BAB II KAJIAN LITERATUR
TIPOLOGI KESEDIAAN MASYARAKAT UNTUK TINGGAL DI RUMAH SUSUN
2.1 Perumahan 2.1.1 Kebijakan
Perumahan
Menurut Turner 1971:166-168 dalam Panudju 1999:9 yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan
skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Dalam menentukan prioritas tentang rumah cenderung meletakkan prioritas utama pada
lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Status kepemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan
bentuk maupun kualitas rumah merupakan prioritas yang terakhir. Dapat diartikan dalam keadaan tersebut bahwa tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat
dalam upaya mempertahankan hidupnya. Menurut Panudju 1999:12-15 pengadaan perumahan kota dalam jumlah
besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah cukup banyak menghadapi kendala, yaitu : a pembiayaan, b ketersediaan dan harga lahan, c ketersediaan prasarana
untuk perumahan, dan d bahan bangunan dan peraturan bangunan. Kemudian Panudju 1999:17-22 menegaskan bahwa, secara garis besar pengadaan
perumahan kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat dipengaruhi oleh aspek kebijakan menyangkut pembuatan kebijakan pemerintah, undang-undang,
peraturan, kelembagaan dan program pemerintah di bidang perumahan dan aspek pelaksanaan atau kegiatan yang bersifat mikro menyangkut organisasi pelaksana,
dana, pengadaan lahan matang atau kavling siap bangun dan pelaksanaan pembangunan perumahan. Aspek kebijakan dan arahan pemerintah mencakup
tingkat nasional maupun daerah. Pada dasarnya peran pemerintah dalam pengadaan perumahan kota bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dapat dibedakan sebagai pembuat kebijakan strategi dan program pengadaan perumahan secara nasional serta sebagai
pelaksana dalam pengadaan perumahan. Peran yang dapat dilakukan tersebut adalah sebagai provider dan enabler. Sebagai provider pemerintah merupakan
penanggung jawab dan pengambil keputusan. Sebagai enabler atau fasilitator pemerintah membantu atau memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah
dalam pengadaan perumahan. Pemerintah bersifat menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan berbagai bantuan stimulan kepada masyarakat
Panudju, 1999:23-25. Menurut Turner 1978:114-119 dalam Panudju 1999:99 membedakan
peran pemerintah menjadi peran pemerintah pusat dan peran pemerintah daerah. Peran pemerintah pusat dibatasi pada kegiatan-kegiatan pokok yang berdampak
nasional, terutama penyusunan berbagai kebijakan nasional, pembuatan kerangka kelembagaan atau institutional framework, perencanaan sistem pengadaan dan
pengelolaan sumber daya teknologi, lahan dan sumber dana. Disamping itu juga menjabarkan kebijakan agar dapat dilaksanakan peran serta masyarakat dalam
pengadaan perumahan. Peran pemerintah daerah dibatasi pada pengelolaan sumber-sumber dana, pengelolaan penggunaan lahan, pengadaan prasarana
terutama air bersih dan kegiatan-kegiatan lain pada skala kota agar masyarakat dapat benar-benar berperan serta dalam pengadaan perumahan.
Guna mencapai tujuan kebijakan, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber daya dan pengelolaan sumber daya
tersebut. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan, sementara aksi kedua secara terbatas dapat disebut sebagai proses implementasi
kebijakan Dunn, 1984:282. Proses implementasi kebijakan tersebut birokrasi pemerintah menginterprestasikan kebijakan menjadi program. Selanjutnya agar
lebih operasinal lagi program dirumuskan sebagai proyek yang dapat dilaksanakan pada tingkat lapangan. Kebijakan menimbulkan suatu konsekuensi baik berupa
hasil, efek atau akibat. Dunn 1984:280 membagi konsekuensi kebijakan menjadi output dan outcomedampak. Output adalah barang, jasa atau fasilitas lain
yang diterima oleh kelompok sasaran maupun kelompok lain, sedangkan dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output
kebijakan. Pembangunan perumahan senantiasa memerlukan tanah sebagai basis
kegiatannya. Sementara itu luas tanah yang tersedia untuk pembangunan semakin terbatas, baik dalam arti kuantitas maupun kualitas. Model-model pembangunan