Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Medan Kesimpulan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Medan

Berdasarkan Peraturan Walikota Medan Nomor 43 tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan bahwa organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan terdiri dari : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kota 2. Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Umum, Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan dan Sub Bagian Penyusunan Program. 3. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari Seksi Kesehatan Dasar, Seksi Kesehatan Rujukan dan Seksi Kesehatan Khusus 4. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan terdiri dari Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Seksi Wabah dan Bencana dan Seksi Kesehatan Lingkungan 5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan terdiri dari Seksi Perencanaan dan Pendayagunaan, Seksi Pendidikan dan Pelatihan serta Seksi Registrasi dan Akreditasi. 6. Bidang Kefarmasian, Jaminan, dan Sarana Kesehatan terdiri dari Seksi Kefarmasian, Seksi Jaminan Kesehatan dan Seksi Sarana Peralatan Kesehatan 7. Unit Pelaksanan Tekhnis UPT 8. Kelompok Jabatan Fungsional 50 Universitas Sumatera Utara

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 29 orang, terdiri dari; 5 orang dari unsur kantor dinas kesehatan dan sebanyak 24 orang dari puskesmas Kota Medan. Karakteristik informan dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan dan masa kerja. Hasil penelitian menunjukkan informan lebih banyak pada kelompok umur 45- 56 tahun, yaitu sebanyak 15 orang, selebihnya pada kelompok umur 35-44 tahun dan 25-34 tahun, masing-masing sebanyak 8 orang dan 5 orang . Berdasarkan tingkat pendidikan lebih banyak S1, yaitu sebanyak 16 orang, SLTA sebanyak 8 orang, tingkat pendidikan S2 sebanyak 3 orang selebihnya D3, yaitu sebanyak 2 orang. Sedangkan berdasarkan masa kerja lebih banyak pada kelompok masa kerja 3-10 tahun, yaitu sebanyak 12 orang, masa kerja pada kelompok 11-18 tahun sebanyak 6 orang, masa kerja pada kelompok 19-26 tahun sebanyak 9 orang, selebihnya masa kerja pada kelompok 27-34 tahun sebanyak 2 orang. Berdasarkan jenis kelamin informan lebih banyak perempuan, yaitu sebanyak 22 orang selebihnya laki-laki, yaitu sebanyak 7 orang. Distribusi identitas informan berdasarkan unit tugas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Karakteristik Informan Berdasarkan Unit Tugas No Karakteristik Informan Dinas Kesehatan Kepala Puskesmas Petugas Obat Puskesmas Jumlah 1 Umur tahun 25 - 34 5 5 35 - 44 3 3 2 8 45 - 56 2 9 5 16 Total 5 12 12 29 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Lanjutan No Karakteristik Informan Dinas Kesehatan Kepala Puskesmas Petugas Obat Puskesmas Jumlah 2 Pendidikan SLTA 8 8 D III 2 2 S1 4 10 2 16 S2 1 2 3 Total 5 12 12 29 3 Masa kerja tahun 3 – 10 3 2 7 12 11 – 18 1 5 6 19 – 26 1 5 3 9 27 – 34 2 2 Total 5 12 12 29 4 Jenis Kelamin Laki-laki 3 4 7 Perempuan 2 8 12 22 Total 5 12 12 29 4.3. Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional 4.3.1. Data Dasar dan Sumber Data yang dibutuhkan Merencanakan Kebutuhan Obat Puskesmas Hasil wawancara dengan informan dari Dinas Kesehatan Kota Medan tentang data dasar yang dibutuhkan dalam merencanakan kebutuhan obat puskesmas dapat disimpulkan bahwa data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan obat Puskesmas terdiri dari : data penyakit, data pemakaian obat tahun sebelumnya, jumlah kasus penyakit dan stok akhir. Sedangkan berdasarkan sumber data dapat disimpulkan Universitas Sumatera Utara bahwa data bersumber dari semua Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar ditambah laporan pemakaian obat masing-masing puskesmas LPLPO. Berdasarkan keakuratan data jawaban informan relatif sama, yaitu menyatakan data yang ada akurat dan per bulan tidak dibagi 12 bulan tetapi sejumlah bulan obat tersebut tersedia. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Matrik Jawaban Informan tentang Data Dasar dan Sumber Data yang dibutuhkan Pertanyaan Jawaban Informan 1 Kepala Gudang Farmasi Informan 2 Kepala Seksi Kefarmasian Merencanakan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN data apa yang dibutuhkan Secara khusus dalam era JKN belum ada perubahan, seperti biasa, yaitu terdiri dari jumlah penggunaan obat per hari, kemudian penggunaan obat per bulan serta mengacu kepada data kasus-kasus penyakit terbesar saja tahun sebelumnya. Pemakaian obat pada tahun lalu, jumlah kasus penyakit pasien yang berkunjung ke puskesmas dan disesuaikan dengan stok obat akhir tahun. Darimana sumber data untuk merencanakan kebutuhan obat Puskesmas Catatan pemakain obat bulanan kemudian dari resep pemakaian obat. Kemudian biasanya ada rekapan pemakaian obat dari puskesmas LPLPO. Ya… ada arsipnya pada pemegang atau pengelola obat gudang farmasi atau instalasi farmasi kemudian dari LPLPO Bagaimana tentang keakuratan data kebutuhan obat Datanya akurat, karena yang memegang datanya pengelola obat Puskesmas dan ditambah rekapan pemakaian obat puskesmas Kalau pemakaian obat akurat perhitungan rata-rata pakai per bulan tidak dibagi 12 bulan tetapi sejumlah bulan obat tersebut tersedia. Hasil jawaban informan 1 dan 2 kemudian ditriangulasi kepada kepala bidang kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Medan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi dapat disimpulkan bahwa data dasar yang dibutuhkan dalam Universitas Sumatera Utara perencanaan obat terdiri dari: alokasi dana, rekapitulasi data penyakit dan rekapitulasi pemakaian obat tahun sebelumnya. Berdasarkan sumber data dapat disimpulkan bahwa data bersumber dari semua puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar ditambah laporan catatan pemakaian obat pada bagian farmasi serta LPLPO dari Puskesmas. Sedangkan berdasarkan keakuratan data dapat disimpulkan bahwa keberadaan data sangat meyakinkan keakuratannya. Adapun jawaban informan sebagai triangulasi disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Data Dasar dan Sumber Data yang dibutuhkan Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Merencanakan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN data apa yang dibutuhkan Dalam era JKN belum ada perubahan, pemakaian obat tahun yang lalu, perkiraan peningkatan kunjungan pasien ke puskesmas, dan kebutuhan obat riil. Namun dalam hal ini ada salah satu elemen yang sangat penting, yaitu masalah alokasi dana. Darimana sumber data untuk merencanakan kebutuhan obat puskesmas Bagian obat masing-masing Puskesmas, catatan pengelola obat yang berkaitan dengan kebutuhan obat dan catatan pemakaian obat harian, bulanan, tahunan ataupun LPLPO Bagaimana tentang keakuratan data kebutuhan obat Datanya akurat, karena masing-masing Puskesmas memiliki catatan pengeluaran dan penerimaan tersendiri, sehingga hal inilah sebagai alasan menyatakan datanya akurat Berdasarkan informasi tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat data dasar hasil kompilasi pemakaian obat yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan obat puskesmas. Universitas Sumatera Utara

4.3.2. Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat

Hasil wawancara dengan informan tentang pemilihan jenis dan jumlah obat dalam merencanakan kebutuhan obat Puskesmas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan jumlah dan jenis obat kebutuhan Puskesmas berpedoman kepada jumlah obat yang banyak digunakan, yaitu berdasarkan pemakaian rata-rata per bulan x 18 bulan menjaga buffer stok, kemudian merekap usulan kebutuhan Puskesmas dan selanjutnya dikoreksi sesuai dengan obat-obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan mengacu kepada Fornas dan E-catalog Berdasarkan ketentuan yang harus dimiliki dinas kesehatan dalam pengadaan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN informan menyatakan mengacu kepada E-catalog dan satu orang informan yang lain menyatakan pengadaan obat dinas kesehatan mengacu kepada peraturan-peraturan antara lain perpres No 70, permenkes, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, permenkes tentang fornas, tentang E-purchasing dan E-catalog. Sedangkan ketersediaan obat sesuai dengan jumlah dan jenisnya informan menyatakan ada yang sesuai dan ada yang tidak sesuai namun diupayakan sesuai dengan jumlah dan jenis yang dibutuhkan dan ketersediaan obat dipengaruhi juga oleh anggaran, prosedur dan sistem yang berlaku terkait dengan pengadaan obat, kemampuan pemasok untuk memenuhi permintaan. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.4. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4. Matrik Jawaban Informan tentang Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat Pertanyaan Jawaban Informan 1 Kepala Gudang FarmasiInstalasi Farmasi Informan 2 Kepala Seksi Kefarmasian Bagaimana cara menentukan jumlah dan jenis obat kebutuhan puskesmas Berpedoman kepada jumlah obat yang banyak digunakan kemudian dilihat pemakaian rata-rata per bulan x 18 bulan menjaga buffer stok Merekap usulan kebutuhan Puskesmas dan selanjutnya dikoreksi sesuai dengan obat- obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mengacu kepada Fornas dan E-catalog. Apakah ada ketentuan yang harus dimiliki dinas kesehatan dalam pengadaan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN Dalam era JKN ini tentunya sudah harus mengacu ke proses pengadaan dengan e-katalog Pengadaan obat dinas kesehatan mengacu kepada peraturan-peraturan antara lain perpres No 70 tahun 2012, permenkes, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, permenkes tentang fornas, tentang e-purchasing dan E-catalog . Apakah selama ini ketersediaan obat sesuai dengan jumlah dan jenisnya Sebesar 80 sesuai dengan permintaan selebihnya 20 tidak sesuai Diupayakan sesuai dengan jumlah dan jenis yang dibutuhkan. Tetapi ketersediaan obat dipengaruhi juga oleh anggaran, prosedur dan sistem yang berlaku terkait dengan pengadaan obat, kemampuan pemasok untuk memenuhi permintaan. Hasil jawaban informan 1 dan 2 kemudian ditriangulasi kepada kepala bidang kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Medan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi dapat disimpulkan bahwa cara menentukan jumlah dan jenis obat kebutuhan puskesmas, yaitu merekap usulan kebutuhan obat Puskesmas dan selanjutnya dikoreksi sesuai dengan obat-obat yang dibutuhkan untuk pelayanan Universitas Sumatera Utara kesehatan kemudian disesuaikan dengan ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas kesehatan. Ketentuan yang harus dimiliki dinas kesehatan dalam pengadaan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN mengacu kepada peraturan-peraturan antara lain Perpres No 70 tahun 2012, permenkes, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, permenkes tentang fornas, tentang e-purchasing dan E-catalog. Sedangkan ketersediaan obat ada beberapa item tidak sesuai. Bila kebutuhan obat tidak tersedia di gudang farmasi untuk Puskesmas maka petugas obat mengupayakan obat yang ekuivalen dengan obat yang dibutuhkan tersebut. Adapun jawaban informan sebagai triangulasi disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Bagaimana cara menentukan jumlah dan jenis obat kebutuhan puskesmas Berdasarkan usulan kebutuhan obat Puskesmas dan mengacu kepada daftar LPLPO puskesmas serta pemakaian obat puskesmas satu tahun kebelakang kemudian ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas kesehatan. Apakah ada ketentuan yang harus dimiliki dinas kesehatan dalam pengadaan kebutuhan obat puskesmas dalam era JKN Ada…. yaitu mengacu kepada aturan mengacu kepada peraturan-peraturan antara lain perpres No 70, permenkes, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, permenkes tentang fornas, tentang e-purchasing dan E-catalog. Apakah selama ini ketersediaan obat sesuai dengan jumlah dan jenisnya Ada beberapa item tidak sesuai. Bila membutuhkan obat yang tidak tersedia di gudang farmasi untuk puskesmas maka bagian farmasi mengupayakan obat yang ekuivalen sesuai dengan kebutuhan puskesmas. Universitas Sumatera Utara

4.3.3. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Hasil wawancara dengan informan tentang proses perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas dapat disimpulkan bahwa cara merencanakan kebutuhan obat puskesmas adalah koordinasi dengan semua unit puskesmas dan kepala instalasi farmasi dinas kesehatan Kota Medan untuk menentukan jenis dan jumlah obat serta mengacu kepada LPLPO tahun yang lalu. Cara mengetahui jumlah kebutuhan untuk setiap jenis obat adalah mengacu kepada hasil rekapan obat, setelah ada rekapan obat dari situlah dapat diketahui jumlah kebutuhan setiap jenisnya. Berdasarkan sistim perencanaan kebutuhan obat maka berpedoman kepada alokasi dana dan pemakaian obat kemudian dibuat rekapitulasi usulan kebutuhan. Puskesmas menyampaikan usulan kebutuhan obat ke dinas kesehatan melalui instalasi farmasigudang farmasi kemudian dilihat pemakaian setiap tahun berjalan menggunakan metode konsumsi serta dilakukan koreksi apakah obat yang diminta sudah memenuhi aturan yang berlaku Sedangkan langkah-langkah merencanakan kebutuhan obat dimulai dari penyusunan rencana kebutuhan obat yang diperoleh dari kompilasi data Puskesmas kemudian disesuaikan dengan stok yang ada dan aturan yang berlaku untuk pengadaan obatnya. Cara mengevaluasi kebutuhan obat mengacu kepada kebutuhan obat Puskesmas dievaluasi dengan memperhatikan pola permintaan obat melalui LPLPO, selain itu juga meminta keadaan stok obat di Puskesmas yang disesuaikan dengan stok obat yang ada di instalasi farmasi. Pengetahuan informan tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN dapat disimpulkan bahwa Universitas Sumatera Utara kedua informan tidak mengetahui secara mendalam tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas, sehingga mereka tidak mengetahui bahwa hal ini terkait dalam perencanaan obat. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Matrik Jawaban Informan tentang Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Pertanyaan Jawaban Informan 1 Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Informan 2 Kepala Seksi Kefarmasian Bagaimana cara merencanakan kebutuhan obat puskesmas Ya... kan ..... sudah ada blanko disediakan di dinas kesehatan, yaitu dari LPLPO itu Koordinasi dengan semua unit Puskesmas dan kepala gudang farmasi dinas kesehatan Kota Medan diawali dengan merekap data yang disampaikan Puskesmas ke instalasi farmasi kemudian diolah menjadi rencana kebutuhan obat tahun berikutnya. Bagaimana cara mengetahui jumlah kebutuhan untuk setiap jenis obat Mengacu kepada hasil rekapan obat, setelah ada rekapan obat dari situlah dapat diketahui jumlah kebutuhan setiap jenisnya Jumlah setiap jenis kebutuhan itu diperoleh berdasarkan hasil rekapan pemakaian obat, biasanya rekapan obat satu tahun berlalu dan dibandingkan dengan sebelumnya. Bagaimana sistim perencanaan kebutuhan obat Berdasarkan kebutuhan Puskesmas, dan direncanakan berpedoman kepada alokasi dana dan pemakaian obat kemudian dibuat rekapitulasi usulan kebutuhan. Puskesmas menyampaikan usulan kebutuhan obat ke dinas kesehatan melalui instalasi farmasigudang farmasi kemudian dilihat pemakaian setiap tahun berjalan menggunakan metode konsumsi serta dilakukan koreksi apakah obat yang diminta sudah memenuhi aturan yang berlaku, kalau untuk saat ini acuannya fornas ya, setelah dicek maka disusunlah rencana kebutuhan Universitas Sumatera Utara Tabel 4.6 Lanjutan Pertanyaan Jawaban Informan 1 Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Informan 2 Kepala Seksi Kefarmasian Bagaimana langkah-langkah merencanakan kebutuhan obat Berkoordinasi dengan kefarmasian di dinas kesehatan dan kepala gudang farmasi. Kemudian ditentukan jenis dan jumlah obat serta disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia. Dimulai dari penyusunan rencana kebutuhan obat yang diperoleh dari kompilasi data puskesmas kemudian disesuaikan dengan stok yang ada dan aturan yang berlaku untuk dilanjutkan dengan pengadaan obatnya Bagaimana cara mengevaluasi kebutuhan obat Mengacu kepada laporan permintaan dan pemakaian obat Mengacu kepada Kebutuhan obat Puskesmas dievaluasi dengan memperhatikan pola permintaan obat melalui LPLPO, selain itu juga kita selalu meminta keadaan stok obat di Puskesmas yang disesuaikan dengan stok obat di instalasi farmasi Apakah perencana obat mengetahui tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN Tidak tahu secara detail itemnya...... saya baru mendengar 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN Pernah dengar tapi belum tau tahu apa aja...... karena sampai saat ini belum tau tentang jenis penyakit apa yang ditangani tersebut Hasil jawaban informan 1 dan 2 kemudian ditriangulasi kepada kepala bidang kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Medan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang cara merencanakan kebutuhan obat Puskesmas dapat disimpulkan bahwa pelaksana farmasi berkoordinasi dengan unit pelayanan, kemudian dikerjakan oleh pelaksana farmasi kompilasi data dari setiap Puskesmas. Universitas Sumatera Utara Kemudian dilakukan analisa perhitungan dan dikaitkan dengan alokasi dana yang tersedia. Sedangkan cara mengetahui jumlah kebutuhan untuk setiap jenis obat adalah melakukan Rata-rata pemakaian per bulan x 12 - stok dan menghitung kerasionalan obat. Sistim perencanaan kebutuhan obat dapat disimpulkan bahwa perencanaan kebutuhan obat menggunakan metode konsumsi dan kasus penyakit, standar pengobatan dasar agar mendekati pengobatan yang rasional. Langkah-langkah merencanakan kebutuhan obat dapat disimpulkan bahwa pelaksana farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan berkoordinasi dengan Puskesmas untuk mengisi blangko yang disediakan Dinas Kesehatan, kemudian blangko dikembalikan ke DKK untuk usulan kebutuhan obat dalam 1 tahun. Informan memberikan jawaban bahwa cara mengevaluasi kebutuhan obat adalah melalui perencanaan, kompilasi, pengalokasian dana. Kemudian dilakukan evaluasi ketersediaan obat, tingkat kecukupan obat obat yang lebih dan obat yang kurang. Pengetahuan informan tentang 144 diagnosa penyakit relatif sama, informan sudah tahu, tetapi tentang jenis penyakit apa yang ditangani puskesmas kami belum paham. Adapun jawaban informan sebagai triangulasi disajikan pada Tabel 4.7. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Bagaimana cara merencanakan kebutuhan obat Puskesmas Pelaksana farmasi berkoordinasi dengan unit pelayanan, kemudian dikerjakan oleh pelaksana farmasi kompilasi data dari setiap Puskesmas. Kemudian dilakukan analisa perhitungan dan dikaitkan dengan alokasi dana yang tersedia. Bagaimana cara mengetahui jumlah kebutuhan untuk setiap jenis obat Rata-rata pemakaian per bulan x 12 - stok dan menghitung kerasionalan obat Bagaimana sistim perencanaan kebutuhan obat Melalui metode konsumsi dan kasus penyakit, standar pengobatan dasar agar mendekati pengobatan yang rasional Bagaimana langkah- langkah merencanakan kebutuhan obat Pelaksana farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan berkoordinasi dengan Puskesmas untuk mengisi blangko yang disediakan Dinas Kesehatan, kemudian blangko dikembalikan ke DKK untuk usulan kebutuhan obat dalam 1 tahun Bagaimana cara mengevaluasi kebutuhan obat Perencanaan, kompilasi, pengalokasian dana langsung bisa dievaluasi ketersediaan obat, tingkat kecukupan obat obat yang lebih dan obat yang kurang Apakah perencana obat mengetahui tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN Sudah tahu, tetapi informasi tentang jenis penyakit apa yang ditangani Puskesmas, kami belum paham. 4.3.4. Penetapan Kebutuhan Obat Hasil wawancara dengan informan tentang penetapan kebutuhan obat dapat disimpulkan bahwa cara menetapkan kebutuhan obat dalam era JKN, yaitu merevisi obat-obat berdasarkan LPLPO Puskemas yang tidak sesuai dengan peraturan kemudian disepakati melalui tim perencana obat, kemudian tim perencana Universitas Sumatera Utara mengusulkan kebutuhan obat untuk ditetapkan. Berdasarkan langkah-langkah menetapkan kebutuhan obat dalam era JKN dimana usulan obat yang diajukan disesuaikan dengan E-catalog. Jenis obat yang tidak ada didalam E-catalog akan diberi tanda. Kendala yang ditemui dalam penetapan kebutuhan obat puskesmas adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Artinya ada beberapa jenis obat yang tidak ada dalam E-catalog. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.8 Tabel 4.8. Matrik Jawaban Informan tentang Penetapan Kebutuhan Obat Pertanyaan Jawaban Informan 1 Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Informan 2 Kepala Seksi Kefarmasian Bagaimana cara menetapkan kebutuhan obat Puskesmas dalam era JKN Setelah kebutuhan obat diseleksi oleh bagian kefarmasian dan disepakati melalui tim perencana obat, maka tim perencana mengusulkan kebutuhan obat untuk ditetapkan Merevisi obat-obat LPLPO puskemas yang tidak sesuai dengan peraturan, misalnya ada obat yang tidak sesuai dengan levelnya sebagai fasilitas kesehatan tingkat 1 kemudian kebutuhan obat tersebut disesuaikan dengan Fornas sebagai rujukan. Bagaimana langkah-langkah menetapkan kebutuhan obat dalam era JKN Usulan obat yang diajukan akan dibahas kembali terkait dengan alokasi dana Usulan obat yang diajukan direkap disesuaikan dengan E-catalog. Jenis obat yang tidak ada didalam E-catalog akan diberi tanda Kendala apa saja yang ditemui dalam penetapan kebutuhan obat puskesmas Bagi tim perencana kebutuhan obat yang direncanakan kemudian ditetapkan sebgai kebutuhan ternyata tidak semua dapat dipesan karena harus disesuaikan dengan aturan. Kendala yang ditemui adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Artinya ada beberapa jenis obat yang tidak ada dalam E-catalog Universitas Sumatera Utara Hasil jawaban informan 1 dan 2 kemudian ditriangulasi kepada kepala bidang kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Medan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang menetapkan kebutuhan obat Puskesmas dapat disimpulkan bahwa pertama sekali dilakukan seleksi kemudian tim perencana obat, akan mengusulkan kebutuhan obat untuk ditetapkan. Sedangkan langkah-langkah untuk menetapkan obat kebutuhan Puskesmas, yaitu usulan obat yang diajukan disesuaikan dengan E-catalog. Jenis obat yang tidak ada didalam E-catalog akan diberi tanda. Kendala yang ditemui dalam penetapan kebutuhan obat Puskesmas adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Artinya ada beberapa jenis obat yang tidak ada dalam E-catalog untuk dipesan. Adapun jawaban informan sebagai triangulasi disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Penetapan Kebutuhan Obat Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Bagaimana cara menetapkan kebutuhan obat Puskesmas dalam era JKN Pertama sekali dilakukan seleksi kemudian tim perencana obat, akan mengusulkan kebutuhan obat untuk ditetapkan. Bagaimana langkah-langkah menetapkan kebutuhan obat dalam era JKN Usulan obat yang diajukan disesuaikan dengan E-catalog. Jenis obat yang tidak ada didalam E-catalog akan diberi tanda Kendala apa saja yang ditemui dalam penetapan kebutuhan obat puskesmas Kendala yang ditemui adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Artinya ada beberapa jenis obat yang tidak ada dalam E-catalog untuk dipesan Universitas Sumatera Utara

4.3.5. Pengadaan Obat

Hasil wawancara dengan informan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan PPTK tentang pengadaan obat dapat disimpulkan bahwa cara pengadaan obat yang sudah ditetapkan dalam era JKN, yaitu pengadaannya melalui sistem E-purchasing dan E-catalog. Berdasarkan hambatan yang ditemui dalam pengadaan obat terutama daftar obat yang ada pada E-catalog belum semua memenuhi apa yang dibutuhkan. Realisasi pengadaan obat tidak bisa 100 persen dan ketersediaan obat hanya sekitar 65 pada awal tahun. Lama waktu dibutuhkan untuk pengadaan obat dengan E-catalog belum pasti diketahui. Sementara sumber biaya pengadaan obat puskesmas adalah dari DAK, DAU, APBD, BDB, dan dari kapitasi. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.10 Tabel 4.10. Matrik Jawaban Informan tentang Pengadaan Obat Pertanyaan PPTK Jawaban Bagaimana cara pengadaan obat yang sudah ditetapkan dalam era JKN Setelah kebutuhan obat ditetapkan maka cara pengadaan obat untuk era JKN melalui sistem E-purchasing dan E-catalog obat, itu memang sudah ada aturannya kalau untuk pengadaan obat publik saat ini harus memakai E-catalog Apakah ada hambatan yang ditemui dalam pengadaan obat kebutuhan puskesmas dalam era JKN Hambatannya ada terutama daftar obat yang ada pada E-catalog belum semua memenuhi apa yang kita butuhkan, seperti misalnya tahun lalu itu GG dan prednisone itu tidak terdapat di E-catalog dan gangguan jaringan on line Bagaimana realisasi pengadaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi Realisasi pengadaan obatnya tidak bisa 100 persen, karena beberapa jenis obat yang kita pesan tidak bisa terpenuhi, makanya tahun lalu itu kita pertanyakan ke panitia pengadaan tentang obat-obat yang tidak bisa kita dapat. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.10 Lanjutan Pertanyaan PPTK Jawaban Bagaimana ketersediaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi Ketersediaan obat saat ini pernah saya konfirmasi ke instalasi farmasi hanya sekitar 65 pada awal tahun ini, jadi sebenarnya kurang itu Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pengadaan obat dengan E-catalog Kalau itu yang lebih tahu orang pengadaan atau ULP ya…mungkin coba ditanya ke mereka pastinya.. Dari mana saja sumber biaya pengadaan obat Puskesmas Sumber biayanya bisa dari DAK, bisa… juga DAU, bisa… APBD, dan baru-baru ini ada dari kapitasi juga Hasil jawaban informan kemudian ditriangulasi kepada kepala bidang kefarmasian Dinas Kesehatan Kota Medan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang pengadaan obat Puskesmas dapat disimpulkan bahwa Sejak pengadaan obat untuk tahun 2013 sudah melalui E-catalog dan E-purchasing dan rujukan mengacu ke Fornas. Sedangkan hambatan yang ditemui dalam pengadaan obat, yaitu tidak semua jenis obat yang sudah ditetapkan sebagai kebutuhan tercantum pada E-catalog disamping itu adanya gangguan jaringan sewaktu hendak mengentri data secara on line. Realisasi ketersediaan obat saat ini dibawah 90 dan kadang-kadang penyedia atau distributor kuotanya tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan obat. Sebagai contoh misalnya pabrikan hanya mampu menyediakan 500 juta tablet untuk seluruh Indonesia sementara ketika kabupatenkota memesan sudah tidak kebagian lagi jadi terjadi kekosongan stok penyedia, artinya pabrikan juga tidak selamanya mampu memenuhi permintaan obat secara nasional. Kendala yang ditemui Universitas Sumatera Utara dalam penetapan kebutuhan obat puskesmas adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Berdasarkan lama waktu kalau dahulu sampai 3 bulan. Kalau dengan E-catalog waktunya ditentukan sesuai kontrak payung, maksimal 14 hari kerja tergantung kesepakatan antara dinas dengan distributor serta kontraknya dengan pemasok yang berbeda-beda. Sedangkan sumber biaya pengadaan obat seperti dana alokasi khusus, dana APBD, dana alokasi umum, dana bantuan daerah bawahan, dan lainnya tergantung dana apa yang tersedia pada tahun tersebut. Adapun jawaban informan sebagai triangulasi disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pengadaan Obat Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Bagaimana cara pengadaan obat yang sudah ditetapkan dalam era JKN Selama ini pengadaan obat melalui tender. Sejak pengadaan obat untuk tahun 2013 sudah melalui E-catalog dan E-purchasing dan rujukan mengacu ke Fornas. Apakah ada hambatan yang ditemui dalam pengadaan obat kebutuhan puskesmas dalam era JKN Hambatan yang ada ditemui adalah tidak semua jenis obat yang sudah ditetapkan sebagai kebutuhan tercantum pada E-catalog disamping itu adanya gangguan jaringan sewaktu hendak mengentri data secara on line Bagaimana realisasi pengadaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi Pengadaan obat tidak bisa semua terealisasi, karena beberapa jenis obat tidak tercantum dalam E-catalog, hal ini sudah diupayakan ditanya ke panitia pengadaan obat secara nasional. LKPP berupaya terus melengkapi sesuai Fornas tapi sampai saat ini belum lengkap juga. Bagaimana ketersediaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi Ketersediaan obat saat ini tidak bisa 90. Kadang- kadang penyedia atau distributor tidak mencukupi kuotanya untuk memenuhi kebutuhan, penyedia hanya menyediakan 500 juta tablet misalnya untuk seluruh Indonesia sementara waktu kabupatenkota memesan sudah tidak kebagian lagi jadi terjadi kekososngan stok penyedia, itulah pengalaman tahun lalu terjadi. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.11. Lanjutan Pertanyaan Kepala Bidang Kefarmasian Jawaban Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pengadaan obat dengan E-catalog Kalau dahulu bisa 3 bulan. Kalau dengan E-catalog waktunya ditentukan sesuai kontrak payung, maksimal 14 hari kerja tergantung kesepakatan antara dinas dan distributor. Makanya harusnya dengan E-catalog bisa lebih cepat tapi kenyatannya tidak, kendalanya ya... itu misalnya jaringan macet-macet, kemudian yang kedua distributor ketika kontrak dengan dinas tidak sesuai waktu, sementara itu kontrak dibuat sesuai kontrak payung obat yang ada, jadi bukan satu kontrak untuk semua, beda- beda dia sesuai penyedia masing-masing. Dari mana saja sumber biaya pengadaan obat puskesmas Untuk pengadaan obat dan perbekes anggarannya bisa dari berbagai sumber misalnya dana alokasi khusus, dana APBD, dana alokasi umum, dana bantuan daerah bawahan, dan lain-lain, jadi tergantung dana apa yang tersedia pada tahun tersebut 4.4. Petugas Obat Puskesmas 4.4.1. Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas Hasil wawancara dengan informan petugas obat Puskesmas tentang biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk perserta JKN di Puskesmas dapat disimpulkan bahwa jawaban seluruh informan relatif sama, yaitu tidak secara jelas mengetahui tentang perihal biaya apa saja yang ditanggung oleh BPJS pada era JKN kalau peserta berobat ke Puskesmas. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.12 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12. Matrik Jawaban Informan tentang Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas Informan Petugas Obat Pertanyaan Biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas Jawaban 1 Biaya pemeriksaan, obat 2 Ya....kemarin itu kapus bilang obat, trus katanya bila ada kayak kemarin kurang bisa juga dari uang JKN itu 3 Saya belum paham tentang hal itu 4 Yang saya tau biaya obat, biaya pemeriksaan 5 Oh belum ada saya tau itu 6 Dengar-dengar biaya obat cuman belum jelas kali 7 Setahuku obat ditanggung, yang lain gak tau 8 Obat, pelayanan 9 Kalau dari kapus dibilangnya pelayanan, obat. 10 Ga tau, belum ada dibilang kapus 11 Semuanya, artinya termasuk obat juga pemeriksaan yang diperlukan 12 Ya belum tahu Hasil jawaban informan kemudian ditriangulasi kepada masing-masing kepala Puskesmas yang terpilih sebagai informan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas dapat disimpulkan bahwa jawaban relatif sama, JKN menjamin pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai dari peningkatan kesehatan promotif, pencegahan sakit preventif, pengobatan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan rehabilitatif, termasuk obat-obatan dan bahan medis habis pakai. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.13 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.13. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas Informan Kepala Puskesmas Pertanyaan Biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas Jawaban 1 Semua mulai dari pelayanannya, obatnya, jasa medis juga ditanggung 2 Semuanya ya, mulai dari jasa petugas, obat, bahan medis habis pakai, alkes.. 3 Ya semua mulai dari obat, jasa medis, keperluan operasional lainnya.. 4 Biaya jasa medis, obat, alkes, biaya promosi dan preventif, untuk sistem informasi yakni komputer.. 5 Biaya yang ditanggung itu biaya obat, jasa medis, untuk pembelian alkes juga bisa 6 Hampir semua ditanggung, obatnya, jasa medis, 7 Biaya yang terdapat dalam aturan kapitasi seperti honor atau jasa medis, biaya alkes, operasional pendukung lainnya 8 Biaya obat, jasa medis, pokoknya yang mendukung pelayanan kesehatan 9 Biaya obat, honor tenaga medis dan paramedis, belanja bahan medis habis pakai 10 Biaya yang ditanggung itu antara lain obat, perlengkapan lainnya, jasa medis.. 11 Semua ya.. mulai dari obat, jasa medis, pelayanan lainnya termasuk biaya home visite juga 12 Biaya pegawai, belanja barang dan jasa, obat-obatan, bahan medis habis pakai, operasinal lainnyalah.. 4.4.2. Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas Sebagai PKD dalam Era JKN Hasil wawancara dengan informan petugas obat Puskesmas tentang pemenuhan kebutuhan obat Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar dalam Era JKN dapat disimpulkan bahwa jawaban seluruh informan relatif sama, yaitu sebagian besar menyatakan ada beberapa jenis obat yang tidak ada, dan ada yang kurang bahkan ada yang menyatakan berlebih jumlahnya. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.14 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.14. Matrik Jawaban Informan tentang Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas sebagai PKD dalam Era JKN Informan Petugas Obat Pertanyaan Bagaimana pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai PKD dalam era JKN di Puskesmas 1 Ada beberapa obat gak ada 2 Seperti yang saya bilang..ada beberapa yang kurang jadi apa yang ada di Puskesmas itu yang kita berikan ke pasien … 3 Ada beberapa jenis obat yang kosong dan juga jumlahnya kurang… 4 Ada beberapa obat yang gak ada … 5 Pemenuhan obat diminta dari gudang .. ada yang banyak jumlahnya, ada yang kurang dari kita minta … 6 ..itulah,, kadang ada yang kosong dari gudang…. jadinya ya harus kami resepkan keluar … 7 Sebagian ada beberapa obat kurang dan ada yang kosong dari gudang farmasi 8 Obatnya sebagian ada yang kurang dan ada juga yang kosong 9 Sesudah berlangsung BPJS ini obat terbatas dikasi dari gudang farmasi, kalau dulu banyak-banyak tetapi belakangan ini dibatasi 10 Sebagian ada yang kurang dan kosong 11 Beberapa item obat kurang dan bahkan ada yang kosong, kayak parasetamol, trus GG juga gak ada 12 Ya sebagian ada, sebagian enggak ada Hasil jawaban informan kemudian ditriangulasi kepada masing-masing kepala Puskesmas yang terpilih sebagai informan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang pemenuhan kebutuhan obat Puskesmas sebagai PKD dalam era JKN dapat disimpulkan bahwa jawaban relatif sama, yaitu pemenuhannya belum terpenuhi masih ada obat yang kurang baik jumlah dan jenisnya. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.15. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.15. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas sebagai PKD dalam Era JKN Informan Kepala Puskesmas Pertanyaan Bagaimana pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai PKD dalam era JKN di Puskesmas Jawaban 1 Belum memenuhi semua yang dibutuhkan, masih ada yang kurang obatnya dan ada juga yang gak ada 2 Ada beberapa jenis obat yang kurang 3 Pemenuhan kebutuhan obatnya kurang, misalnya kami butuh 5.000 tablet tapi yang dapat sedikit, kurang dari yang diminta.. 4 Pemenuhannya kurang, misalnya bulan ini lansoprazole ga ada, ranitidine ga ada, kadang pasien kita suruh beli ga mau dia, kadang terpaksa dirujuk karena tak ada obat , pasiennya ga mau diresepkan obatnya untuk dibeli 5 Kurang, ya karena ada obat yang kosong itu seperti GG kosong, amoksilin juga 6 Kuranglah, misalnya metformin ga ada, yang ada glibenklamid…tapi kalau sudah biasa pake metformin mana mau diganti… 7 Seperti yang telah saya bilang, beberapa item obat itu kurang dan ada yang gak ada, kemarin itu sempat ada kosong seperti etil klorida untuk gigi ga ada 8 Terkadang obatnya ga cukup jadi pemenuhannya kurang itu.. 9 Kurang, sebagian jenis obat kurang karena memang dari gudang farmasi juga ga ada untuk beberapa jenis obat 10 Pemenuhannya kurang karena beberapa obat gak ada 11 Masih kuranglah, karena beberapa obat memang kurang dan gak ada stoknya 12 Pemenuhan obatnya kuranglah, misalnya obat gula kosong, cotri juga amoksilin kosong… 4.4.3. 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN Hasil wawancara dengan informan petugas obat Puskesmas tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas dalam era JKN dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jawaban informan relatif sama, yaitu belum pernah mendengar dan belum tahu. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.16 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.16. Matrik Jawaban Informan tentang 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN Informan Petugas Obat Pertanyaan Apakah BapakIbu pernah diberitahu tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN Jawaban 1 Memang sudah dengar tapi belum tau tentang itemnya… 2 Pernah dengar cuman belum hapal kali..memang daftarnya ada di bagian kartu .. 3 …Belum pernah dengar… 4 Memang sudah dengar tetapi belum tau tentang itu … 5 …Belum..mungkin nanti saya cari tau dulu … 6 Belum pernah dengar 7 Belum tau sama sekali tentang itu 8 Belum pernah diberitahu tentang 144 jenis penyakit tersebut 9 Pernah dengar tetapi daftarnya belum tau 10 Pernah dengar tapi gak tau apa aja 11 Sudah pernah 12 Belum pernah mendengar... apa itu ya.... Hasil jawaban informan kemudian ditriangulasi kepada masing-masing kepala Puskesmas yang terpilih sebagai informan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas dalam era JKN dapat disimpulkan bahwa jawaban relatif sama, yaitu sudah pernah diberitahu dan sudah disosialisasikan terutama untuk dokter. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.17. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.17. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN Informan Kepala Puskesmas Pertanyaan Apakah BapakIbu pernah diberitahu tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN Jawaban 1 Sudah 2 Ya ..sudah, jenis penyakit tersebut yang bisa menentukan diagnosanya adalah dokter 3 Sudah, daftarnya juga sudah ditempelkan di poli.. 4 Sudah, sama yang lain juga sudah disosialisasikan tetapi obatnya untuk itupun kan belum lengkap.. 5 Ya sudah tahu tentang itu, sudah disosialisasikan terutama ke dokter 6 Sudah, sudah diberitahu juga terutama dokter, di poli juga sudah ada daftarnya 7 Sudah disosialisasikan ke pegawai khususnya dokter kalau bisa yang 144 penyakit itu tidak kita rujuk 8 Sudah, sudah dibuat daftarnya di poli 9 Ya, sudah tahu 10 Sudah dan sudah disosialisasikan 11 Ya, sudah tahu dan sudah dibuat di poli daftarnya 12 Sudah, sudah disosialisasikan, sudah ada kita kopikan untuk dokter, di poli juga.. 4.4.4. Tanggapan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS Hasil wawancara dengan informan petugas obat Puskesmas tanggapan tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jawaban informan relatif sama, yaitu belum mengetahui kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk biaya obat didalamnya. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.18. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.18. Matrik Jawaban Informan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS Informan Petugas Obat Pertanyaan Bagaimana tanggapan BapakIbu tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk komponen obat didalamnya Jawaban 1 Saya kurang mengetahui, bingung juga tentang kapitasi tetapi yang jelas obat ditanggung dan juga pelayanan yang di poli .. 2 Ga tau..masih bingung tapi disuruh kapus membuat jumlah kebutuhan obat … 3 Setahuku biaya obat sudah termasuk dalam BPJS 4 Ya sudah ada biaya obat di dalamnya 5 Belum tau..ga ada dibilang kapus… 6 Katanya obat sudah termasuk di dalam kapitasi… 7 Setahuku sudah 8 Katanya obat sudah termasuk yang dibayar BPJS 9 Kalau obat sudah didalam biaya BPJS itu 10 Gak ada dibilang jadi gak tau 11 Ya obat sudah termasuk dalam kapitasi itu 12 Belum pernah mendengar... apa itu kapitasi Hasil jawaban informan kemudian ditriangulasi kepada masing-masing kepala Puskesmas yang terpilih sebagai informan. Hasil wawancara dengan informan sebagai triangulasi tentang tanggapan tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS dapat disimpulkan bahwa jawaban relatif sama, yaitu kapitasi yang dibayar BPJS sudah termasuk komponen obat di dalamnya. Adapun jawaban informan disajikan pada Tabel 4.19. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.19. Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS Informan Kepala Puskesmas Pertanyaan Bagaimana tanggapan BapakIbu tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk komponen obat didalamnya Jawaban 1 Sudah, obat sudah termasuk disitu 2 Komponen obat sudah termasuk 3 Sudah, dalam kapitasi itu sudah termasuk obat 4 Obat sudah termasuk dalam kapitasi BPJS itu.. 5 Sudah termasuk 6 Dalam kapitasi itu sudah termasuk obat di dalamnya 7 Sudah termasuk komponen obat di dalamnya 8 Sudah ya, obat termasuk di dalamnya 9 Obat masuk dalam kapitasi 10 Ya sudah, obat sudah termasuk 11 Komponen obat termasuk dalam kapitasi 12 Obat-obatan sudah termasuk dalam dana kapitasi Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan 5.1.1. Data Dasar dan Sumber Data yang Dibutuhkan Untuk Perencanaan Kebutuhan Obat Puskesmas Data dasar dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditanyakan kepada 2 orang informan dari unsur Dinas Kesehatan Kota Medan Kepala Gudang Farmasi dan Kepala Seksi Kefarmasian. Hasil penelitian berdasarkan penuturan kedua informan bahwa data dasar yang dibutuhkan untuk merencanakan obat dalam rangka implementasi JKN adalah data penyakit, data pemakaian obat tahun sebelumnya, jumlah kasus penyakit dan stok akhir. Data bersumber dari semua Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar ditambah laporan pemakaian obat masing-masing puskesmas melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat LPLPO setiap bulan serta menyatakan data yang ada akurat, tidak dibagi 12 bulan tetapi sejumlah bulan pemakaian obat tersebut. Hasil jawaban informan sebagai triangulasi juga relatif sama dengan jawaban informan utama. Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa data dasar yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam merencanakan kebutuhan obat Puskesmas salah satu diantaranya adalah berdasarkan hasil kompilasi pemakaian obat dan datanya menurut informan cukup akurat. Perhitungan rata-rata penggunan obat per bulan tidak dibagi 12 bulan tetapi sejumlah bulan pemkaian obat tersebut. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi ketepatan dalam merencanakan kebutuhan obat secara 77 Universitas Sumatera Utara riil dan berdampak terhadap ketersediaan obat pada Dinas Kesehatan Kota Medan begitu juga pada Puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Suryawati 1997 dalam makalahnya menyebutkan bahwa bagi pengelolaan obat yang baik, perencanaan kebutuhan obat idealnya dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap terakhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Gambaran penggunaan obat dapat diperoleh berdasarkan data riil konsumsi obat atau data riil pola penyakit. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Depkes RI 2004 yang menyatakan bahwa untuk perencanaan kebutuhan obat Puskesmas data mutasi obat yang dimiliki oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di KabupatanKota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO, yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. Selanjutnya Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan UPOPPK yaitu pengelola obat di tingkat kota seperti gudang farmasi, yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya. Untuk itu Puskesmas tidak diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri- sendiri. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini belum relevan dengan pendapat Kristin 2002 yang mengungkapkan bahwa data yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan obat antara lain : 1 data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun, 2 data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada penduduk dewasa dan anak, 3 data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep prescriber, jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker serta jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

5.1.2. Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat

Pemilihan jenis dan jumlah obat dalam penelitian ini ditanyakan kepada 2 orang informan dari unsur Dinas Kesehatan Kota Medan Kepala Gudang Farmasi dan Kepala Seksi Kefarmasian. Hasil penelitian berdasarkan penuturan kedua informan relatif sama dengan informan triangulasi, yaitu pemilihan jenis dan jumlah obat dalam merencanakan kebutuhan obat Puskesmas berpedoman kepada jumlah obat yang banyak digunakan, yaitu berdasarkan pemakaian rata-rata per bulan x 18 bulan menjaga buffer stok, kemudian merekap usulan kebutuhan Puskesmas dan selanjutnya dikoreksi sesuai dengan obat-obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan mengacu kepada Fornas dan E-catalog. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan jenis dan jumlah obat masih mengacu kepada jumlah obat terbanyak digunakan. Hasil penelitian ini belum sesuai dengan pendapat Quick et al. 1997 yang mengungkapkan kriteria untuk seleksi obat essensial yang sering diadopsi dan dimodifikasi untuk persyaratan lokal antara lain: a relevan dengan pola Universitas Sumatera Utara perkembangan penyakit, b terjamin kemanjuran dan keamanannya, c menunjukkan fakta dalam berbagai keadaan, d kualitas cukup, termasuk ketersediaan hayati dan stabilitasnya, e perbandingan antara harga dengan manfaat seimbang, f pilihan obat yang telah diketahui secara umum, dengan memiliki farmakokinetik baik dan memungkinkan diproduksi secara lokal, g sediaan tunggal. Ketentuan yang harus dimiliki dinas kesehatan dalam pengadaan kebutuhan obat Puskesmas dalam era JKN mengacu kepada peraturan-peraturan antara lain Perpres No 70 tentang pengadaan barangjasa pemerintah, permenkes, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, fornas, E-purchasing dan E-catalog. Ketentuan ini sudah dilaksanakan sesuai dengan anjuran pemerintah secara nasional. Sedangkan ketersediaan obat ada beberapa item tidak sesuai. Bila kebutuhan obat tidak tersedia di gudang farmasi untuk Puskesmas maka petugas obat mengupayakan obat yang ekuivalen dengan obat yang dibutuhkan tersebut. Ketersediaan obat yang dinyatakan informan ada beberapa item tidak sesuai, hal ini terkait dengan pemilihan obat yang sudah ditetapkan untuk dipesan namun mengalami hambatan ketika disesuaikan dengan Fornas dan E-catalog pada era JKN, karena pemilihan jenis dan jumlah obat yang sudah ditetapkan tidak selamanya tercantum atau ada itemnya pada E-catalog, sehingga ada obat yang dibutuhkan namun tidak bisa dipesan pada saat di entri secara on line. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2013 pengertian E-catalog obat adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia barangjasa tertentu yang Universitas Sumatera Utara ditayangkan di Portal Pengadaan Nasional. Daftar dan harga obat serta bahan medis habis pakai BMHP mengacu pada ketentuan yang ditetapkan Kemenkes, yaitu formularium nasional Fornas dan harganya merujuk kepada E-catalog Infarkes, 2014. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan obat yang tidak tercantum pada E-catalog dan menjamin ketersediaan obat perlu diupayakan peningkatan sosialisasi dan komunikasi antara Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah LKPP dengan DKK dan kabupaten secara rutin tentang petunjuk pelaksanaan pengadaan obat dengan prosedur E-purchasing berdasarkan E-catalog.

5.1.3. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Proses perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas dalam penelitian ini ditanyakan kepada 2 orang informan dari unsur Dinas Kesehatan Kota Medan Kepala Gudang Farmasi dan Kepala Seksi Kefarmasian. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama relatif sama dengan jawaban informan triangulasi, yaitu cara merencanakan kebutuhan obat Puskesmas adalah koordinasi dengan semua unit Puskesmas dan kepala instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menentukan jenis dan jumlah obat serta mengacu kepada LPLPO tahun yang lalu. Cara mengetahui jumlah kebutuhan untuk setiap jenis obat adalah mengacu kepada hasil rekapan obat. Sedangkan langkah-langkah merencanakan kebutuhan obat dimulai dari penyusunan rencana kebutuhan obat yang diperoleh dari kompilasi data Puskesmas kemudian disesuaikan dengan stok yang ada dan aturan yang berlaku untuk pengadaan obatnya. Universitas Sumatera Utara Secara umum proses perencanaan kebutuhan obat pada era sebelum dan setelah JKN relatif sama, hal ini dapat dilihat dari langkah-langkah perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan yang tetap mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1121MENKESSKXII2008, tentang proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Berkaitan dengan proses perencanaan kebutuhan obat, petugas obat Puskesmas bersifat pasif. Puskesmas dilibatkan hanya pada waktu pengumpulan data dasar. Pada saat pengadaan petugas obat Puskesmas tidak dilibatkan lagi, sehingga jika terjadi perubahan dalam pengadaan obat maka petugas obat Puskesmas tidak mengetahui perubahan tersebut. Petugas obat Puskesmas merasa yakin bahwa kebutuhan obat yang direncanakannya pasti akan diadakan oleh bagian pengadaan di dinas kesehatan. Kurangnya koordinasi dengan pengelola obat Puskesmas dapat menyebabkan proses perencanaan kebutuhan obat tidak maksimal. Seharusnya melibatkan petugas obat Puskesmas dalam tim perencana kebutuhan obat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam proses perencanaan kebutuhan obat pembentukan tim perencana obat belum ada dibentuk secara khusus dalam era JKN. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota DKK Medan dalam implementasi JKN, diperlukan integrasi berbagai sub sistem kesehatan dalam merencanakan kebutuhan obat, yaitu perlu membahas perencanaan kebutuhan obat melalui pertemuan rutin dengan melibatkan pengelola obat Puskesmas, sehingga dapat meminimalisasi ketidakakuratan dalam perencanaan kebutuhan obat. Universitas Sumatera Utara Sistim perencanaan kebutuhan obat dapat disimpulkan menggunakan metode konsumsi dan kasus penyakit standar pengobatan dasar agar mendekati pengobatan yang rasional dan cara mengevaluasi kebutuhan obat mengacu kepada kebutuhan obat Puskesmas dievaluasi dengan memperhatikan pola permintaan obat melalui LPLPO, selain itu juga meminta keadaan stok obat di Puskesmas yang disesuaikan dengan stok obat yang ada di instalasi farmasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam mengevaluasi kebutuhan obat secara umum informan melihat dari aspek kuantitas, yakni jumlah pemakaian obat rata-rata per bulan dan jumlah pemakaian dalam 1 tahun. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Suryawati 1997 yang mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengevaluasi perencanaan kebutuhan obat diantaranya dengan cara analisa ABC untuk mengevaluasi dari aspek ekonomi dan analisa VEN untuk mengevaluasi dari aspek medik terapi. Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Hasil penelitian ini didukung Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121MENKESSKXII2008 tentang pedoman pengelolaan obat yang menyatakan bahwa kompilasi pemakaian obat adalah untuk mengetahui pemakaian obat setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan KesehatanPuskesmas selama setahun serta menentukan stok optimum stok optimum = stok kerja + stok pengaman. Data pemakaian obat di Puskesmas diperoleh dari LPLPO. Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari kompilasi pemakaian obat adalah : a jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan Universitas Sumatera Utara kesehatan Puskesmas, b Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas, c pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten kota. Pengetahuan informan tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas dalam era JKN ternyata kedua informan tidak mengetahui secara mendalam, sehingga mereka tidak mengetahui jika hal ini terkait dalam perencanaan obat. Sedangkan informan triangulasi sudah mengetahui tetapi belum sepenuhnya mengetahui tentang jenis penyakit apa saja yang ditangani Puskesmas. Menurut informan triangulasi karena peraturan ini keluar tahun 2014 maka untuk kebutuhan obat tahun 2014 belum terkait sama sekali dengan peraturan tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya kesenjangan dalam penyampaian informasi secara internal. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit, hal ini semestinya harus sudah diketahui oleh bagian farmasi DKK, karena terkait dalam proses perencanaan kebutuhan obat kedepannya.

5.1.4. Penetapan Kebutuhan Obat

Penetapan kebutuhan obat dalam penelitian ini ditanyakan kepada 2 orang informan dari unsur Dinas Kesehatan Kota Medan Kepala Sub Bagian Penyusunan Program dan Kepala Seksi Kefarmasian. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama relatif sama dengan jawaban informan triangulasi, yaitu pertama sekali dilakukan seleksi kemudian tim perencana obat akan mengusulkan kebutuhan Universitas Sumatera Utara obat untuk ditetapkan. Sedangkan langkah-langkah untuk menetapkan obat kebutuhan Puskesmas, yaitu usulan obat yang diajukan disesuaikan dengan E-catalog. Jenis obat yang tidak ada didalam E-catalog akan diberi tanda. Kendala yang ditemui adalah tidak semua jenis obat yang ditetapkan tercantum dalam E-catalog. Artinya ada beberapa jenis obat yang tidak ada dalam E-catalog untuk dipesan, sehingga tidak relevan dengan kebutuhan obat yang sudah ditetapkan. Berdasarkan penuturan informan utama dan triangulasi dapat disimpulkan bahwa dalam menetapkan kebutuhan obat Dinas Kesehatan Kota Medan dalam era JKN sudah mengikuti aturan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2013 tentang sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia barangjasa tertentu yang ditayangkan di Portal Pengadaan Nasional. Daftar dan harga obat serta bahan medis habis pakai BMHP mengacu pada ketentuan yang ditetapkan Kemenkes, yaitu formularium nasional Fornas dan harganya merujuk kepada E-catalog Infarkes, 2014. Menurut Santoso 2012, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling aktif dalam pengembangan obat esensial. Obat esensial yaitu obat yang harus selalu tersedia setiap saat dengan jarak maksimum 2 dua Km, agar memudahkan masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan. Obat-obatan yang digolongkan esensial, seharusnya tidak dibebani dengan tatanan birokrasi yang berbelit-belit, terutama obat- obatan yang sangat dibutuhkan. Safety, efficacy dan quality merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Namun tidak hanya itu, perlu dilakukan kajian lain, yaitu dari sisi cost effectiveness. Universitas Sumatera Utara Salah satu upaya dalam hal mengatasi ketidaksesuaian kebutuhan obat dengan fornas dan E-catalog, yaitu pemerintah dan BPJS mengevaluasi sistem JKN termasuk INA-CBGs. Pemerintah dan BPJS juga diharapkan mereview daftar obat untuk JKN serta melakukan sosialisasi JKN pada para penyedia layanan kesehatan, sehingga, pemahaman penyedia layanan kesehatan bisa sama, dan tak perlu khawatir tentang untung rugi.

5.1.5. Pengadaan Obat

Pengadaan obat dalam penelitian ini ditanyakan kepada 1 orang informan dari unsur Dinas Kesehatan Kota Medan yaitu Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan PPTK. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama dengan jawaban informan triangulasi relatif sama, yaitu sejak pengadaan obat untuk tahun 2014 sudah melalui E-catalog dan E-purchasing dan rujukan mengacu ke Fornas. Hambatan yang ditemui, yaitu tidak semua jenis obat tercantum pada E-catalog disamping itu adanya gangguan jaringan sewaktu hendak mengentri data secara on line. Realisasi ketersediaan obat di bawah 90 dan kadang-kadang penyedia atau distributor tidak mencukupi kuotanya dalam memenuhi kebutuhan obat. Kalau dengan E-catalog waktunya ditentukan sesuai kontrak payung, maksimal 14 hari kerja tergantung DKK Medan dengan distributor dengan pemasok yang berbeda-beda. Sedangkan sumber biaya pengadaan obat tergantung dana apa yang tersedia pada tahun tersebut Berdasarkan penuturan informan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pengadaan obat DKK Medan telah mengikuti aturan dalam kebijakan pelayanan obat era JKN pengadaan obat dilakukan melalui E-purchasing dan harga Universitas Sumatera Utara obat melalui E-catalog serta daftar obat mengacu ke Fornas, namun ketersediaan obat belum sepenuhnya terealisasi di DKK Medan sesuai dengan yang dipesan. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah item obat E-catalog beberapa kali direvisi selama tahun 2013, sehingga ada potensi kekosongan beberapa jenis dan jumlah obat karena adanya kendala teknis terkait pengadaan obat dalam implementasi JKN. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sunarsih 2002 menyimpulkan bahwa pola penggunaan obat belum sesuai dengan pedoman pengobatan dasar di Puskesmas walaupun penerapan yang dilakukan menggunakan obat esensial dan perubahan ketersediaan obat di gudang farmasi kota dan di Puskesmas berpengaruh terhadap pola penggunaan obat. Salah satu upaya mengatasi hal ini adalah sewaktu perencanaan pengadaan obat dibuat, obat-obat yang hendak diadakan dipesan dikonsultasikan lebih dahulu dengan manajemen Puskesmas, apoteker dan dokter melalui Komite Farmasi dan Terapi KFT agar dapat memaksimalkan penggunaan obat secara rasional. Berdasarkan standarisasi obat ini dokter membuat resep yang menjadi dasar pengajuan pengadaan obat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Widjajarta 2014 mengungkapkan bahwa obat termasuk masalah klasik dalam sistem kesehatan di Indonesia. Hal utama yang selalu menjadi masalah adalah ketersediaannya secara nasional. Sudah sering ditingkat daerah mengeluhkan kelangkaan, oleh karena itu diharapkan ada perbaikan sistem dari pemerintah. Universitas Sumatera Utara

5.1.6. Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas

Biaya yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas dalam penelitian ini ditanyakan kepada 12 orang informan dari petugas obat Puskesmas. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama tidak secara jelas mengetahui tentang perihal biaya apa saja yang ditanggung oleh BPJS pada era JKN kalau peserta berobat ke Puskesmas. Sedangkan menurut jawaban informan triangulasi, yaitu JKN menjamin pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai dari peningkatan kesehatan promotif, pencegahan sakit preventif, pengobatan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan rehabilitatif, termasuk obat-obatan dan bahan medis habis pakai. Hal ini memberikan gambaran bahwa masih ada kesenjangan informasi yang diperoleh petugas obat dilingkungan Puskesmas dengan pimpinan Puskesmas tentang JKN. Hasil penuturan informan triangulasi sesuai dengan Permenkes No.71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN, yaitu setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama pelayanan kesehatan non spesialistik meliputi; a administrasi pelayanan; b pelayanan promotif dan preventif; c pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; e pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; f transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis; g pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan h rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. Universitas Sumatera Utara Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah meningkatkan sosialisasi pada seluruh petugas kesehatan khususnya dilingkungan Puskesmas tentang pelayanan kesehatan pada era JKN, diharapkan melalui sosialisasi akan mengetahui dan memahami tentang JKN, sehingga pada saat implementasi kelak faham tentang JKN.

5.1.7. Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas Sebagai PKD dalam Era JKN

Pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai PKD dalam era JKN dalam penelitian ini ditanyakan kepada 12 orang informan dari petugas obat Puskesmas. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama dan informan triangulasi relatif sama, yaitu sebagian besar menyatakan ada beberapa jenis obat yang tidak ada, dan ada yang kurang bahkan ada yang menyatakan berlebih jumlahnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak semua obat yang dibutuhkan Puskesmas sesuai dengan yang dipesan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hartono 2007 yang mengungkapkan dalam penentuan jenis obat dan alokasi dana yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota tidak selalu sesuai dengan kebutuhan Puskesmas. Salah satu upaya yang perlu dilakukan, yaitu DKK perlu menyelenggarakan pertemuan rutin bagi penulis resep pengguna obat, pelaksana farmasi DKK, pengelola obat Puskesmas dalam rangka mendukung perencanaan kebutuhan obat, sehingga kesalahan dalam kebutuhan obat kekurangan dan kelebihan obat dapat diminimalisasi serta hal ini diperlukan sinergitas yang kuat antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas produksi Nasional untuk memenuhi obat yang tidak terealisasi guna mendukung program JKN. Universitas Sumatera Utara

5.1.8. 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN

Layanan Puskesmas dalam era JKN berdasarkan 144 diagnosa penyakit dalam penelitian ini ditanyakan kepada 12 orang informan dari petugas obat Puskesmas. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama sebagian besar informan relatif sama, yaitu belum pernah mendengar dan belum tahu tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas. Sedangkan jawaban informan triangulasi relatif sama, yaitu sudah pernah diberitahu dan sudah disosialisasikan terutama untuk dokter. Hal ini memberikan gambaran bahwa pemberian informasi terkait dengan JKN sangat terbatas diketahui oleh petugas pengelola obat dilingkungan Puskesmas, padahal informasi ini penting sekali dalam perencanaan kebutuhan obat Puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan primer dalam era BPJS yang diberikan wewenang atas layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis clinical pathway. Hal ini memberikan makna bahwa Puskesmas sebagai PPK tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 144 jenis diagnosis penyakit secara tuntas sesuai dengan aturan dalam Permenkes No.71 tahun 2013. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh pimpinan Puskesmas adalah meningkatkan sosialisasi tentang JKN khususnya terkait dengan petugas obat agar informasi yang penting seharusnya diketahui petugas obat segera diinformasikan sesuai dengan kebutuhan Puskesmas dalam implementasi JKN.

5.1.9. Tanggapan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS

Universitas Sumatera Utara Tanggapan tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS dalam pelayanan JKN dalam penelitian ini ditanyakan kepada 12 orang informan dari petugas obat Puskesmas. Hasil penelitian berdasarkan penuturan informan utama belum mengetahui kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk biaya obat didalamnya. Sedangkan jawaban informan triangulasi relatif sama, yaitu kapitasi yang dibayar BPJS sudah termasuk komponen obat di dalamnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa pemberian informasi terkait dengan JKN sangat terbatas diketahui oleh petugas obat dilingkungan Puskesmas, padahal informasi ini penting sekali dalam pengadaan obat Puskesmas. Menurut Permenkes 71 Tahun 2013 menegaskan bahwa pelayanan kesehatan yang termasuk didalam cakupan pembayaran kapitasi di Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama pelayanan kesehatan non spesialistik sudah termasuk didalamnya biaya obat, pemeriksaan, dan konsultasi medis. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh pimpinan Puskesmas adalah meningkatkan sosialisasi tentang SJSN, BPJS, JKN kepada petugas obat khususnya dan petugas medis pada Puskesmas umumnya dalam implementasi JKN. Sampai saat ini pemerintah dan BPJS Kesehatan terus memperbaiki pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional JKN yang digelar lewat BPJS Kesehatan. Salah satunya, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pemerintah memandang perlu pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN pada fasilitas kesehatan tingkat pertama FKTP milik Pemerintah Daerah atau Puskesmas. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Perpres No. 32 Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah. Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman teknis pengadaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya menyangkut tim perencanaan yang belum terbentuk secara lintas program dan lintas sektor terkait. 2. Sumber data berdasarkan LPLPO Puskesmas dan usulan permintaan obat Puskesmas belum sepenuhnya dapat mengakomodir data pemakaian obat Puskesmas dalam perencanaan kebutuhan obat. 3. Pengadaan kebutuhan obat Dinas Kesehatan Kota Medan telah mengacu kepada Perpres No 70 tahun 2012, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, E- purchasing dan E-catalog serta rujukan obat mengacu kepada Formularium Nasional Fornas. 4. Petugas obat Puskesmas tidak mengetahui mendalam tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas, dan perihal biaya apa saja yang ditanggung oleh BPJS pada era JKN kalau peserta berobat ke Puskesmas. 93 Universitas Sumatera Utara

6.2. Saran