Kekerasan Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Dan Pelilinan Terhadap Mutu Pepaya

38 efektivitas dalam menahan laju peningkatan susut bobot. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena dengan pemberian konsentrasi yang tidak tepat pada pepaya dapat merusak atau memecah struktur dalam sel buah sehingga menyebabkan peningkatan susut bobot. Perlakuan terbaik dalam menahan laju susut bobot adalah penambahan asap cair konsentrasi 1 yaitu 4.0267 uji duncan susut bobot hari ke-20. Dalam penelitian ini, nilai susut bobot cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur penyimpanan buah. Dari keseluruhan pengamatan terhadap susut bobot menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi asap cair sebesar 1 dengan pelilinan mempunyai hasil yang optimum.

2. Kekerasan

Penundaan penurunan kekerasan atau penundaan pelunakan adalah salah satu indikator untuk memperpanjang umur simpan pepaya. Pelunakan terjadi pada tahap klimakterik, umumnya akibat pemecahan dinding sel dan pelarutan pektin. Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman khususnya di sela-sela selulosa dan hemi selulosa. Senyawa pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Protopektin merupakan istilah untuk senyawa-senyawa pektin yang tidak larut, yang banyak terdapat pada jenis tanaman muda Winarno, 1997. Enzim-enzim pembentuk pektin pada lamella tengah yaitu Pektin Methyl Esterase PME dan Polygalakturonase PG meningkat aktivitasnya pada waktu buah mengalami pemasakan. Aktivitas enzim tersebut mengakibatkan pemecahan pektin menjadi senyawa-senyawa lain Kartasapoetra, 1989. Proses pemasakan dapat menambah jumlah zat-zat pektin yang dapat larut dalam air dan mengurangi bagian yang tidak terlarut sehingga mengakibatkan sel mudah terpisah-pisah. Hal ini dapat mengakibatkan buah menjadi lunak Pantastico, 1986. Pengukuran kekerasan dimulai hari ke-0, selanjutnya dilakukan 4 hari sekali selama 20 hari. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Rheometer tipe CR-300. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil pengukuran dapat diketahui kekerasan pada semua perlakuan mempunyai kecenderungan menurun. Menurunnya kekerasan terjadi karena degradasi pektin yang dikatalis oleh enzim esterase yang menghasilkan asam poligalakturanat 39 bebas dan methanol serta enzim poligalakturonase. Pengurangan ketegangan juga berhubungan dengan pembentukan pektin yang larut dalam air. Proses respirasi membutuhkan air yang diambil dari sel sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan air pada sel yang membuat sel kehilangan kekerasannya. Semakin cepat laju respirasi, maka semakin cepat pula penurunan kekerasannya. Pada hari ke-0 sebelum disimpan, rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, pada perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1 sebesar 3.63 kgf, konsentrasi 5 sebesar 3.59 kgf, konsentrasi 10 sebesar 3.55 kgf, dan pada kontrol sebesar 4.12 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada perlakuan asap cair konsentrasi 1 sebesar 3.83 kgf, konsentrasi 5 sebesar 3.59 kgf, konsentrasi 10 sebesar 3.65 kgf, dan pada kontrol sebesar 3.46 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-0 sebesar 3.68 kgf. Pada pengamatan hari ke-0 nilai kekerasan pada masing-masing perlakuan dan kontrol tidak begitu berbeda karena pepaya masih segar sebelum disimpan dan belum banyak mengalami proses respirasi sehingga kekerasan pada masing-masing perlakuan baik pada pelilinan dan tanpa pelilinan hampir sama. Pada hari ke-4, rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, pada perlakuan asap cair konsentrasi 1 sebesar 3.31 kgf, konsentrasi 5 sebesar 3.30 kgf, konsentrasi 10 sebesar 3.25 kgf, dan pada kontrol sebesar 3.07 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada konsentrasi 1 sebesar 3.52 kgf, konsentrasi 5 sebesar 3.59 kgf, konsentrasi 10 sebesar 3.31 kgf, dan pada kontrol sebesar 3.28 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-4 sebesar 3.32 kgf Gambar 11. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui perlakuan sudah mulai berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya pada hari ke-4. Perlakuan konsentrasi asap cair, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah. Menurut uji lanjut Duncan, asap cair dengan konsentrasi 1 tidak berbeda nyata terhadap asap cair dengan konsentrasi 5 dan konsentrasi 10 tetapi berbeda nyata terhadap kontrol. 40 Gambar 5. Nilai kekerasan pepaya hari ke-4 Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa pepaya kontrol sudah mulai melunak dan mempunyai nilai kekerasan yang paling rendah daripada perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi asap cair ternyata dapat mempertahankan nilai kekerasan pada buah, dengan kata lain asap cair berfungsi sebagai pengawet. Pepaya dengan perlakuan asap cair konsentrasi 1 dengan pelilinan mempunyai nilai kekerasan tertinggi, dilanjutkan oleh perlakuan asap cair konsentrasi 5 dengan pelilinan kemudian perlakuan asap cair konsentrasi 10 dengan pelilinan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair, nilai kekerasan tidak akan semakin tinggi. Pada hari ke-8 rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, perlakuan asap cair pada konsentrasi 1 sebesar 3.10 kgf, konsentrasi 5 sebesar 2.71 kgf, konsentrasi 10 sebesar 2.69 kgf, dan pada kontrol sebesar 2.52 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1 sebesar 3.42 kgf, konsentrasi 5 sebesar 2.94 kgf, konsentrasi 10 sebesar 2.91 kgf, dan pada kontrol sebesar 2.75 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-8 sebesar 2.88 kgf. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya. Pada uji lanjut 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20 3.30 3.40 3.50 3.60 Kontrol 1 5 10 Konsentrasi asap cair K ek era sa n k g f Tanpa pelilinan Pelilinan 41 Duncan, perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan konsentrasi asap cair yang lainnya. Perlakuan asap cair dengan konsentrasi 5, konsentrasi 10 dan kontrol tidak berbeda nyata. Pada hari ke-12, rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, pada perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1 sebesar 2.37 kgf, konsentrasi 5 sebesar 2.33 kgf, konsentrasi 10 sebesar 1.74 kgf, dan pada kontrol sebesar 1.39 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada konsentrasi 1 sebesar 3.03 kgf, konsentrasi 5 sebesar 2.59 kgf, konsentrasi 10 sebesar 2.30 kgf, dan pada kontrol sebesar 1.74 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-12 sebesar 2.18 kgf. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya. Menurut uji lanjut Duncan, kontrol berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi 1 dan 5 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 10 yang diujikan. Perlakuan konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan konsentrasi 10 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 5. Pada hari ke-16, rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, pada konsentrasi 1 sebesar 1.80 kgf, konsentrasi 5 sebesar 1.38 kgf, konsentrasi 10 sebesar 1.06 kgf, dan pada kontrol sebesar 0.88 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada konsentrasi 1 sebesar 2.41 kgf, konsentrasi 5 sebesar 2.05 kgf, konsentrasi 10 sebesar 1.53 kgf, dan pada kontrol sebesar 1.15 kgf. Rata- rata pada pengamatan hari ke-16 sebesar 1.53 kgf. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya. Pada uji lanjut Duncan, perlakuan konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan konsentrasi yang lainnya. Perlakuan konsentrasi 5 berbeda nyata terhadap kontrol dan konsentrasi yang lainnya. Perlakuan konsentrasi 10 tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Pada hari ke-20, rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan tanpa pelilinan antara lain, pada konsentrasi 1 sebesar 1.02 kgf, konsentrasi 5 42 sebesar 0.81 kgf, konsentrasi 10 sebesar 0.52 kgf, dan pada kontrol sebesar 0.46 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada konsentrasi 1 sebesar 1.66 kgf, konsentrasi 5 sebesar 1.15 kgf, konsentrasi 10 sebesar 1.12 kgf, dan pada kontrol sebesar 0.81 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-20 sebesar 0.94 kgf. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya. Pada uji lanjut Duncan, perlakuan konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan konsentrasi yang lainnya. Perlakuan konsentrasi 5 tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 10 namun berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan konsentrasi 10 tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Dalam penelitian ini, rata-rata nilai kekerasan pepaya menurun seiring dengan bertambahnya umur penyimpanan buah. Hal ini terjadi karena pecahnya protopektin menjadi zat dengan berat molekul yang lebih rendah karena aktivitas enzim poligalakturonase. Enzim ini menguraikan propektin dengan komponen utama asam galakturonat sehingga larut dalam air dan mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat satu dengan yang lain. Turunnya daya kohesi inilah yang menyebabkan buah menjadi lunak. Dari keseluruhan pengamatan terhadap kekerasan terlihat bahwa pemberian perlakuan konsentrasi asap cair sebesar 1 dengan pelilinan mempunyai hasil yang paling optimum.

3. Total Padatan Terlarut