Status Tanah Sultan Ground (SG) dan Paku Alaman Ground (PAG)
F. Status Tanah Sultan Ground (SG) dan Paku Alaman Ground (PAG)
Tanah Sultan dan tanah Paku Alaman adalah semua tanah yang berada di wilayah keraton Kasultanan dan Puro Paku Alaman kecuali tanah-tanah yang sudah diberikan hak kepemilikannya kepada siapapun. Definisi ini mengacu pada domein verklaring yang dianut sejak tahun 1918, dikukuhkan dalam Perda DIY No. 5 Tahun 1954, hingga dinyatakan kembali pada tanggal 11 April 2000 pada acara Inventarisasi dan Sertifi- kasiTanah-tanah Keraton DIY antara pemerintah daerah dan
25 Sarjita, “Kajian Yuridis tentang Status Tanah Swapraja dan Eks Swapraja dalam Hukum Tanah Nasional”, Makalah untuk diskusi bulanan PPPM-STPN,
Yogyakarta, 18 Maret 2005, hlm. 10. 26 Ni’matul Huda, Status Hukum Tanah Keraton Yogyakarta setelah Diber-
lakukannya UU no. 5 tahun 1960 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Universitas Islam Indonesia, 1997), hlm. 4.
Akses Masyarakat Atas Tanah instansi terkait. Jumlahnya berlaku susut ketika dinyatakan
suatu lahan dibuktikan sebagai milik orang lain. Bagaimanakah status SG dan PAG di hadapan hukum tanah nasional? Dalam diktum keempat UUPA huruf A dinyatakan, ‘Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada, pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara’. Dengan UUPA ini seharusnya status tanah di eks-swapraja Yogyakarta beralih ke tangan negara. Akan teta- pi, sebagaimana disebutkan di atas, dengan telah keluarnya UU No 3/1950 dilanjutkan dengan jo Perda DIY No. 5 Tahun 1954, peraturan tanah di Yogyakarta bersifat otonom, sehing-
ga dianggap sebagian orang memberi tameng terhadap inter- vensi hukum tanah nasional. Jenis tanah di Yogyakarta terbagi dalam tiga macam: Tanah Kesultanan, Tanah Sultan, dan Tanah Milik pribadi yang dimiliki oleh para keluarga. 27 Demikianlah, sejak masa kolonial di Yogyakarta kita lihat telah berlaku dua hukum agraria, hukum adat dan hukum barat (burgelijke wet boek). Urusan hak tanah diatur dalam domein verklaring/Rijksblad Kasul- tanan tahun 1918 dan Rijksblad Pakualaman tahun 1918. Kekuasaan ini dinyatakan kembali dalam UU No 3/1950. Un- dang-undang terakhir ini merupakan peraturan induk menge- nai keistimewaan Yogyakara. Khusus mengenai peraturan tentang pertanahannya, sementara menunggu Undang- Undang Pokok Hukum Tanah RI yang kemudian berhasil dibentuk berupa UUPA 1960 itu, Hukum Adat kemudian diatur dengan Peraturan DIY No 5/1954. Sedangkan tanah tanah
27 Wawancara dengan Paku Alam IX, Yogyakarta, 8 Januari 2009.
Keistimewan Yogyakarta yang semula tunduk pada Hukum Barat, diatur dengan UU
Darurat No 1/1952, jo No 24/1954, jo No 76/1957. 28
28 R. Sunar Pribadi, “UUPA Sudah Dilaksanakan di DIY!”, Kedaulatan Rakyat, 27 Maret 1984, hlm. 6.
Akses Masyarakat Atas Tanah Keberadaan SG dan PAG diakui baik oleh masyarakat luas
maupun pemerintah. Terbukti jika pemerintah daerah hendak menggunakan tanah di wilayah Yogyakarta harus terlebih meminta izin pada pihak Keraton atau Puro. Demikian juga mereka kalangan usaha yang ingin berinvestasi di Yogyakarta. Sementara masyarakat mengakui tanah itu ditandai dengan penerimaan Surat Kekancingan yang ada di tangan masyara- kat, menjelaskan bahwa status tanah yang ditempati adalah tanah magersari. Surat itu ditandatangani oleh Panitikismo atau pengelola tanah keraton. Lembaga panitikismo semacam di keraton tidak dijumpai di Paku Alaman dan saat ini baru diupayakan dibentuk. Pihak Paku Alaman mengakui bahwa justru yang mengetahui bidang dan luasan tanah Paku Alaman Ground adalah pihak BPN. 29
Mengenai tanah magersari ini, oleh sebagian masyarakat dinilai sangat menguntungkan. Masyarakat DIY mendukung agar tanah magersari tetap berada di tangan Keraton Yogya- karta dan Puro Pakualaman. Secara sederhana tampak bahwa keberadaan tanah magersari mempunyai arti tersendiri di hati masyarakat DIY. Berdasarkan data Biro Tata Pemerintahan DIY, hingga tahun 2005, ada sekitar 6.000 hektar (60.000.000
m 2 ) lebih tanah Keraton dan Puro yang tersebar di seluruh wilayah DIY. Sebagian dari tanah tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat, yaitu untuk tempat tinggal dan usaha. 30 Berbeda dengan hitungan yang dilakukan oleh majalah Himmah edisi tahun 2002, jumlah total tanah SG dan PAG
29 Wawancara dengan R.M. Tamdaru Tjakrawerdaya, op.cit. 30 Kompas Yogyakarta, ‘Tanah Magersari Menjadi Salah Satu Keistimewaan DIY’, 30 Agustus 2007.
Keistimewan Yogyakarta yang ada di DIY seluas 37.782.661 m 2 . Perbedaan jauh hampir
dua kali lipat ini justru menunjukkan ketidakjelasannya bidang mana saja yang dianggap tanah SG dan PAG sehingga mempe- ngaruhi hasil penghitungan. Pihak keraton dan Paku Alaman sendiri tidak tahu persis di mana letak tanah SG dan PAG.
Tabel 12. Luas Tanah Sultan Ground dan Paku Alaman Ground di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2002
Kodya Yogyakarta Luas m 2 Sleman Luas m 2
Danurejan 43259 Cangkringan 650392 Gedong tengen
12655 Gamping 142693 Gondokusuman
108955 Ngaglik 126144 Gondomanan
44613 Prambanan 186199 Jetis
3500 Godean 52532 Matrijeron
16671 Tempel 156641 Mergangsan
863831 Ngampilan
1726247 Turi
8721 Pakem 36919 Pakualaman
8900 Mlati 17358 Umbulharjo
10490 Minggir 58037 Wirobrajan
71798 Ngemplak 83068 Jumlah
2.055.809 Moyudan 63882 Sleman
Luas m 2 Kalasan 7083 Wates
Kulonprogo
2173683 Berbah 34285 Temon
2326994 Jumlah 2.520.414 Nanggulan
Bantul Luas m 2
92079 Piyungan 3162940 Jumlah
8.374.928 Pundong 2613624 Sedayu
Gunung Kidul
Luas m 2 Imogiri 7252941 Tepus
1299566 Kretek 314910 wonosari
635352 Pandak 88831 Panggang
185838 Sanden 1795988 Semanu
463075 Pajangan 1241903 Palian
146037 Srandakan 1672307 Rongkop
331250 Kasihan 200946 Patuk
2200568 Sewon 5296 Nglipar
1018802 Jumlah 18.433.375
Akses Masyarakat Atas Tanah Semin
Luas Total Tanah SG dan PAG: Ponjong
37.782.661 m 2 (sic.) Karangmojo
Sumber: Majalah Himmah, edisi II, 2002, dengan data
yang diolah dari Badan Pertanahan DIY dan sumber lain.