Latar Belakang Analisis kapasitas perikanan tangkap dalam rangka pengelolaan armada penangkapan di Provinsi Gorontalo

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi kelautan memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pembangunan dan merupakan aset negara yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat. Selama ini sektor perikanan telah memberikan kontribusi yang cukup nyata, tidak saja dalam menyediakan sumber pangan tetapi juga dalam menyumbang ekonomi pada tingkat lokal maupun secara nasional. Pentingnya sumberdaya ini menurut laporan FAO yang diedarkan bulan Maret 2005 tentang The State of World Fisheries and Aquaculture SOFIA menyatakan bahwa 3 sumberdaya ikan masih dibawah tingkat eksploitasi optimumnya, 23 pada tahap moderat yang artinya produksinya masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah yang kecil, 52 telah penuh dieksploitasi, 16 telah dieksploitasi secara berlebihan dan melampaui batas optimum produksi, 5 telah dalam status deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus, dan hanya 1 yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi Nikijuluw, 2005. Selanjutnya hasil evaluasi FAO dari 16 wilayah perairan laut di dunia menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan dan kelautan di perairan Indonesia telah mencapai puncak pemanfaatannya. Oleh karena itu, pembangunan perikanan tangkap kedepan tidak akan diekspansi seperti tahun-tahun sebelumnya. Indonesia perlu melakukan upaya pengelolaan sumberdaya ikan secara berhati-hati, sehingga ikan yang masih ada dapat melakukan pemulihan stok dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan Nikijuluw, 2002. Wilayah perairan Provinsi Gorontalo merupakan daerah populasi berbagai jenis ikan pelagis, demersal, maupun ikan karang. Teluk Tomini merupakan salah satu daerah ruaya jenis-jenis ikan pelagis besar yang diduga merupakan bagian dari daerah ruaya yang sangat luas mencakup Laut Pasifik, dan Laut Maluku. Untuk perairan utara Gorontalo meliputi perairan teritorial Laut Sulawesi dan ZEE Zona Ekonomi Eksklusif. Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo 2004 bahwa potensi perikanan tangkap di kedua perairan tersebut diperkirakan sebesar 82 160 tontahun. Secara jelas potensi sumberdaya ikan di masing-masing wilayah perairan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Wilayah dan potensi perikanan di Provinsi Gorontalo No. Lokasi Panjang km Luas km Potensi tontahun Potensi Lestari kmtontahun 1 Teluk Tomini 320 7 400 32 560 4.4 2 ZEE Sulawesi 270 40 000 36 000 0.9 3 Teritorial Laut Sulawesi - 3 100 13 600 4.4 Jumlah 590 50 500 82 160 9.7 Dalam periode lima tahun 2001–2005 produksi perikanan tangkap meningkat rata-rata 14.05 per tahun, yaitu dari 23 231 ton pada tahun 2001 menjadi 37 896 ton pada tahun 2005. Pada periode tersebut produksi penangkapan ikan di laut mengalami kenaikan 14.49 per tahun, atau meningkat dari 22 413 ton pada tahun 2001 menjadi 37 036 ton pada tahun 2005 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, 2005. Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan Komnaskajiskan bahwa wilayah pengelolaan perikanan WPP Provinsi Gorontalo tercakup dalam WPP 7 Teluk Tomini dan Laut Seram dan WPP 8 Samudera Pasifik dan Laut Sulawesi. Selanjutnya dijelaskan bahwa sumberdaya ikan demersal dan sumberdaya ikan pelagis kecil dalam kategori moderat, sumberdaya ikan pelagis besar sudah pada kategori full exploited di WPP 7 dan sumberdaya ikan demersal dan sumberdaya ikan pelagis kecil kategori uncertain, sumberdaya ikan pelagis besar dalam kategori overfishing di WPP 8 Komnaskajiskan, 2007. Peran sektor perikanan akan semakin signifikan apabila ditopang dengan data dan informasi yang berkaitan dengan perikanan diketahui dan dipahami dengan baik. Dalam konteks demikian maka kapasitas seluruh komponen yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan harus diketahui agar usaha pengelolaan suatu wilayah perairan dapat dilakukan dengan baik sehingga perlu ada pemahaman untuk peningkatan agar produktivitas yang dicapai dapat mendekati potensi yang optimal. Data dan informasi yang tersaji masih sangat bersifat umum dan belum memberikan alternatif pengelolaan yang terarah. Sulitnya pembatasan input terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi sebuah permasalahan dan dilema bagi semua komponen dalam pengelolaan di wilayah ini. Untuk pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan maka perlu dilakukan terobosan dalam kaitan pembatasan input yang digunakan. Pembatasan input sangat berhubungan erat dengan konsep kapasitas perikanan. Menurut Wiyono 2005 konsep kapasitas perikanan telah menjadi wacana hangat bagi pakar perikanan dalam berbagai pertemuan ilmiah, dan terus mengalami penyempurnaan baik dari aspek konsep, metoda maupun pelaksanaannya. Sebagai acuan bersama, fishing capacity kemudian diartikan sebagai kemampuan input perikanan unit kapal yang digunakan dalam memproduksi output hasil tangkapan, yang diukur dengan unit penangkapan atau produksi alat tangkap lain. Secara sederhana, fishing capacity adalah kemampuan unit kapal perikanan dengan segala aspeknya untuk menangkap ikan. Tentu saja kemampuan ini akan bergantung pada volume stok sumberdaya ikan yang ditangkap baik musiman maupun tahunan dan kemampuan alat tangkap ikan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, overcapacity kemudian diterjemahkan sebagai situasi dimana berlebihnya kapasitas input perikanan armada penangkapan ikan yang digunakan untuk menghasilkan output perikanan hasil tangkapan ikan pada level tertentu. Overcapacity yang berlangsung terus menerus pada akhirnya akan menyebabkan overfishing, yaitu kondisi dimana output perikanan hasil tangkapan ikan melebihi batas maximumnya Di wilayah pantai kelebihan kapasitas dapat mempercepat dan memperburuk kondisi kesejahteraan nelayan tradisional, stok sumberdaya ikan menjadi overexploited atau bahkan terkuras habis, adanya penurunan hasil tangkapan, nelayan skala kecil berhenti dan tidak melakukan aktifitas penangkapan sehingga banyak alat tangkap yang tidak digunakan dan difungsikan sebagaimana mestinya. Kondisi open access menambah buruk permasalahan ini karena semua kelompok jenis perikanan baik skala besar dan skala kecil akan melakukan penangkapan di perairan pantai karena memiliki daya tarik yang tinggi. Berdasarkan sifat wilayah yang open access maka potensi sumberdaya ikan di perairan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan yang berada di Provinsi Gorontalo. Perairan ini juga dimanfaatkan oleh nelayan yang mencakup beberapa wilayah yaitu nelayan Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, bahkan juga oleh nelayan Sulawesi Selatan. Uraian diatas mengungkapkan bahwa kapasitas perikanan tangkap di wilayah perairan selatan dan utara menghadapi permasalahan yang serius untuk ditelaah. Perkembangan kegiatan penangkapan yang tidak dikendalikan menyebabkan kegiatan perikanan ini tidak efisien. Pilihan terbaik bagi strategi pengembangan mungkin dengan melakukan kajian kapasitas perikanan. Kapasitas perikanan digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pegelolaan perikanan di suatu wilayah. Bila penilaian terhadap kapasitas perikanan menghasilkan keputusan yang mengarah kepada tingkat over capacity maka diperlukan kebijakan untuk mengembalikannya ke kondisi yang aman. Pendekatan kapasitas perikanan akan digunakan sebagai suatu konsep pengelelolaan perikanan tangkap di perairan Gorontalo. Pendekatan ini juga merupakan himbauan dari FAO untuk pengelolaan perikanan tangkap di seluruh negara di dunia Wiyono, 2005. Berdasarkan alasan tersebut maka dianggap penting untuk dilakukan penelitian tentang “Analisis Kapasitas Perikanan Tangkap dalam Rangka Pengelolaan Armada Penangkapan di Provinsi Gorontalo”. Hal ini merupakan suatu usaha kontribusi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan tidak mengabaikan peran ketersediaan sumberdaya perikanan dan kelautan.

1.2 Perumusan Masalah