Menurut Wardoyo 1991, perairan yang ideal adalah perairan yang memiliki keseimbangan fisik, kimia dan biologi yang diperlukan bagi
kehidupan ikan dan organisme air lainnya dalam rangka menyelesaikan daur hidupnya.
2.7.1. Parameter Fisik – Kimia Perairan 2.7.1.1. Suhu Air
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan yang vital yaitu proses metabolisme bagi organisme di
perairan. Suhu air suatu perairan sungai berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, komposisi substrat, luas permukaan perairan yang langsung
mendapat sinar matahari, kekeruhan dan kecepatan reaksi kimia. Selain itu juga suhu air suatu perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan,
suhu air tanah dan air hujan, pertukaran panas antara udara dan air permukaan serta suhu air limpahan Perkins, 1974.
Suhu air di perairan yang mengalir lebih cepat berubah dibandingkan dengan suhu air pada air yang tergenang. Musim juga berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya suhu perairan. Pada musim hujan, suhu di bagian hulu cukup dingin sedangkan suhu di bagian hilir agak hangat Putri, 2001.
Naiknya suhu perairan sungai menurut Kristanto 2004 dapat menyebabkan :
a. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.
b. Meningkatnya kecepatan reaksi kimia.
c. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.
d. Kematian pada ikan dan hewan air dapat terjadi jika batas suhu yang
mematikan terlampaui.
2.7.1.2. Kekeruhan
Menurut Sugiharto 1987 kekeruhan merupakan ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar pengukuran keadaan air sungai.
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya ke dalam air, sehingga membatasi masuknya cahaya ke dalam air
Kristanto, 2004, akibatnya akan dapat menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan bentik Putri, 2001. Penurunan fotosintesis fitoplankton dan
bentik akan menyebabkan penurunan produktivitas perairan. Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung, dan
terurainya zat tertentu, seperti bahan organik, jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain yang melayang atau terapung dan sangat halus sekali. Semakin
keruh air, semakin tinggi daya hantar listriknya dan semakin banyak pula padatannya Kristanto, 2004.
Pada waktu banjir, sejumlah besar tanah lapisan atas mengalir ke dalam sungai. Kebanyakan bahan ini berupa zat-zat organik dan anorganik. Pada
daerah pemukiman, kekeruhan disebabkan pula oleh buangan penduduk dan industri, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah Sawyer, 1964.
Kekeruhan meningkat sesuai dengan peningkatan aliran sungai yakni pada musim hujan, serta menurun ke arah dasar perairan.
2.7.1.3. Padatan Terlarut dan Padatan Tersuspensi
Menurut Kristanto 2004, padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung
mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel
mikroorganisme dan sebagainya. Sedangkan padatan terlarut adalah padatan- padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan padatan
tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, meneral dan garam-garamnya. Misalnya, air limbah
pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang larut, sedangkan air limbah industri kimia sering mengandung mineral seperti Merkuri Hg,
Timbal Pb, Arsenik As, Kadmium Cd, Kromium Cr, Nikel Ni, serta garam Magnesium Mg dan Kalsium Ca yang mengandung kesadahan air.
Selain itu, air limbah juga sering mengandung sabun, detergen yang larut dalam air, misalnya pada limbah rumah tangga dan industri pencucian.
Padatan tersuspensi dan padatan terlarut dibedakan dengan penyaring berpori 0,45 mikron. Partikel yang lolos pada saringan ukuran tersebut dikenal
sebagai partikel terlarut, sedangkan partikel yang tidak lolos pada saringan tersebut dikenal sebagai partikel tersuspensi Putri, 2001. Padatan tersuspensi
akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga akan mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis, selain itu padatan
tersuspensi juga mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Selain mengandung padatan tersuspensi, air limbah juga mengandung
koloid, misalnya protein. Air limbah industri mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung pada jenis industrinya. Air
limbah industri makanan, terutama industri fermentasi, dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Jumlah
padatan tersuspensi dalam air dapat diukur dengan Turbidimeter. Padatan tersuspensi suatu sampel air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi
dalam suatu volume air tertentu, biasanya dinyatakan dalam miligram per liter atau ppm.
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan air buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan
air, buangan domestik maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Pescod 1973 menyatakan agar kandungan padatan tersuspensi tidak lebih dari 1000
mgl.
2.7.1.4. Derajat Kemasaman pH