13 Usaha pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan mencelup buah ke
dalam air panas yang bersuhu 48
o
C selama 20 menit. Pada suhu atau perlakuan tersebut sporangiospora akan mati. Di tempat penyimpanan, buah pepaya yang
telah terserang penyakit segera dipisahkan dan dimusnahkan agar tidak menular ke buah lain yang masih sehat Kalie, 1999.
D. Pengendalian Penyakit Pascapanen
Pengendalian yang dilakukan untuk menangani penyakit pascapanen buah- buahan sehingga dapat menekan laju perkembangan penyakit dan juga dapat
memperpanjang masa simpan buah-buahan adalah : 1. Pendinginan
Penurunan mutu produk segar seperti buah-buahan dan sayuran dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kesalahan penanganan pada saat panen,
terutama karena pengaruh temperatur. Aktifitas enzim yang mengatur metabolisme produk sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap kenaikan
temperatur sebesar 10
o
C akan meningkatkan aktifitas enzim dua sampai empat kali. Semakin tinggi aktifitas enzim, semakin cepat terjadi penurunan produk.
Pendinginan merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk menghambat penurunan mutu produk Long et al., 1986 di dalam Novitaningsih,
1993. Penyimpanan di bawah suhu 15
o
C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin chilling storage. Penyimpanan dingin merupakan
salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan dan sayur-sayuran. Disamping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat
pengawet kimia. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang
disimpan Watkins, 1971. Perlu diperhatikan bahwa buah pepaya dapat rusak karena suhu
rendahdingin kerusakaan fatal bila disimpan pada suhu rendah tetapi di atas titik beku air. Kerusakan oleh suhu rendah ini antara lain terlihat sebagai berubahnya
warna kulit menjadi abu-abu, terbentuknya lubang-lubang pada kulit dan buah tidak merata menjadi masak warna buah jelek dan juga rasanya pun tidak enak.
14 Guna mencegah kerusakan oleh suhu rendah, sebaiknya buah pepaya
disimpan pada suhu 10 – 15
o
C. Kisaran ini disebabkan oleh varietas, tingkat masak buah, lokasi, pengaruh musim pada buah, dan sebagainya.Pracaya, 1998.
2. Iradiasi Iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah. Iradiasi termasuk salah satu cara fisika dalam pengawetan makanan seperti halnya pemanasan, pendinginan, dan pembekuan
Maha, 1985 di dalam Risnawati, 1993. Iradiasi mengakibatkan penundaan kematangan, serangan serangga minimal, dan hambatan kerusakan buah-buahan
oleh mikroba. Pengaruh ini dapat menghasilkan perpanjangan umur simpan atau penghancuran organisme yang mengadakan kontaminasi Pantastico, 1986.
Menurut Hermana 1991 di dalam Risnawati 1993, dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam pangan dan merupakan faktor
kritis pada iradiasi pangan. Seringkali, untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang
digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya, jika menggunakan dosis berlebihan, bahan pangan mungkin
akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen. Besarnya dosis iradiasi yang dipakai dalam pengawetan makanan
tergantung pada jenis makanan dan tujuan iradiasi. Tabel 1 menunjukkan dosis yang dibutuhkan untuk meradiasi pangan tertentu. Jumlah energi yang diserap
dinyatakan dalam gray Gy, yaitu energi yang dihasilkan radiasi pengion yang diserap bahan per satuan massa. Satu Gy setara dengan satu joule per kg satuan
radisai yang lama, rad, setara dengan 0.01 Gy. Penelitian tentang pengawetan makanan dengan iradiasi di Indonesia
telah dimulai sejak tahun 1967, dan sampai sekarang telah cukup banyak memperoleh hasil. Sedangkan di luar negeri, banyak negara-negara yang sudah
menyetujui proses iradiasi misalnya di Amerika Serikat, proses iradiasi untuk kentang disahkan tahun 1965, di Kanada tahun 1960, di Israel tahun 1967 dan
negara-negara lainnya menyusul kemudian Hermana, 1991 di dalam Risnawati, 1993.
15 Tabel 5. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan
Tujuan Dosis kGy
b
Produk Dosis rendah sampai 1
kGy Pencegahan pertunasan
Pembasmian serangga dan disinfeksi parasit
Pelambatan proses fisiologi 0.05-0.15
0.15-0.50 0.50-1.0
Kentang, bawang putih, bawang , bawang bombay, jahe
Serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, daging
babi segar Buah dan sayuran segar
Dosis menengah 1-10 kGy Perpanjangan masa simpan
Pembasmian mikroorganisme perusak
patogen Perbaikan sifat teknologi
pangan 1.0-3.0
1.0-7.0
gh 2.0-7.0
Ikan dan arbei segar. Hasil laut segar dan beku,
daging dan daging unggas segarbeku.
Anggur meningkatkan hasil sari, dan sayuran kering
mengurangi waktu pemasakan.
Dosis tinggi 10-50 kGy
c
Pensterilisasi-industri kombinasi dengan panas
sedang Pensterilan bahan tambahan
makanan tertentu dan komponennya
30-50 10-50
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, dan
makanan steril di rumah sakit.
Rempah-rempah, sediaan enzim, dan gum alami.
a
Hermana, 1991 di dalam Risnawati, 1993
b
Gy: gray – unit yang menunjukkan dosis terserap
c
Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAOWHO belum menyetujui penggunaan dosis tinggi
Penggunaan iradiasi pada pepaya dengan dosis 75-100 krad 0.75-1 Gy tidak mempengaruhi kerentanan jaringan terhadap penyakit pascapanennya.
Ketahanan organisme-organisme pembusukan terhadap kisaran takaran ini berbeda-beda. Misalnya, pada biakan buatan, baik spora-spora Fusarium maupun
Colletotrichum mempunyai ketahanan yang tinggi selama perkecambahan, namun
16 koloni-koloni Fusarium seluruhnya terbunuh dan 75 dari koloni-koloni
Colletotrichum dapat mempertahankan diri Buddenhagen dan Kojima, 1966 di dalam Pantastico, 1986. Penyinaran-penyinaran dengan takaran rendah tidak
dapat mengendalikan pembusukan dalam penyimpanan. Suatu kombinasi perlakuan yang terdiri atas penyinaran dan fumigasi dengan fungisida 2-AB lebih
efektif untuk mengendalikan pembusukan daripada penyinaran atau fumigasi saja, tetapi tidak begitu efektif seperti perlakuan dengan air panas ditambah dengan
penyinaran Buddenhagen dan Kojima, 1966 di dalam Pantastico, 1986. 3. Penggunaan fungisida
Menurut Horsfall 1956 fungisida berasal dari bahasa latin yang terdiri atas dua kata yaitu fungus cendawan, jamur dan caedo membunuh, jadi secara
harfiah fungisida berarti pembunuh cendawan atau jamur. Cendawan adalah makhluk hidup tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun klorofil
oleh karena itu cendawan termasuk konsumen seperti binatang dan bukan produsen seperti tanaman hijau Horsfall, 1956.
Pemberian suatu fungisida kepada komoditi yang telah dipanen, dapat mencegah penularan melalui luka-luka. Suatu spora jamur atau suatu bakteri yang
hinggap dalam luka pada permukaan buah, jika tidak dihambat maka akan segera berkembang dan menginfeksi jauh ke dalam sehingga akan sulit diberantas.
Waktu antara penularan dan perlakuan yang berhasil baik bergantung suhu dan kelembapan sekitarnya, kemasakan buah, laju pertumbuhan patogen, dan sifat
perlakuan dengan fungisidanya. Menurut Pantastico 1986 pertumbuahan- pertumbuhan petogen seperti Gloeosporium, Thielaviopsis, Botrydiplodia,
Rhizopus dan Geotricum dalam lingkungan tropika terjadi dengan cepat, dan perlakuan dengan fungisida secara konvensional yang ditujukan untuk mencegah
infeksi harus dilakukan dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah pemanenan. Pemberian fungisida ini sebagai disinfektan.
Campuran fungisida yang bersifat energetik seperti TBZ 2-4-thyazolyl benzamidazole dengan AOAP merupakan suatu garam metal alkali dari
orthophenyphenol tetrahydrate dapat digunakan secara efektif untuk menghambat pertumbuhan dan sporulasi kapang yang menyebabkan kebusukan buah-buahan
Hanson, 1976 di dalam Noorhakim, 1992. Campuran fungisida tersebut tanpa
17 diikuti efek sampingan yang kurang baik. Menurut FDA Food and Drug
Administration penggunaan TBZ pada buah-buahan tidak lebih dari 2 ppm berdasarkan berat dan untuk AOAP adalah tidak lebih dari 10 ppm. Contoh
fungisida yang dapat digunakan untuk buah-buahan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 6. Contoh fungisida yang dapat digunakan pada buah-buahan dan sayuran
Komoditi FungisidaBakterisida
Konsentrasi Pisang
Pepaya Nenas
Jeruk Apel
Jambu biji Kentang
Wortel Cabe
Ketimun Tomat
SOPP FLITT-406
Benlate-50 Thiobendazole-60
SOPP FLITT-406
SOPP FLITT-406
Benlate-50 Thiobendazole-60
SOPP SOPP
FLITT-406 SOPP
SOPP SOPP
FLITT-406 Chlorax
SOPP Chlorax
FLITT-406 Benlate-50
Thiobendazole-60 0.5
0.4 0.1
0.2
0.5 0.5
0.25 0.4
0.1 0.1
0.5 0.5
0.4 0.05-0.1
0.25 0.5
0.4 0.2
0.5 0.5
0.4 0.1
0.1
Sumber : Setyowati dan Budiarti 1992 di dalam Nugroho 2002.
Fungisida yang sering digunakan adalah Benlate-50, yang dikenal dengan nama perdagangan benonyl dan nama kimianya adalah ester metil 1-butil
karbomil-2-benzimidazole dari asam karbonat. Cara pembuatan larutan fungisida
18 benlate 50 yang disesuaikan dengan metode CFTRI Central Food
Technological Research Institut, Mysore adalah fungisida dilarutkan dalam air dengan konsentrasi tertentu 0.10 – 0.20 . Fungisida ini dalam konsentrasi
tinggi dapat mengendalikan busuk pangkal buah dengan baik, tidak menimbulkan luka-luka pada kulit buah dan tidak mempengaruhi rasa. Namun, pemakaian
benomyl masih harus menunggu izin kesehatan untuk pemakaiannya. 4. Perlakuan panas Heat Treatment
Perlakuan panas heat treatment pada buah-buahan dan sayur-sayuran untuk mengendalikan penyakit dan disinfestasi hama telah digunakan selama
beberapa tahun. Perlakuan ini dapat memperlambat kebusukan dan memperpanjang masa simpan produk pangan.
Metode yang dipergunakan untuk perlakuan panas buah-buahan dan sayuran antara lain menggunakan air panas HWT, uap panas VHT dan udara
panas HAT digunakan untuk mengendalikan jamur dan hama serta untuk mempelajari respon suatu komoditas terhadap suhu tinggi.
Heat treatment sebagai salah satu teknologi karantina, efektif untuk mengatasi masalah hama pascapanen. Tetapi perlakuan ini juga dapat
menyebabkan kerusakan produk. Penggunaan suhu tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Pada mangga ’Irwin’ pencelupan dalam
air panas memberikan hasil yang terbaik dilakukan pada suhu 47.2
o
C selama 90 menit, dalam hal ini suhu pusat buah mangga mencapai 46.5
o
C Rokhani et al., 2000. Perlakuan panas menggunakan uap telah dilakukan pada Mangga Tommy
Atkins dengan suhu 46
o
C selama 160, 220, atau 260 menit dan suhu 50
o
C selama 120, 180, atau 240 menit.
Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50-60
o
C sampai 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab penyakit pada komoditas tersebut.
Menurut Lurie 1998, pencelupan buah-buahan dalam air panas pada suhu 46
o
C membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas
menggunakan suhu 40-50
o
C sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah dan sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat
dilakukan dalam hitungan menit pada suhu diatas 50
o
C Lurie, 1998.
19 Pada beberapa komoditi, perlakuan panas dapat mempertahankan kadar
gula. Sebagai contoh perlakuan panas dengan air suhu 45
o
C selama 3 jam sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon mencegah kehilangan sukrosa
yang dapat terjadi pada buah yang tidak diberi perlakuan panas selama penyimpanan. Kecenderungan adanya tekanan panas media telah digunakan
dalam perkembangan perlakuan panas ini untuk mencegah kerusakan komoditi selama pemberantasan hama penyakit dan jamur penyebab penyakit Lurie, 1998.
E. Pelilinan