mg per 100 gram. Omega 3 dan omega 6 merupakan asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi kesehatan tubuh (Purwatiwidiastuti, 2011).

Ceker ayam biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pelengkap mie ayam, sup, dan makanan olahan lainnya ternyata ceker ayam ini juga dapat dibuat sebagai olahan tepung yang dapat dimanfaatkan untuk membuat makanan lain seperti roti, biskuit dan kripik. Selain itu ceker ayam sendiri relatif murah dan mudah di dapatkan ternyata ceker ayam juga mengandung omega 3 dan omega 6 yang dapat membantu partumbuhan otak dan mengurangi tekanan darah (Anonim, 2012).


(20)

Proses pembuatan tepung ceker yang diambil dari penelitian taufik ( 2004) yaitu pemasakan ceker pada suhu di 800 C selama satu jam, kemudian dilakukan perlunakan menggunakan outoclave pada suhu 1210 C selama 2 jam. Setelah ceker ayam lunak maka dilakukan proses penggilingan dengan menggunakan grinder dan proses pengeringan menggunakan alat drum dryer. Kemudian Proses pembuatan tepung ceker ayam ini sudah dimodifikasi dengan cara yaitu cuci dan bersihkan dari kuku, kulitnya dan dicincang- cincang kecil untuk memudahkan pengeringan dan penggilingan. Kemudian proses pengeringan menggunakan oven selama 2 jam, setelah ceker ayam kering lalu digiling menggunakan blender sampai halus dan diayak menggunakan saringan tepung.

Tepung ceker ayam dapat digunakan lebih lanjut untuk pengolahan pangan lain dengan harapan yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan, susunan utama pada ceker ayam adalah asam amino, kemudian ceker ayam juga mengandung zat kapur dan sejumlah mineral (Anonim, 2012).

Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, mineral sendiri digolongkan kedalam mineral makro dan mikro, mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari dan sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004).


(21)

ibu hamil untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada janin, dan kalsium yang dapat diserap dari makanan hanya berkisar 20-30 % dan sisanya dikeluarkan melalui feses. Kemudian angka kecukupan gizi rata- rata untuk kalsium bagi bayi adalah 300-400 mg/hari, anak –anak 500 mg/hari, remaja 600-700 mg/hari, sedangkan ibu hamil dan menyusui adalah 1200 mg/hari. Manfaat kalsium sendiri bagi tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mencegah terjadinya osteoporosis pada tulang (Almatsier, 2001).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya, tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari, disamping itu osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dann peminum alcohol dan kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor, konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari (Almatsier, 2004).

Hasil penelitian menunjukan bahwa tubuh manusia terkandung sekitar 22 gr kalsium perkilogram berat badan tanpa lemak, dari jumlah itu sekitar 99 % kalsium terdapat pada tulang dan gigi, dan kebutuhan tubuh akan kalsium sekitar 0,8 gram sehari (Poetrakartasa, 2005).

Menurut SNI (1992), biskuit merupakan produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan


(22)

bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang diizinkan.

Biskuit adalah produk pastry yang bahan dasarnya terdiri dari: gula, telur dan tepung terigu yang diaduk sekedar campur, dicetak tipis dan kecil-kecil diatas loyang pembakar, di oven dengan panas rendah, hasilnya kering dan renyah (Subagjo, 2007).

Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu, biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, dengan adanya penambahan bahan makanan lain seperti tepung ceker ayam diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang mengandung zat gizi makro saja, dan melalui pemanfaatan ceker ayam dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit , terlebih terhadap kandungan mineral seperti, zat besi, kalsium, dan fosfor yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan tulang dan gigi (Winarno,1997).

Selain itu, biskuit merupakan makanan kecil ringan yang sudah memasyarakat dan banyak dijumpain di pasaran, tokoh dan disupermarket. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya biskuit dihampir semua toko yang menjual makanan kecil diperkotaan maupun warung- warung di pelosok desa dan bukan hanya anak- anak saja yang sering mengkonsumsi biskuit tetapi remaja, ibu hamil dan lansia juga sering mengkonsumsi biskuit tersebut untuk makanan cemilan (anonim, 2010)

Biskuit merupakan makanan pelengkap yang cukup digemari di Indonesia, konsumsi biskuit sendiri perkapita di Indonesia tahun 1993 adalah 477,4 gram


(23)

terakhir ini. Kecenderungan meningkatnya konsumsi biskuit ini satu sama lain disebabkan oleh semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia dan meningkatnya selera konsumen terhadap makanan penunjang tersebut. Dengan melihat angka yang cukup tinggi mayarakat mengkonsumsi biskuit yang selama ini biskuit hanya lebih dinominan dengan zat gizi makro saja, maka dengan adanya penambahan bahan makanan seperti tepung ceker ayam akan dapat menambahkan zat gizi terutama pada kalsium yang berfungsi untuk mencegah terjadinya osteoporosis dan baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada anak-anak dan dapat memenuhi kebutuhan kalsium pada ibu hamil.

Biskuit yang terbuat dari tepung ceker ini cocok untuk ibu hamil yang mengandung tepung ceker yang kaya akan protein dan mineral seperti kalsium yang bermanfaat untuk petumbuhan tulang dan gigi. Biskuit yang terbuat dari tepung ceker ayam ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kalsium pada ibu hamil sekitar 1200 mg/hari . Karena biasa nya ibu hamil paling susah untuk makan dikarenakan ibu hamil sedang mengalami mual muntah, diharapkan ibu hamil trimester II yang tidak mengalami mual muntah dapat mengkonsumsi biskuit untuk menambah kandungan kalsium yang berfungsi untuk petumbuhan tulang dan gigi pada janin.

Dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penambahan bahan pangan kita dapat memanfaatkan ceker ayam yang kaya akan zat gizi diolah menjadi tepung untuk meningkatkan keragaman pangan (Suhardjo dkk, 1986).

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker dengan perbandingan 15%,20%, dan 25% dari berat tepung terigu dimana biskuit akan menghasilkan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunanaan


(24)

tepung ceker ini kepada masyarakat akan lebih efektif diterapkan sebagai bahan baku atau bahan tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal dimasyarakat, salah satunya adalah biskuit.

Penetapan dengan perbandingan sebesar 15%,20%, dan 25% ini telah dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang sulit untuk dicetak, dan sedangkan jika persentase terlalu kecil maka tidak akan menambah pengaruh terhadap rasa, aroma, tekstur terhadap penambahan tepung ceker.

Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba memanfaatkan ceker ayam dalam pembuatan biskuit. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul ”pemanfaatan tepung ceker ayam pada pembuatan biskuit dan uji daya terima.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan tepung ceker ayam pada kandungan gizi terutama kalsium pada pembuatan biskuit dan untuk meningkatkan nilai gizi dan uji daya terima.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung ceker ayam terhadap kandungan gizi terutama kalsium pada pembuatan biskuit dan daya terima.


(25)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh pemanfaatan ceker ayam terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator aroma.

2. Mengetahui pengaruh pemanfaatan ceker ayam terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator warna.

3. Mengetahui pengaruh pemanfaatan ceker ayam terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator rasa.

4. Mengetahui pengaruh pemanfaatan ceker ayam terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator tekstur.

5. Mengetahui kandungan zat gizi kalsium pada biskuit.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari pemanfaatan ceker ayam yang diolah dalam pembuatan biskuit.

2. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tidak cepat rusak.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai nilai gizi dari ceker ayam sebelum dan sesudah dilakukan diversifikasi.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam

Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, ternyata mampu mendukung kokohnya badan ayam yang melebar ke samping, tidak lurus seperti manusia. Bukan hanya itu, sepasang ceker juga menjadi modal utama seekor ayam untuk bertahan hidup, berlari, bertarung ( purwatiwidiastuti, 2011).

Ceker ayam sendiri memiliki kandungan protein dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan lemak dan karbohidrat, masing –masing sebanyak 19,8 per 100 gram ceker. Kemudian protein yang cukup tinggi tersebut dapat memberikan zat gizi yang sangat bagus untuk dikonsumsi oleh anak- anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang. Selain rasanya gurih ternyata ceker ayam sangat kaya dengan kandungan omega 3 dan omega 6, masing-masing 187 mg dan 2,571 mg per 100 gram. Omega 3 dan omega 6 merupakan asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi kesehatan tubuh (Purwatiwidiastuti, 2011).

Tulang sendiri merupakan jaringan tulang yang berbentuk padat dan kuat, dan tulang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung sel. Tulang sendiri berfungsi sebagai pembentuk, penegak tubuh serta pelindung bagian tubuh yang lemah, tulang juga merupakan gudang kalsium yang bila perlu dapat digunakan untuk mempertahankan kadar dalam darah (Hartono,1989).


(27)

Ceker ayam dapat didaya gunakan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, ceker ayam biasanya hanya digunakan untuk pembuatan sup dan mie ayam, tetapi ceker ayam jarang sekali dimanfaatkan oleh masyarakat karena masyarakat sendiri tidak mengetahui khasiat dan potensi dari kandungan zat gizi pada ceker ayam tersebut yang ternyata dapat dibuat menjadi tepung dan memilik kandungan zat gizi terutama pada kalsium.

Table 2.1. Komposisi Zat Gizi Per 100 Gram Ceker Ayam

Zat gizi Jumlah

Energy (kkal) 150

Protein (g) 19

Karbohidrat (g) 0,4

Lemak (g) 8

Vitamin A (IU) 100

Asam folat (mkg) 86

Kolin (mg) 13

Kalsium (mg) 88

Fosfor (mg) 83

Asam lemak omega 3 (mg) 187

Asam lemak omega 6 (mg) 2,571

Sumber : www. Nutritiondara.com (2008)

Tepung ceker ayam dapat digunakan lebih lanjut untuk pengolahan pangan lain dengan harapan yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan, susunan utama pada tulang ayam adalah asam amino, kemudian tulang ayam juga mengandung zat kapur dan sejumlah mineral. (Anonim,2012).

Tabel 2.2. Komposisi Tepung Ceker Ayam Per 100 Gram

Komposisi Tepung Tulang Jumlah

Kalsium 2,87 mg

Fosfor 1,70 mg

Protein 9.84 g

Lemak 3,16 g


(28)

2.2. Kalsium

Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme. Mineral sendiri digolongkan kedalam mineral makro dan mikro, mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari dan sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju, ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk tulang kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu, tempe, dan sayuran hijau merupakan kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila memakan makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier, 2004).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah, hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dann peminum alcohol dan kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D


(29)

dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari (Almatsier, 2004).

2.3. Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Table 2.3. Komposisi Zat Gizi Biskuit Per 100 Gram

Zat gizi Jumlah

Energy (kkal) 458

Protein (g) 6,9

Karbohidrat (g) 75,1

Lemak (g) 14,4

Vitamin A (IU) 0

Vitamin B1 (mg) 0,09

Vitamin C (mg) 0

Kalsium (mg) 62

Fosfor (mg) 87


(30)

Tabel 2.4. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 6%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 2%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Jenis tepung Terigu

10. Bau dan rasa Normal

11. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992). 2.3.1. Klasifikasi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis : 1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.


(31)

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.3.2. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, ragi dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008).

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

2. Gula

Manis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan gula. Gula merupakan salah satu bahan pemanis dalam pembuatan biskuit, gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa (Subagjo,2007).

3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah


(32)

satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

4. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

5. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

6. Telur

Dalam pastry produk egg merupakan raw material yang sangat penting karena setiap produk hampir semuanya mempergunakan telur, biasanya telur yang digunakan adalah telur ayam ras karena:


(33)

a. Jumlah telur ayam ras diusahakan secara besar sehingga untuk mempergunakan dalam jumlah besar tidak akan mengalami kesulitan. Kalau telur jenis ayam kampung belum diusahakan secara besar sehingga jumlahnya terbatas.

b. Volume ayam ras lebih besar dari ayam kampung, untuk telur normal mempunyai berat antara 42-70 gr.

7.Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

2.3.3. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit

Salah satu resep dalam membuat biskuit (Primarasa, 2004) adalah:

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 10 gram

3. Mentega 50 gram

4. Susu skim 10 gram

5. Baking Powder 5 gram 6. Garam ½ sdt 7. Kuning telur 2 butir

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur tepung terigu, garam, baking powder, susu bubuk, diadoni menjadi satu sampai merata.

2. Masukan mentega, kuning telur, garam, gula mixer menjadi satu kedalam adonan pertama.


(34)

3. Campurkan adonanan pertama dan kedua menjadi satu

4. Kemudian tunggu 30 menit untuk menghasilkan adonan mengembang. 5. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera

6. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi margarin

7. Panggang adonan hingga matang. 2.4. Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan


(35)

Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.


(36)

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.5. Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif.

Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.


(37)

Uji organoleptik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

2.6. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.


(38)

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.


(39)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Bagan di atas menjelaskan bahwa biskuit yang dimodifikasi dengan tepung ceker ayam akan mempengaruhi daya terima dan kandungan gizi biskuit.

2.8. Hipotesis Penelitian

1. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

2. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.

Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.

3. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Ha : Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Cita Rasa biskuit Aroma,Warna,Rasa

Tekstur Pemanfaatan tepung

ceker ayam dalam

pembuatan biskuit Kandungan Zat Gizi


(40)

4. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.

Ha: Ada pengaruh penambahan tepung ceker ayam terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari satu faktor yaitu tepung ceker ayam dengam 3 perlakuan penambahan tepung ceker ayam yaitu 15%, 20%, dan 25% (r =3) dengan symbol A1, A2, dan A3 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i= 1,2) pada saat proses pembuatan biskuit tepung ceker ayam dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung ceker ayam.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Tabel 3.1 Rincian Perlakuan Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 Y10 Y20

A2 Y11 Y21

A3 Y12 Y22

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung ceker ayam 15% A2 : Penambahan tepung ceker ayam 20% A3 : Penambahan tepung ceker ayam 25% Y10 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1 Y20 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2 Y11 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1 Y12 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2 Y21 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-1 Y22 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-2


(42)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Eksperimen dan pelaksanaan uji argonoleptik biskuit dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara (FKM USU), pengujian zat gizi kalsium pada biskuit dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai November 2013 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit dengan pemanfaatan tepung ceker ayam sebesar 15%, 20 %, 25%.

3.4. Defenisi Operasional

1. Biskuit adalah makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan tepung ceker ayam, lemak, bahan pengembang, dan penambahan bahan makanan lain yang diizinkan.

2. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan oleh biskuit ceker ayam yang dirasakan secara subyektif oleh indera penglihatan.

3. Rasa adalah daya terima panelis terhadap biskuit ceker ayam yang dirasakan secara subyektif oleh indra pengecap.

4. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh biskuit ceker ayam yang dibedakan oleh indra pencium.


(43)

6. Dilakukan pemeriksaan kandungan kalsium pada biskuit di Balai Riset dan Standardisasi Industri .

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Oven kue, timbangan, pisau, baskom/wadah, kompor, loyang, blender, mixer, sendok, ayakan tepung, talam, cetakan kue, labu kjeldhal 100 ml, alat penyulingan, hot plate, neraca analitik, pendingin, corong buncher, pompa vakum.

3.5.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat biskuit terdiri dari: tepung terigu, tepung ceker ayam, gula, telur, mentega, baking powder, garam dan ragi.

3.5.3. Bahan Pereaksi

Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian kadar kalsium terdiri dari: ammonium molibdat, ammonium metavanadat, aquadest, asam nitrat, larutan standart Ca, asam perklorat, HCL, HNO3, kalium hydrogen fosfat, spektrofotometer serapan atom, gelas ukur, pipet gelas, kertas saring 0,45 um, corong.

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam Untuk menghasilkan biskuit yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan. Perbandingan ukuran bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti tabel 3.2 berikut ini:


(44)

Table 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Ceker Ayam Hasil Modifikasi Resep.

Jenis bahan A1 A2 A3

Tepung Terigu 212,5gram 200 gram 187,5gram

Tepung Ceker Ayam 37,5gram 50 gram 62,5gram

Mentega 50 gram 50 gram 50gram

Gula Halus 10 gram 10 gram 10 gram

Baking Powder 3 gram 3 gram 3 gram Kuning Telur 2 butir 2 butir 2 butir

Garam ½ sdt ½ sdt ½ sdt

Susu bubuk 10 gram 10 gram 10 gram

Keterangan:

Berat total dari bahan utama = 125 gram

Tepung terigu 85% = 85% x 125 gram = 106,2 gram Tepung ceker ayam 15% = 15% x 125 gram = 18,75 gram Tepung terigu 80% = 80% x 125 gram = 100 gram Tepung ceker ayam 20% = 20% x 125 gram = 25 gram Tepung terigu 75% = 75% x 125 gram = 93,75 gram Tepung ceker ayam 25% = 25% x 125 gram = 31,25 gram

a. Prosedur Pembuatan Tepung Ceker Ayam Dapat di Lihat Pada Diagram di Bawah Ini :

Gambar 3.2. Diagram Pembuatan Tepung Ceker Ayam Ceker ayam yang segar

Prose pencucian dengan dibuang kuku dan kulit nya

Dipotong kecil-kecil

Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 1800 C selama 2 jam

Digiling menggunakan blender sampai halus

Kemudian diayak menggunakan saringan tepung


(45)

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung ceker ayam dilakukan dengan metode modifikasi dari penelitian taufik dari penelitian sebelumnya dengan bahan adalah ceker ayam. Metode yang digunakan hamper sama, tetapi pada tahap penggilingan dan alat tidak sama karena pada penelitian taufik menggunakan alat grinder. Sedangkan pada penelitian ini membersihkan ceker, kemudian dipotong keci- kecil lalu dikeringkan menggunakan oven selama 2 jam, setelah itu digiling menggunakan blender dan diayak sehingga menghasilkan tepung yang halus.

b.Prosedur Pembuatan Biskuit Tepung Ceker Ayam Dapat di Lihat Pada Tabel di Bawah Ini :

Gambar 3.3. Diagram proses pembuatan biskuit Mentega 100 gr

Gula halus 25 gr Kuning telur 2 butir Garam ½ sdt

Campurkan semua bahan dan dimixer

Kemudian ditambahkan

Tepung terigu 212,5 gr Tepung ceker ayam 37,5 gr Baking powder 5 gr Susu bubuk 10 gr 20 gr

Tepung terigu 200gr Tepung ceker ayam 50gr Baking powder 5 gr Susu bubuk 10gr

Tepung terigu 187,5 gr Tepung ceker ayam 62,5 gr Baking powder 5 gr Susu bubuk 10gr

Pengadukan dilanjutkan sehingga terbentuk adonan yang rata dan di diamkan selama 30 menit

Dicetak dan dipanggang pada suhu 1800 C selama 15-20 menit

Mentega 100 gr Gula halus 25 gr Kuning telur 2 butir Garam ½ sdt

Mentega 100 gr Gula halus 25 gr Kuning telur 2 butir Garam ½ sdt

Campurkan semua bahan dan di mixer

Campurkan semua bahan dan dimixer

Kemudian ditambahkan Kemudian ditambahkan


(46)

Bahan di atas menjelaskan tahapan- tahapan pembuatan biskuit tepung ceker ayam dengan penambahan tepung ceker ayam sebesar 15%, 20%, dan 25%. Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam melalui beberapa tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit. 2) Tahap pelaksanaan

- Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan.

a) Pencampuran

- Mentega, kuning telur dan garam dicampur dan dimixer sampai rata (campuran 1) - Tepung terigu, tepung ceker ayam, baking powder dan susu bubuk dicampur

kering (campuran 2)

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian diadoni selama 15 menit atau sampai adonan dapat dicetak dengan penggiling adonan.

b) Pembentukan atau pencetakan

- Adonan dicetak dengan cetakan atau dapat juga dicetak dengan dalam bentuk lingkaran.


(47)

c) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 180ºC, kemudian dipanggang selama 25-30 menit. Sedangkan untuk cetakan dalam bentuk bulat oven dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 150ºC dan dipanggang selama 15-20 menit.

d) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi keras/renyah. 3) Tahap penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur). Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis.

3.7. Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah


(48)

3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1 1. Panelis

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Syarat-syarat seseorang panelis adalah : a. Sehat (terutama orang untuk menguji) b. Tidak lelah

c. Tidak perokok d. Bisa bekerja sama 2. Pelaksanaan Penilaian


(49)

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit ceker ayam hasil percobaan dilaksanakan dilingkungan XXVII yang terletak di jalan veteran pasar 9 helvetia September 2013 .

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tepung ceker ayam, tepung terigu dengan variasi perbandingan 15%, 20% dan 25% dari jumlah tepung ceker ayam dan tepung terigu yang digunakan. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam.

1)Pengamatan Objektif

Pengamatan secara objektif dalam penentuan kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom).


(50)

Prinsip metode SSA adalah kelarutan logam akan mencapai kondisi maksimum pada derajat keasaman yang tinggi, hal ini akan dicapai pada pH 2-4. Kelarutan logam tersebut dapat diperbesar sehingga menaikkan temperatur. Larutan bahan disemprotkan melalui aspirator ke dalam nyala pada alat SSA, akan mengalami proses penguapan-pelarut, sublimasi akan menyerap sejumlah sinar. Jumlah sinar diserap akan sebanding dengan konsentrasi unsur yang dianalisis.

Cara kerja dalam menentukan kadar kalsium : 1. Ditimbang 5 gram sampel

2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih

3. Kemudian, abu ditambahkan dengan campuran larutan standart Ca dan Mg ke dalam tabung kimia.

4. Setelah itu, ditambahkan larutan Cl3 5. Sampel dianalisis dengan SSA Perhitungan :

Kadar setara Ca = × × × 100 %+ = × × × 100 %

3.8. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari


(51)

panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut

% = x 100

Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum= x 100% = x 100% = 100%

d. Persentase minimum = x 100%


(52)

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah = 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria = 66,7% : 3 = 22,2%  22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan criteria kesukaan sebagai berikut :

Table 3.4. Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan

Presentase (%) Criteria kesukaan

78 - 100 Suka

56 – 79,9 Kurang suka

34 – 55,99 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biskuit dengan berbagai perlakuan jumlah penambahan tepung ceker ayam, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu :

1. Uji Barlett, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi.

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama.

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan rumus sebagai berikut :

Uji analisis varians (anova), dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap (Rahayu, 1998).


(53)

Tabel 3.5 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah

kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung

F tabel *)

5% 1%

Perlakuan r-1=V1 JKP

( −1)

Galat (rt-1)-(r-1)=V2 JKG

( −1) −( −1)T

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan : F : Uji-F

r : jumlah perakuan t : jumlah Panelis

rumus :

1. Derajat Bebas (db)

a. db perlakuan = r-1

b. db galat =(rt-1)-(r-1)

c. db total = (rt-1)

2. Factor Koreksi (FK)

factor koreksi = ∑ )

3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total = ∑Yij2 – FK b. Jumlah Kuadrat Perlakuan =∑( ) −

4. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat Perlakuan


(54)

KT Galat Jumlah Kelompok 5. Kuadrat Total (KT)

a. KT Perlakuan =

b. KT galat =

6. F Hitung

F Hitung =

Bandingkan F.hitung dengan F. table

Lihat table F, dimana : pembilang = db perlakuan, penyebut = db galat Bila F.Hitung > F.Tabel = H0 di tolak, Ha diterima

Bila F.Hitung < F.Tabel = H0 diterima, Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5%

Bila F.Hitung > F. Tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Berdasarkan ketiga perlakuan yang telah dilakukan terhadap biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam maka dihasilkan biskuit yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar dan tabel 4.1 berikut ini :

A1 A2 A3

(Penambahan 15% ceker ayam) (Penambahan 20% ceker ayam) (Penambahan 25% ceker ayam)

Gambar 4.1 Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam Karakteristi

k

Biskuit

A1 A2 A3

Aroma Khas biskuit Beraroma ceker ayam Lebih beraroma ceker ayam

Rasa Khas biskuit, gurih

Gurih dan ada rasa ceker

ayam Khas ceker ayam

Warna Putih kekuningan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Tekstur Sedikit keras Renyah Renyah

Keterangan:

A1 : Penambahan Tepung Ceker Ayam 15% A2 : Penambahan Tepung Ceker Ayam 20% A3 : Penambahan tepung Ceker Ayam 25%


(56)

4.2 Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang ibu - ibu hamil trimester ke II, dikarenakan ibu hamil ditrimester ke II sudah tidak mengalami mual muntah, kebutuhan ibu hamil untuk mengkonsumsi kalsium juga sangat tinggi yang berfungsi untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada janin. Umur panelis berkisar 20-40 tahun. Pada saat diminta tanggapan/ penilaian panelis tidak dalam keadaan sakit karena jika dalam keadaan sakit maka umumnya indera akan terganggu sehingga untuk penilaian sangat tidak efektif.

4.3 Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker Ayam

Hasil analisa organoleptik warna biskuit tepung ceker ayam dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit Tepung Ceker Ayam

Warna Perlakuan Pembuatan Biskuit

Kriteria Sko r

A1 A2 A3

Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Suka

3 28 84 93,3

3 29 87

96,6

7 20 60

66,6 7 Kurang

Suka 2 1 2

2,22

1 2 2,22 5 10 11,1

1 Tidak

Suka 1 1 1

1,11 5 5

5,55

Total 30 87 96,6

6 30 89

98,8

9 30 75

83,3 3


(57)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil analisa organoleptik warna terhadap biskuit tepung ceker ayam 20% yang mendapat total skor tertinggi adalah 89 (98,89%) yaitu pada warna biskuit ceker ayam dengan kriteria suka. Sedangkan yang memilki skor terendah adalah warna biskuit ceker ayam 25% dan warna biskuit ceker ayam 15%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna biskuit yang dibuat dengan penambahan tepung ceker 20%.


(58)

Tabel 4.3 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Sumber

Keragaman Db JK KT 0,05 Keterangan

Perlakuan 2 3,8 1,9

7,04 3,11 Ada

perbedaan

Galat 87 23,3 0,27

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara biskuit ceker ayam terhadap warna biskuit yang dihasilkan (F (7,04) >F (3,11)). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ceker ayam dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna pada biskuit, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna

Perlakuan A3 A2 A1 Rata-rata skor warna

A2 – A3 = 3,0 – 2,5 = 0,5 > 0,37 A1 – A2 = 2,9 – 3,0 = 0,1 < 0,40 A1 – A3 = 2,9 – 2,5 = 0,4 > 0,37

2,5 3.0 2,9 Jadi A2≠ A3 Jadi A1 = A2 Jadi A1≠ A3 Berdasarkan Uji Ganda Duncan seperti dilihat tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit ceker ayam 15% tidak berbeda dengan 20%. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit ceker ayam 25% berbeda dengan kedua perlakuan yang lainnya.

4.4 Analisa Organoleptik Aroma Biskuit Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam

Hasil analisa organoleptik aroma biskuit ceker ayam dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :


(59)

Tabel 4.5 Hasil Analisa Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Ceker ayam

Aroma Perlakuan Pembuatan Biskuit

Kriteria Sko r

A1 A2 A3

Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Suka

3 23 69 76,6

7 27 81

90

19 57 63,3 3 Kurang

Suka 2 6 12

13,3

3 3 6

6,67

7 14 15,5

6 Tidak

Suka 1 1 1

1,11

4 4 0,44

Total 30 82 91,1

1 30 87

96,6

7 30 75

79,3 3 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil analisa organoleptik aroma pada biskuit yang mendapatkan total skor tertinggi adalah 87 (96,67%) yaitu pada aroma biskuit tepung ceker ayam 20% dengan kriteria suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam 15% dan 25%, dimana skor yang diperoleh juga berada pada kriteria kurang suka. Hal ini bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma biskuit yang dibuat dengan penambahan tepung ceker ayam sebanyak 20%.

Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Sumber

Keragaman Db JK KT 0,05 Keterangan

Perlakuan 2 2,4 1,2

120 3,11 Tidak ada

perbedaan

Galat 87 1,1 0,01

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan antara biskuit ceker ayam 15%, 20%, dan 25% terhadap aroma biskuit yang dihasilkan (F (120) <F (3,11)). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biskuit ceker ayam dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan.


(60)

4.5 Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Ceker ayam

Hasil analisa organoleptik rasa biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.7 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Ceker Ayam

Rasa Perlakuan Pembuatan Biskuit

Kriteria Sko r

A1 A2 A3

Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Suka

3 13 39 43,3

3 26 78

86,6

7 21 63

70 Kurang

Suka 2 16 41

45,5

6 4 12

13,3

3 3 6

6,67 Tidak

Suka 1 1 1

1,11

6 6 6,67

Total 30 81 90 30 90 100 30 75 83,3

4 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji organoleptik terhadap rasa biskuit tepung ceker ayam adalah 90 (100%) yaitu biskuit tepung ceker ayam 20%, dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam 25% dan 15%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar panelis menyukai rasa biskuit yang dibuat dengan penambahan tepung ceker ayam sebanyak 20%.

Tabel 4.8 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Sumber

Keragaman Db JK KT 0,05 Keterangan

Perlakuan 2 3,6 1,8

4,8 3,11 ada

perbedaan Galat 87 32,2 0,37

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara biskuit tepung ceker ayam 15% , 20% dan 25% terhadap rasa


(61)

biskuit yang dihasilkan (F (4,8) <F (3,11)). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung ceker ayam dengan berbagai variasi dapat memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel dibawah ini:

Tabel 4.9 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa

Perlakuan A2 A3 A1 Rata-rata skor rasa

A2 – A3 = 2,5 – 2,9 = 0,4 > 0,36 A1 – A3 = 2,4 – 2,5 = 0,1 < 0,38 A1 – A2 = 2,4 – 2,9 = 0,4 > 0,36

2,9 2,5 2,4 Jadi A2≠ A3 Jadi A1 = A2 Jadi A1≠ A3 Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit ceker ayam 15% tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit ceker ayam 20% berbeda dengan biskuit ceker ayam25%.

4.6. Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Ceker Ayam

Hasil analisa organoleptik tekstur biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini :


(62)

Tabel 5.0 Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Ceker Ayam

Tekstur Perlakuan Pembuatan Biskuit

Kriteria Sko r

A1 A2 A3

Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Panel is

Sko r

% Suka

3 21 63 70 23 69 76,6

7 14 42

46,6 7 Kurang

Suka 2 7 14

15,5

6 6 12

13,3

3 9 18

20 Tidak

Suka 1 2 2

2,22

1 1 1,11 7 7 7,78

Total 30 79 87,7

8 30 82

91,1

1 30 67

74,4 5 Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil analisa organoleptik tekstur pada biskuit tepung ceker ayam yang mendapatkan total skor tertinggi adalah 82 ( 91,11%) yaitu biskuit ceker ayam 20% dengan kriteria suka. Sedangkan yang memiliki total skor terendah adalah biskuit ceker ayam 25%.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai tekstur biskuit ceker ayam 20% .

Tabel 5.1 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Sumber

Keragaman Db JK KT 0,05 Keterangan

Perlakuan 2 4,2 2,1

1,75 3,11 Tidak Ada

Perbedaan

Galat 89 103,4 1,2

Berdasarkan analisis sidik ragam seperti hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara biskuit ceker ayam A1, A2 dan A3 terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan (F (1,75) >F (3,11)). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung ceker ayam dengan berbagai variasi tidak memberikan pengaruh pada setiap perlakuan.


(63)

4.7. Hasil Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam

Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit ceker ayam 15% yaitu 201,0 mg, pada biskuit ceker ayam 20% yaitu 237,9 mg, pada biskuit ceker ayam 25% yaitu 313,6 mg. Dilihat dari hasil ini kadar kalsium pada biskuit ceker ayam meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit atau dengan kata lain semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit.


(64)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Daya Terima Panelis Terhadap Warna Biskuit Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Ceker Ayam

Pengujian organoleptik terhadap warna oleh panelis menunjukkan bahwa biskuit ceker ayam 15%, 20% dan 25% yang paling disukai yaitu biskuit tepung ceker ayam 20%, sedangkan untuk biskuit tepung ceker ayam 25%dan 15% masih kurang disukai dari segi warna. Hal ini dikarenakan warna yang dihasilkan dari biskuit tepung ceker ayam 25% terlalu berbeda dengan warna biskuit pada dasarnya yaitu putih kekuningan sehingga lebih kelihatan tidak menarik.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap warna dari ketiga perlakuan pada biskuit yang dihasilkan (F (7,04) >F (3,11)) bermakna bahwa penambahan tepung ceker ayam dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Ganda Duncan terhadap warna dari ketiga perlakuan pada biskuit yang dihasilkan maka diketahui ada perbedaan secara nyata antara perlakuan dan berdasarkan Uji Ganda Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna yang paling disukai yaitu biskuit ceker ayam 20%.


(65)

Suatu makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memilki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik akan meningkatkan cita rasa suatu makanan ( Winarno,1997).

Penentuan mutu makanan dapat juga ditentukan dengan melihat warna suatu makanan tersebut. Dimana terkadang sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan selera dari konsumen.

Fungsi warna pada suatu makanan sangatlah penting, karna dapat membangkitkan selera makan. Warna makanan yang menarik dapat memengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga memepunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut (Winarno, 1997).

Warna juga dapat menandakan rasa suatu makanan. Bila warna suatu makanan menyimpang dari warna yang umumnya berlaku, makanan tersebut pastinya tidak akan dipilih oleh konsumen. Meskipun sesungguhnya makanan tersebut masih baik kondisinya. Meskipun demikian warna juga tidak selalu identik dengan suatu rasa tertentu (Astawan, 2008).

5.3 Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Biskuit Ceker Ayam dengan Berbagai Variasi Penambahan Ceker Ayam

Pengujian organoleptik terhadap aroma oleh panelis menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma biskuit ceker ayam 20% dengan skor tertinggi 87


(1)

Ternyata bH (0,82 ) < bc (0,935)  Ho ditolak, hal ini menjelaskan bahwa varians ketiga populasi darimana sampel ditarik sesungguhnya homogen (sama) sehingga dapat dilanjutkan dengan Uji Anova.

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit dengan Penambahan Ceker Ayam

1. Derajat Bebas (db)

a. db perlakuan = 3 – 1 = 2

b. db galat = (3 x 30 – 1) – (3-1) = 87 c. db jumlah = (3x 30) – 1 = 89

2. Faktor Koreksi (FK)

Faktor Koreksi =

 

30 3 228 2

x

= 577,6

3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah Kuadrat Total = 470 – 577,6 =107,6

b. Jumlah Kuadrat Perlakuan = 577,6 = 4,2

c. Jumlah Kuadrat Galat = 107,6 – 4,2


(2)

4. Kuadrat Total (KT)

a. Kuadrat Total Perlakuan =

2 2 , 4

= 2,1 b. Kuadrat Total Galat =

87 4 , 103

= 1,2

5. F Hitung

F Hitung = 2 , 1 1 , 2 = 1,75 Sumber

Keragaman db JK KT F Hitung

FTabel Keterangan

0,05

Perlakuan 2 4,2 2,1 1,75 3,11 Tidak Ada

Perbedaan

Galat 87 103,4 1,2

Total 89 107,6 3,3

Berdasarkan tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa FHitung >

FTabel sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tekstur pada setiap

perlakuan.

Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terhadap Hasil Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Oranoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit dengan Penambahan Ceker Ayam


(3)

9. Standard Error Rata-rata (S

y

)

Standard Error Rata-rata (S

y

) =

Kelompok Jumlah Galat KT = 30 2 , 1 = 0,2

10.Least Significant Ranges (LSR)

p 2 3

Range

Least Significant Ranges (LSR)

2,80 0,56

2,95 0,59

Keterangan :

P = Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji

Range = Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5 % dengan derajat bebas galat = 87 ~ 100


(4)

(5)

(6)