42 sebesar 0.81 kgf, konsentrasi 10 sebesar 0.52 kgf, dan pada kontrol sebesar
0.46 kgf. Sedangkan rata-rata nilai kekerasan pepaya pada perlakuan dengan pelilinan antara lain pada konsentrasi 1 sebesar 1.66 kgf, konsentrasi 5 sebesar
1.15 kgf, konsentrasi 10 sebesar 1.12 kgf, dan pada kontrol sebesar 0.81 kgf. Rata-rata pada pengamatan hari ke-20 sebesar 0.94 kgf. Berdasarkan hasil analisis
sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap
kekerasan pepaya. Pada uji lanjut Duncan, perlakuan konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan konsentrasi yang lainnya. Perlakuan
konsentrasi 5 tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 10 namun berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan konsentrasi 10 tidak berbeda nyata terhadap
kontrol. Dalam penelitian ini, rata-rata nilai kekerasan pepaya menurun seiring
dengan bertambahnya umur penyimpanan buah. Hal ini terjadi karena pecahnya protopektin menjadi zat dengan berat molekul yang lebih rendah karena aktivitas
enzim poligalakturonase. Enzim ini menguraikan propektin dengan komponen utama asam galakturonat sehingga larut dalam air dan mengakibatkan lemahnya
dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat satu dengan yang lain. Turunnya daya kohesi inilah yang menyebabkan buah menjadi lunak. Dari
keseluruhan pengamatan terhadap kekerasan terlihat bahwa pemberian perlakuan konsentrasi asap cair sebesar 1 dengan pelilinan mempunyai hasil yang paling
optimum.
3. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut akan meningkat cepat ketika buah mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring lama penyimpanan. Total padatan
terlarut biasanya dindentifikasikan sebagai kandungan gula pada produk, namun total padatan terlarut sebenarnya adalah kandungan karbohidrat pada produk.
Menurut Kays 1991 karbohidrat terdapat dalam jumlah melimpah dalam tanaman dan mewakili 50-80 berat kering tanaman. Karbohidrat sederhana
seperti gula sukrosa dan fruktosa merupakan ciri kualitas yang sangat penting pada berbagai produk pascapanen. Pada buah pepaya dan buah klimakterik
lainnya terjadi perubahan pati menjadi gula yang memberikan rasa manis dan juga
43 berfungsi sebagai prekursor berbagai komponen aroma dan cita rasa. Heddy,
Susanto dan Kurniati 1994 di dalam Kurniati 2004 menambahkan zat yang termasuk golongan karbohidrat adalah gula, dekstrin, pati, selulosa, hemiselulosa,
pektin, gum, dan beberapa karbohidrat yang lain. Kandungan gula dalam suatu produk ikut dipengaruhi laju respirasi dari produk yang bersangkutan, dimana
kadar gula akan semakin meningkat apabila laju respirasinya menurun, begitu sebaliknya.
Dari hasil pengukuran Lampiran 5 diketahui bahwa pada semua perlakuan dan kontrol nilai total padatan terlarut cenderung menurun seiring
dengan waktu penyimpanan, namun pada asap cair konsentrasi 1 nilai total padatan terlarut cenderung konstan. Penurunan nilai total padatan terlarut
disebabkan karena terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air. Pada proses selanjutnya, kadar gula menurun, hal ini
disebabkan karena hidrolisa pati sedikit sedangkan proses respirasi meningkat dan sintesa asam yang mendegradasi gula juga berjalan terus.
Perubahan total padatan terlarut pada kontrol mengalami peningkatan sampai hari ke-12 dan kemudian nilainya menurun sampai hari ke-20. Pada
kontrol dengan pelilinan mempunyai rata-rata nilai total padatan terlarut sebesar 12.4
o
Brix pada hari ke-0 dan selalu meningkat sebesar 12.70° Brix pada hari ke- 12 kemudian mengalami penurunan sampai 10.04°Brix pada hari ke-20.
Sedangkan pada kontrol tanpa pelilinan mempunyai rata-rata nilai total padatan terlarut sebesar 11.22
o
Brix pada hari ke-0 dan meningkat sebesar 12.69°Brix pada hari ke-4 kemudian nilainya menurun sampai 8.38° Brix pada hari ke-20.
Pada hari ke-0 perlakuan asap cair konsentrasi 1 tanpa pelilinan mempunyai rata-rata nilai total padatan terlarut sebesar 11.64°Brix dan
mengalami kenaikan pada hari ke-4 menjadi 11.83°Brix kemudian menurun pada hari ke-8 sebesar 11.17°Brix, mengalami kenaikan lagi sebesar 11.91°Brix pada
hari ke-12 dan cenderung menurun hingga hari ke-20 yaitu sebesar 110.84°Brix. Pada perlakuan konsentrasi 5 tanpa pelilinan dan perlakuan konsentrasi 10
tanpa pelilinan, rata-rata nilai total padatan terlarut mengalami penurunan selama proses penyimpanan, yaitu sebesar 11.61°Brix pada hari ke-0 menurun menjadi
9.34°Brix pada hari ke-20 dan sebesar 12.04°Brix pada hari ke-0 menurun
44 menjadi 8.73°Brix pada hari ke-20. Pada perlakuan pelilinan mempunyai
kecenderungan yang hampir sama dengan perlakuan pelilinan. Pada perlakuan konsentrasi 1 tanpa pelilinan mempunyai rata-rata nilai total padatan terlarut
yang cenderung konstan sampai hari ke-20. Nilai total padatan terlarut awal hari ke-0 sebesar 11.71°Brix mengalami kenaikan sampai hari ke-8 menjadi
12.74°Brix dan kemudian bergerak turun sampai hari ke-20 yaitu sebesar 12.32°Brix. Pada perlakuan konsentrasi 5 dengan pelilinan dan perlakuan
konsentrasi 10 dengan pelilinan, rata-rata nilai total padatan terlarut mengalami penurunan selama proses penyimpanan sama seperti perlakuan konsentrasi tanpa
pelilinan, yaitu sebesar 12.79°Brix pada hari ke-0 menurun menjadi 8.94°Brix pada hari ke-20 dan sebesar 12.21°Brix pada hari ke-0 menurun menjadi
8.38°Brix pada hari ke-20. Dari Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan asap cair konsentrasi 1
dengan pelilinan memiliki nilai total padatan terlarut terbesar dan perlakuan konsentrasi 10 dengan pelilinan memiliki nilai total padatan terlarut terkecil.
Hasil optimal yang dicapai oleh perlakuan asap cair konsentrasi 1 bahwa asap cair mampu mempertahankan nilai total padatan terlarut buah, hal ini
menunjukkan bahwa asap cair dapat memperlambat metabolisme jaringan buah dan proses pematangannya menjadi lama, selain itu perlakuan konsentrasi asap
cair 1 dapat menghambat aktivitas mikroba sehingga buah dapat bertahan sampai hari ke-20. Namun semakin tinggi perlakuan konsentrasi asap cair nilai
total padatan terlarutnya semakin rendah. Konsentrasi asap cair yang tinggi tidak dapat menghambat kematangan dan cenderung mempercepat proses kematangan,
selain itu diduga kandungan senyawa kimia terutama senyawa asam pada asap cair yang tinggi dapat merusak sel-sel dalam buah sehingga mempercepat
kebusukan buah. Selain itu dalam Gambar 6. menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan pelilinan mempunyai nilai total padatan terlarut yang lebih tinggi
dibanding perlakuan tanpa pelilinan untuk semua perlakuan konsentrasi asap cair dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan lapisan lilin pada
pepaya dapat menekan laju peningkatan total padatan terlarut, karena stomata pada kulit pepaya tertutup sehingga proses respirasi dan transpirasi berkurang dan
menghambat proses pematangan buah.
45
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
KONTROL 1
5 10
Konsentrasi asap cair T
o ta
l p a
d a
ta n
T e
r la
r u
t B r
ix
tanpa pelilinan pelilinan
Gambar 6. Nilai Total Padatan Terlarut pepaya hari ke-16 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
konsentrasi, perlakuan pelilinan dan interaksi konsentrasi asap cair dengan pelilinan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya pada tiap hari
pengamatan. Menurut uji lanjut Duncan perlakuan mulai berbeda nyata setelah hari ke-12 sampai akhir pengamatan hari ke-20. Pada hari ke-16 nilai total
padatan terlarut pepaya perlakuan asap cair konsentrasi 1 berbeda nyata terhadap pepaya kontrol dan perlakuan konsentrasi 5 serta perlakuan konsentrasi
10.
4. Total Cendawan