Mengingat dan Melupakan: Berbagai Aspek Keistimewaan Yogyakarta

E. Mengingat dan Melupakan: Berbagai Aspek Keistimewaan Yogyakarta

Sebagai sebuah konstruksi, keistimewaan membutuhkan perangkat pendukung yang membuatnya layak disebut isti- mewa meskipun keistimewaan itu baru muncul ketika ia didinamisir dengan republik/kekuasaan pusat/atau pemerin- tah pusat. Untuk membuatnya layak disebut istimewa maka dua hal paling krusial selalu disebut sebagi cara untuk meng- ingatkan. Dua yang krusial itu adalah sejarah dan aspek perta- nahan yang dinilai lain dari pada yang lain. Namun dua hal ini mengandung sesuatu yang tidak hanya tidak dapat terdefi-

Keistimewan Yogyakarta nisikan dengan jelas dan tegas, tetapi juga problematis. Prob-

lem sejarah hadir ketika sejarah dijadikan sebagai justifikasi atas suatu keinginan elite tertentu. Dapat diduga apa yang terjadi pada bangunan sejarah yang dibentuk itu, yaitu melu- pakan banyak aspek yang dinilai tidak sesuai dengan tujuan konstruksi itu sendiri seperti kekerasan, intrik politik kerajaan, segregasi sosial, kehidupan seks, dan sebagainya.

Hal kedua yang penting adalah keistimewaan itu sendiri baru berbunyi saat ia dihadapkan dengan Republik Indonesia yang dalam hal ini adalah pemerintah pusat. Sehingga yang terjadi kemudian adalah substansi keistimewaan itu lebih banyak didominasi oleh kepentingan politik daripada soal bagaimana menciptakan suatu kondisi dimana masyarakat secara keseluruhan merasa terpenuhi hak-hak dasarnya seba- gai warga negara dan memiliki kecukupan tertentu untuk hi- dup secara layak. Apa yang dilupakan dalam persoalan ini adalah tidak pernah secara terus-menerus membunyikan keis- timewaan itu dengan rakyat sendiri. Apa yang dilakukan masyarakat kaitanya dengan Rancangan Undang-Undangan Keistimewaan bukan bagaimana menghadapkan keistimewaan itu dengan cita-cita sosial dan imajinasi kehidupan masyarakat melainkan sebagai bagian dari upaya meneguhkan keistime- waan di hadapan pemerintah pusat yang sangat kelihatan kepentingan politisnya.

Dalam kadar tertentu prosedur-prosedur politik memang dibutuhkan untuk menciptakan kerangka kerja dan otoritas untuk mendorong kebijakan yang lebih baik dalam mem- bangun kehidupan sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang adil. Akan tetapi jika prosedur ini terlalu dominan dalam konstruksi maka apa yang akan terjadi selanjutnya dapat ditebak. Mereka

Penutup yang selama ini memperoleh privilage-privilage dari sistem

yang berjalan selama ini dan kemudian diperkuat dengan konstruksi keistimewaan akan terus menguasai sumber-sum- ber penting akumulasi kapital yang makin besar. Sedangkan masyarakat yang tidak tersuarakan dalam konstruksi sebagai subyek bungkam semakin tidak memperoleh akses yang relatif semakin besar pada masa-masa selanjutnya.

Upaya untuk meneguhkan dan memperkuat posisi kebu- dayaan lokal dalam bahasa melestarikan kebudayaan lokal sebagai kekayaan bangsa patut dihargai dan didukung. Namun kini ditengah arus kebudayaan yang demikian cepat dan sangat deras menggempur hampir semua referensi-referensi nilai-nilai kebudayaan, melihat otoritas tradisional sebagai pusat yang paling dapat mengendalikanya adalah sesuatu yang agak terlalu percaya diri. Yogyakarta sedang berubah ke arah yang berada diluar batas-batas nilai tradisional untuk mampu mengendalikanya. Konstruksi keistimewaan meskipun nan- tinya akan menjadi kekuatan pengendali tetapi tetap bukan merupakan jawaban atas perubahan tata kebudayaan ini.

Sebagai kata kerja, keistimewaan seperti sebuah subyek dari “permainan” sejarah, budaya, dan kekuasaan yang kon- tinyu. Sebagai titik-titik tidak stabil dari sebuah identifikasi, atau sesuatu yang bersifat tambal sulam. Merupakan sebuah upaya untuk menemukan posisi yang tepat bagaimana keis- timawaan menjadi sesuatu yang substansial. Kekhususan atau keistimewaan sebuah tempat bukan ditentukan oleh sejarah internalnya yang panjang namun kenyataan bahwa tempat itu dibangun dari konstelasi hubungan tertentu dan disuarakan secara bersama-sama. Tidak ada satu kelompok yang karena batasan struktural atau kultural tidak dapat mengisi dan ikut

Keistimewan Yogyakarta membentuk kekhususan. Cita-cita keistimewaan Yogyakarta

tentunya tidak ditujukan untuk meromantisir masa lalu. Demi- kian pula halnya dengan konstruksi atas keistimewaan itu sendiri harus dapat ditemukan dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya. Karena konstruksi keistime- waan akan benar-banar dapat dirasakan masyarakat sebagai penerima dan tujuan dari keistimewaan, jika sesuai dengan prinsip ‘Tahta Untuk Rakyat’ maka ‘Keistimewaan (juga harus) Untuk Rakyat’.