Kinerja Pemerintahan

G. Kinerja Pemerintahan

Kinerja tata pemerintahan merupakan aspek yang sangat penting untuk melihat sejauh mana suatu daerah memiliki kualitas yang istimewa di mata masyarakat. Perspektif dan indikator yang digunakan untuk menilainya bisa berbeda- beda. Namun yang paling umum digunakan adalah indikator menurut Good Assassement Survey (GAS). Secara rinci indi- kator tersebut sebagaimana tercantum dalam kotak di sam- ping.

Dari 10 provinsi yang disurvei, Yogyakarta berada pada posisi nomor 4. Peringkat tertinggi yang diberikan berdasar- kan respons stakeholder di daerah ditempati oleh Provinsi Gorontalo, disusul Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, peringkat terendah adalah Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Riau.

Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya Selanjutnya, indikator-indika-

tor tersebut dipergunakan un- tuk menilai kemampuan peme- rintah yang menyangkut peme- nuhan hak politik dan HAM, pembuatan regulasi, pengelola- an konflik, penciptaan kepas- tian hukum, pemberantasan korupsi, dan pelaksanaan kebi- jakan. 39

Agus Pramusinto (2006) dalam penelitianya menyebut- kan bahwa berkaitan dengan kemampuan pemerintah Yog- yakarta memenuhi hak politik dan HAM dinilai masih rendah. Hak tersebut berkaitan dengan

hak keterlibatan dan jaminan transparansi dalam prosedur dan pelaksanaan kebijakan. Sebanyak 45,16 persen menya- takan transparansi dalam prosedur pelayanan rendah.

Kemampuan lain yang penting dinilai adalah pembuatan regulasi yang berhubungan langsung dengan peningkatan kinerja pemerintahan. Utamanya jika dikaitkan dengan penegakan hukum, Perda dinilai tidak menghasilkan perubahan yang signifikan. Selain subtansinya, proses pem- buatannya juga dinilai kurang mencerminkan proses yang demokratis. Pemda cenderung melakukan monopoli dan ku-

39 http://www.iasi-jerman.de/wp-content/uploads/2008/08/07-profil-ga- diy.pdf. (diakses pada 20 Januari 2008 I 19:27 WIB)

Keistimewan Yogyakarta rang melibatkan para pihak yang benar-benar berkepentingan

terhadap perda. Kenyataan ini tidak hanya terjadi di Yogya- karta tetapi juga di daerah-daerah lain. Penelitian Bank Dunia (2006) menunjukan bahwa sebagian besar daerah jarang yang membuat perda berkaitan dengan kinerja pemerintahan. Perda yang banyak dibuat terkait dengan upaya peningkatan retribusi dan pajak daerah.

Sedangkan konflik yang terjadi di Yogyakarta, sebagai- mana disajikan dalam hasil survei di atas, lebih banyak terjadi antara rakyat dan pejabat publik. Di masyarakat sendiri konflik jarang terjadi. Jikapun ada, seringkali konflik yang diderivasi dari konflik segelitir orang (elite). Fenomena konflik justru terja- di kalau masalah tersebut dikaitkan dengan pejabat publik. Konflik yang melibatkan pejabat publik bersifat horisontal dan vertikal. Yang bersifat horisontal adalah konflik antarpejabat, sedangkan konflik vertikal terjadi antarpejabat dan rakyat. Fenomena konflik yang dianggap sering terjadi adalah antar- pendukung partai (35,48 persen), antara rakyat dan pejabat (29,03 persen) dan antar eksekutif dan legislatif (25,81 per- sen). Dari sini terlihat bahwa konflik terjadi kalau berkaitan dengan pejabat publik. Konflik antar pejabat khususnya legislatif dan eksekutif memang kerap muncul semenjak reformasi yang memberi kekuasan lebih kepada legislatif dari- pada di masa Orde Baru. Meskipun konflik yang terjadi pada wilayah elite ini jarang sampai merembes ke bawah, namun apabila tidak dikelola dengan baik dan tidak diselesaikan dengan bijak justru akan melahirkan ketidakpercayaan masya- rakat terhadap pejabat publik.

Ketiga aspek lainya yaitu kemampuan menciptakan ke- pastian hukum, kemampuan memberantas korupsi, dan ke-

Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya mampuan melaksanakan kebijakan dan menyelenggarakan

pelayanan publik ternyata tidak berbeda dengan aspek-aspek yang telah disebutkan di atas. Masyarakat cenderung menilai kemampuan pemerintah dalan tiga hal ini masih rendah, masing-masing 45,16 persen, 46,24 persen, dan 39,78 per- sen.

Yogyakarta bisa dibilang memiliki prestasi yang tinggi dalam berbagai indikator dan penilaian-penilaian tertentu jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Sejak tahun 1999-sekarang laporan Bapennas tentang IPM, IKM, IPJ, IDJ dan sebagainya selalu menempatkan Yogyakarta di urutan daerah yang memiliki capaian perbaikan tinggi men- dekati DKI Jakarta. Meskipun demikian apabila mencermati lebih jauh kenyataan pemerintahan dan anggaran justru mem- perlihatkan realitas yang kurang menggembirakan. Berkaitan dengan keistimewaan Yogyakarta, melalui angka-angka ini, keistimewaan harus nyata dan terasa secara konkrit di tengah- tengah kawulo Ngayogyakarto. Hanya dengan cara inilah keistimewaan Yogyakarta akan benar-benar menemukan pem- benaranya tanpa harus repot-repot mengajukan Rancangan Undang-udang Keistimewaan sekalipun!