Skenario Pelaksanaan

4.7 Skenario Pelaksanaan

Pelaksanaan (implementasi) kebijakan merupakan tahapan paling rumit dalam suatu organisasi, oleh karena itu diperlukan skenario, agar memiliki arah dan pedoman yang jelas, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Pengangkatan Direktur Program Langkah pertama yang harus dilakukan setelah

kebijakan disahkan adalah mengangkat seorang Direktur Program. Hal ini penting, karena harus ada pihak yang bertanggungjawab sebagai pucuk pimpinan dalam pelaksanaan kebijakan. Pentingnya pengangkatan Direktur program, dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut.

Menurut Harvey (1982), dalam J. Salusu (2003:413), sesudah rencana ditetapkan dan disahkan oleh pihak yang berwenang, CEO perlu Menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang siapa yang diangkat untuk diberi tanggungjawab dalam menyusun skenario pelaksanakan rencana.

Skenario pelaksanaan (implementasi) diperlukan untuk menjamin lancarnya pelaksanaan suatu rencana atau kebijakan. Untuk memudahkan analisis, seseorang yang dimaksud dalam Surat Keputusan itu akan disebut Direktur Program. Walaupun bisa juga disebut dengan istilah lain sesuai dengan sifat dan karateristik kebijakan yang akan dilaksanakannya.

Apa pun nama dari Surat Keputusan (SK) tersebut, perlu diterbitkan secara tertulis, guna memperlihatkan pemberian kewenangan kepada Direktur Program. Dengan kata lain bahwa penugasan secara lisan sedapat mungkin harus Apa pun nama dari Surat Keputusan (SK) tersebut, perlu diterbitkan secara tertulis, guna memperlihatkan pemberian kewenangan kepada Direktur Program. Dengan kata lain bahwa penugasan secara lisan sedapat mungkin harus

b. Calon Direktur Program Dalam prakteknya, mengangkat Direktur Program

tidaklah mudah, karena apabila ternyata salah pilih akan membawa dampak negatif terhadap lancarnya pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, orang-orang yang akan dicalonkan sebagai Direktur Program perlu memiliki karakteristik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini perlu dipertimbangkan, karena seorang Direktur Program adalah merupakan personal kunci dari keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan.

Menurut Salusu, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan calon Direktur Program, antara lain dipilih salah seorang dari eselon atas yang ikut berperan daram proses perencanaan, dengan pertimbangan:

1) Mereka yang termasuk ke dalam eselon atas, telah mengikuti diskusi panjang tentang latar belakang pengambilan keputusan. Sehingga memahami betul hakikat dari kabijakan yang telah ditetapkan.

2) Telah mengetahui alternatif-alternatif yang disiapkan sebelumnya, lengkap dengan konsekuensi yang akan timbul apabila kebijakan itu dilaksanakan.

3) Telah mengetahui tentang situasi sumber daya organisasi yang dimiliki, sehingga dapat memperkirakan desain program yang akan ia buat.

4) Telah mengetahui unsur-unsur kompetitif dalam rencana yang ditetapkan, sehingga mampu memprediksi unsur- unsur mana yang diperkirakan akan mendukung terhadap lancarnya pelaksanaan dalam mencapai tujuan organisasi.

Selain itu, mampu juga memperhitungkan hambatan- hambatan yang mungkin terjadi, karena telah mengetahui unsur-unsur organisasi yang dikategorikan lemah atau terbatas. Sehingga akan memiliki kewaspadaan dan kehati- hatian dalam menyusun desain pelaksanaan kebijakan.

5) Telah mengetahui keuntungan yang akan diperoleh apabila kebijakan itu dijalankan.

Sebenanya calon Direktur Program dapat saja diangkat dari sumber lain, tetapi apabila menunjuk seseorang yang tidak mengetahui latar belakang pengambilan keputusan, akan keliru dalam melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap hakikat suatu kebijakan. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, pilihan utama dalam menetapkan sumber calon Direktur Program disarankan dari esselon atas tadi.

c. Analogi dengan Arsitek Seorang Direktur Program akan mengemban tugas yang

cukup berat dalam melaksanakan kebijakan, karena dialah yang paling bertanggungjawab atas aktivitas orang-orang yang berada di bawah kendalinya. Oleh karena itu, dia harus memahami benar akan tugas dan tanggungjawabnya.

Untuk memahami tugas pokok dan wewenang Direktur Program, pembahasannya dianalogikan dengan seorang Arsitek, sebagai berikut:

1) Tugas Arsitek Apabila tugas seorang Direktur Program sebagai

penanggung jawab program adalah membuat desain mengenai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Maka tugas utama dari seorang arsitek erat kaitannya dengan pekerjaan membangun, baik bangunan rumah atau sejenisnya. Tetapi tujuan akhir dari tugas seorang Arsitek penanggung jawab program adalah membuat desain mengenai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Maka tugas utama dari seorang arsitek erat kaitannya dengan pekerjaan membangun, baik bangunan rumah atau sejenisnya. Tetapi tujuan akhir dari tugas seorang Arsitek

Namun demikian, walaupun ada perbedaan dari jenis pekerjaannya, tetapi tanggungjawabnya sama.

a) Seorang Arsitek berkewajiban mendesain detail dari pembuatan sebuah rumah/bangunan, agar mudah dipahami oleh para pelaksana dari pembangunannya. Untuk dapat menyusun desain yang baik, ia harus mengetahui semua detail dari proses pembangunan rumah, bukan hanya sekedar mengetahui material dan ukuran-ukurannya, melainkan segi-segi lain yang tidak mungkin dipahami oleh orang lain, seperti risiko yang akan timbul apabila suatu alternatif digunakan atau dampak yang akan ditimbulkan dari penggunaan material tertentu.

b) Arsitek harus selalu dekat dengan pemilik rumah/bangunan, agar dapat memahami dan memenuhi selerannya. Apabila terdapat beberapa alternatif yang harus dipilih demi kebaikan rumah tersebut, ia harus sering berkomunikasi dengan pemilik rumah, agar tidak menjadi permasalahan di kemudian hari.

c) Untuk dapat memenuhi keinginan pemilik rumah, seorang Arsitek perlu memperhatikan hal berikut:

• Menetapkan target waktu untuk menentukan berapa lama proses pembangunan akan dilakukan, dan kapan target menyelesaikan pekerjaan.

• Merencanakan dan menentukan besarnya biaya yang dibutuhkan, dengan perhitungan yang riil dan logis tanpa rekayasa.

• Menentukan kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan, sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Misalnya ahli • Menentukan kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan, sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Misalnya ahli

• Menetapkan bahan-bahan dengan kualitas yang diinginkan oleh pemilik.

• Melakukan pengendalian/pengawasan dalam pelaksanaannya, mulai dari proses perencanaan sampai tahapan finishing.

Selain itu, seorang Arsitek perlu memahami dan menguasai betul tentang target waktu dan perkiraan lain yang diperlukan pemilik rumah. Misalnya, bagaimana cara melakukan efisiensi dalam pelaksanaanya, bagaimana pemeliharaannya, berapa tahun bangunan itu akan mampu bertahan, sejauh mana kekuatannya terhadap bahaya gempa, bagaimana perlindungan dari kemungkinan terjadinya kebakaran, mengurangi bahaya, pencurian, bahkan kemungkinan terjadinya pelapukan material kayu dan bahan lainnva.

Hanya dengan desain yang baiklah sebuah rumah atau bangunan dapat dikerjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Dengan desain yang baik tersebut, sekaligus dapat mendukung lancarnva pelaksanaan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki pemilik rumah.

Ada satu hal yang penting untuk dipahami bahwa seorang Arsitek tidak bekerja sendirian, ia akan melibatkan banyak orang di setiap tingkatan. Ia dibantu oleh para ahli dari berbagai profesi dan juru gambar. Demikian juga halnya dengan seorang Direktur Program, ia tidak akan bekerja sendiri, melainkan merupakan suatu tim yang terpadu. Demikian juga halnya bagi seorang Direktur Program, seyogyanya telah memiliki gambaran tentang apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Tujuannya Ada satu hal yang penting untuk dipahami bahwa seorang Arsitek tidak bekerja sendirian, ia akan melibatkan banyak orang di setiap tingkatan. Ia dibantu oleh para ahli dari berbagai profesi dan juru gambar. Demikian juga halnya dengan seorang Direktur Program, ia tidak akan bekerja sendiri, melainkan merupakan suatu tim yang terpadu. Demikian juga halnya bagi seorang Direktur Program, seyogyanya telah memiliki gambaran tentang apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Tujuannya

2) Tugas Direktur Program Dengan dianalogikan kepada Arsitek, maka seorang

Direktur Program harus memahami dan memiliki gambaran dari tugas dan tanggungjawabnya untuk melancarkan semua pelaksanaan rencana. Sedikitnya memahami hal-hal berikut:

a) Direktur Program tidak bekerja sendirian, melainkan dibantu oleh seperangkat personal/pegawai dari berbagai profesi dan keahlian.

b) Kerangka pelaksanaan dari sebuah rencana atau kebijakan menjadi tanggungjawab utama baginya.

c) Penyusunan program kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan.

d) Memperkirakan keahlian yang mungkin dibutuhkan oleh organisasi berkaitan dengan jenis pekerjaan, serta merencanakan cara memperoleh tenaga ahli yang bersangkutan. Apakah merekrut dari sumber interen, atau mengambil dari luar organisasi.

e) Butir-butir penting yarg dituangkan ke dalam desain program kerja tersebut, harus diangkat dari hasil diskusi selama proses perencanaan berlangsung. Hal tersebut akan bermanfaat bagi pendukung pelaksanaan kebijakan, karena telah

belakang dan konsekuensinya.

diketahui latar

Inilah kaitannya, mengapa calon seorang Direktur Program harus dipilih dari seseorang yang ikut terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

d. Penyempurnaan Struktur Organisasi Dalam konsep manajemen stratejik, sebuah rencana atau

kebijakan baru terbentuk atas dasar tuntutan perbaikan dengan memperhatikan kondisi sekarang yang dikombinasikan dengan jangkauan ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam proses perencanaan stratejik adalah meningkatkan ekefitivitas, dan efisiensi, hal-hal yang kurang berguna akan segera disingkirkan, penggelembungan personal, dana, dan hal lain yang dirasakan samar-samar peranannya akan segera dipangkas. Sebagai akibat dari pemikiran tersebut, akan terjadi perampingan dalam struktur organisasi, agar penggunaan SDM benar-benar efisien.

pernah terjadi penyempurnaan struktur sejalan dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disempurnakan dengan UU No. 32 Tahun 2004. Begitu SOTK baru diberlakukan, terjadi perubahan drastis dalam tatanan struktur organisasi pemerintahan daerah. Beberapa orang yang kebetulan terpilih untuk menduduki posisi baru yang

Di lingkungan

pemerintahan

lebih menguntungkan menganggap bahwa penyempurnaan struktur adalah anugerah. Tetapi sebaliknya, bagi mereka yang masih menganggap bahwa penyempurnaan struktur membawa masalah besar bagi dirinya.

Sebenarnya penyempurnaan struktur organisasi itu bukan hal baru, dan akan selalu dialami di setiap organisasi yang dinamis. Apalagi dalam konsep manajemen stratejik, pelaksanaan kebijakan baru menurut adanya penyempurnaan struktur disesuaikan dengan kebutuhan. Mempertahankan struktur lama untuk melaksanakan kebijakan baru, akan membawa risiko terhadap kemungkinan gagalnya pencapaian tujuan yang diharapkan. Degan kata lain, dalam proses pelaksanaan kebijakan baru, penyempurnaan struktur organisasi mutlak diperlukan, karena :

1) Untuk menjelaskan uraian tindakan-tindakan spesifik secara jelas yang harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran yang tergabung dalam organisasi.

2) Struktur organisasi memperlihatkan tingkat otonomi dari setiap orang dalam melakukan berbagai kegiatan dalam pelaksanaan kebijakan.

3) Antara organisasi dan pelaksanaan terdapat hubungan dan saling ketergantungan yang kuat satu sama lainnya. Selain itu, di antara keduanya merupakan proses keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.

4) Kurang tepat, apabila memaksakan struktur lama untuk melaksanakan kebijakan baru, kecuali struktur yang ada sesuai dengan kebijakan baru tersebut.

5) Jadi, apabila rencana baru memerlukan penyempurnaan struktur, yang berkewajiban melakukannya adalah Direktur Program yang bersangkutan. Struktur organisasi didesain sedemikian rupa disesuaikan dengan apa yang dikehendaki oleh esselon atas terutama CEO.

6) Terdapat beberapa pola dalam menyempurnakan struktur organisasi. CEO dapat memilih tiga bentuk, antara lain bentuk matris, piramida, dan tim. Salah satu pola yang dapat dijadikan acuan adalah dengan memperhatikan faktor-faktor kunci sebagai berikut.

a) Besarnya organisasi,

b) Teknologi dan kompleksitas yang digunakan oleh organisasi,

c) Lingkungan, yaitu tempat organisasi yang menggunakan sistem desentralisasi lebih mudah memberikan reaksi terhadap perubahan struktur, dibanding dengan lingkungan yang menggunakan sistem sentralisasi.

d) Falsafah manajemen puncak yang dianut, sengaja dipilih bentuk tertentu sesuai dengan falsafah organisasi.

e) Pertimbangan geografis, yakni semakin luas daerah pelayanan organisasi, semakin diperlukan desentralisasi organisasi secara geografis, walaupun tidak secara otomatis diikuti oleh desentralisasi dalam pengambilan keputusan.

f) Organisasi informasi, yaitu tempat sekelompok para ahli atau profesional tertentu yang tidak menghendaki diberlakukannya mekanisme kerja yang terlalu formalistik.

g) Strategi, yang tergambar di dalamnya struktur mana yang sesuai dengan strategi itu.

Menurut Galbraith dan Kasanjian dalam J. Salusu (2003: 416), dalam memilih suatu struktur organisasi tidak ada satu pilihan pun yang dapat dianggap paling tepat. Demikian juga menurut teori Contingency, dalam kepustakaan organisasi tidak ada satu jalan yang terbaik untuk mengorganisasikan, dan di antara semua cara yang digunakan tidak ada yang mempunyai efektivitas yang sama. Untuk menentukan pilihan, cara mana yang akan digunakan, sepenuhnya diserahkan kepada eksekutif atau esselon atas dari masing-masing organisasi. Namun demikian, esselon atas pun tidak serta merta memiliki kewenangan mutlak dalam menentukan pilihan, tetapi bergantung kepada perkembangan strategi yang digunakan.

Apabila ternyata strategi yang digunakan hanya bersifat inkrimental, proses penyempurnaan struktur organisasi pun sifatnya sangat sederhana. Certo, dalam J. Salusu (2003: 417), mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya penyempurnaan struktur organisasi dalam mendukung pelaksanaan kebijakan baru. Maksud dari penyempurnaan Apabila ternyata strategi yang digunakan hanya bersifat inkrimental, proses penyempurnaan struktur organisasi pun sifatnya sangat sederhana. Certo, dalam J. Salusu (2003: 417), mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya penyempurnaan struktur organisasi dalam mendukung pelaksanaan kebijakan baru. Maksud dari penyempurnaan

Certo menyarankan agar modifikasi struktur tersebut sebaiknya dilakukan secara reguler untuk menyesuaikan perkembangannya dengan lingkungan eksternal, dan tidak sekedar karena adanya kebijakan baru. Modifikasi struktur ini mencakup apa saja, tetapi ada yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu garis kewenangan dalam tubuh organisasi, tingkat pertanggungjawaban, dan menciptakan arus komunikasi yang jelas. Risiko yang akan timbul apabila tidak terdapat garis kewenangan dikhawatirkan adanya situasi yang memungkinkan setiap orang memberitahukan kepada setiap orang, apa yang harus dilakukannya. Dalam arti akan tercipta situasi yang membingungkan, dan akhirnya akan mengacaukan situasi dan iklim organisasi. Apabila terjadi hal seperti itu, pencapaian tujuan kemungkinan besar akan gagal.

Sebaliknya apabila ada garis kewenangan, akan bermanfaat dalam memberikan petunjuk tentang pendelegasian wewenang untuk membuat keputusan bagi setiap unit organisasi. Kewenangan ini akan menciptakan kewajiban untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

Sebuah tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang, di dalamnya mengandung komitment untuk mencapai sasaran organisasi, menggunakan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan mau mengikuti kebijakan yang berlaku di dalam organisasi.

e. Sentralisasi dan Desentralisasi Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa

lingkungan organisasi yang menganut sistem desentralisasi lebih mendukung terhadap penyempurnaan struktur lingkungan organisasi yang menganut sistem desentralisasi lebih mendukung terhadap penyempurnaan struktur

Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan mengutamakan perbedaan antara sentralisasi struktural dengan desentralisasi struktural, juga perbedaan antara sentralisasi administrati dengan desentralisasi administratif.

1) Sentralisasi struktural dan desentralisasi struktural

a) Sentralisasi struktural, apabila dua atau lebih sistem dikorporasikan di bawah komando satu mekanisme tunggal.

b) Desentralisasi struktural, apabila satu sistem dibagi dalam dua atau lebih sub-sistem yang independen, masing-masing dengan kendali sendiri.

2) Sentralisasi administratif dan Desentralisasi Administratif.

a) Sentralisasi administratif adalah pendelegasian wewenang pengambilan keputusan pada tingkat yang lebih tinggi dari hierarki organisasi.

b) Desentralisasi administratif adalah pendelegasian wewenang pengambilan keputusan oleh pejabat tingkat yang lebih tinggi dari hierarki organisasi pejabat tinggi yang lebih rendah.

Dengan demikian, setelah memahami pengertian dan perbedaan sentralisasi dan desentralisasi akan terlihat peluang yang lebih besar untuk melakukan penyempurnaan struktur organisasi.

f. Karakteristik Sentralisasi Struktural dan Desentralisasi Struktural

Istilah sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi akan memperlihatkan kompleksitasnya aktivitas orang-orang dalam berorganisasi. Untuk menambah pemahaman terhadap kedua istilah tersebut perlu mengetahui karakteristik keduanya, yakni sebagai berikut:

a) Karakteristik Sentralisasi Struktural • Ada satu mekanisme pengawasan terpusat secara

nasional yang merupakan struktur kekuasaan yang melaksanakan kekuasaan melalui proses pengambilan keputusan.

• Wewenang dan tanggungjawab terakhir atas pengambilan keputusan, berada pada puncak hierarki dari sistem itu.

• Daerah tidak memiliki yurisdiksi pengambilan keputusan secara (otonomi).

• Para pejabat di daerah wajib menjalankan keputusan- keputusan dari pimpinan departemen yang berada

pada puncak struktur organisasi. • Keputusan yang dibuat pejabat di daerah atau pada

jajaran esselon yang lebih rendah, akan bergantung pada persetujuan dari para pejabat di tingkat pusat.

b) Karakteristik Desentralisasi Struktural: • Tidak ada mekanisme pengawasan yang terpusat.

• Setiap daerah memiliki yurisdiksi pengambilan keputusan (otonomi).

• Tidak ada garis kewenangan yang menggabungkan suatu sistem tertentu (misalnya sistem pendidikan) di daerah.

Dengan dikemukakannya karakteristik sentralisasi dan desentralisasi struktural dapat diketahui dengan jelas tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam menyempurnakan struktur organisasi. Selain itu orang-orang yang terlibat di dalam organisasi akan mengetahui posisi masing-masing sekaligus memahami batas kewenangannya.

g. Posisi dan kewenangan pengambilan keputusan Untuk mengetahi sejauh mana seseorang yang menduduki

posisi tertentu memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, penulis kemukakan pandangan Max Weber yang menyatakan bahwa:

1) Bagi orang-orang yang berada pada posisi puncak, cenderung membuat keputusan-keputusan tentang kebijakan.

2) Sedangkan bagi orang-orang yang berada pada posisi menengah, cenderung membuat keputusan-keputusan yang bersifat prosedural.

3) Bagi orang-orang yang berada pada posisi tingkat bawah cenderung membuat keputusan-keputusan pendukung pelaksanaan.

Proses pengambilan keputusan seperti yang dikemukakan di atas, dianggap merupakan proses yang paling ideal. Tetapi dapat saja terjadi, proses pengambilan keputusan yang bersifat kebijakan, prosedural, dan pelaksanaan

(implementasi) semuanya berada pada hierarki puncak dalam organisasi yang bersangkutan. Hal itu mengandung pengertian bahwa organisasi mempertahankan kewenangan dalam membuat keputusan-keputusan secara terkonsentrasi. Organisasi yang menganut sistem demikian dapat diklasifikasikan sebagai administratively centralized (organisasi yang terpusat secara admistratif).

Bagi organisasi yang menganut sistem sentralisasi administratif, pada pejabat yang berada di daerah hanya mengawasi, apakah keputusan-keputusan yang telah ditetapkan di tingkat pusat dapat terlaksana dengan baik atau tidak.

Dalam situasi yang sebaliknya, desentralisasi administratif mengarah kepada pendelegasian wewenang untuk tipe-tipe keputusan tertentu dari hierarki tingkat atas kepada hierarki tingkat bawah. Namun wewenang akhir tidak akan didelegasikan kepada hierarki bawah, karena para pejabat yang menduduki posisi puncak dituntut harus mempertanggungjawabkan semua keputusan yang telah diambil di lingkungan organisasinya. Oleh karenanya, para pejabat di tingkat atas tetap memegang kewenangan untuk rnenyetujui atau menolak keputusan-keputusan yang diambil oleh pejabat di bawahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan

organisasi dapat diklasifikasikan, menggunakan sistem desentralisasi administratif apabila wewenang pengambilan keputusan didelegasikan ke tingkat hierarki terendah, selama masih ada kemungkinan untuk dilakukan koordinasi dan pengawasan terhadap keputusan-keputusan yang diambil

bahwa

sebuah

Di antara dua sistem seperti yang dikemukakan di atas, terdapat variabel lain yang mungkin dapat diterapkan pada organisasi tertentu, terutama di lingkungan organisasi pemerintahan.

Variabel

yang

dimaksud adalah dimaksud adalah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dikemukakan bahwa dekonsentrasi adalah “Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu”.

Pendelegasian wewenang untuk mengambil keputusan yang diberikan esselon atas kepada esselon bawah akan banyak berpengaruh dalam menjalankan prinsip sentralisasi- desentralisasi. Karena semakin banyak keputusan penting yang dibuat oleh eselon bawah, semakin tinggi tingkat desentralisasi dan semakin rendah tingkat sentralisasi.

Muncul masalah dalam pelaksanaan dekonsentrasi ini, yakni kewenangan apa yang akan dilimpahkan kepada eselon bawah? Pertanyaan lain, maukah eselon atas menyerahkan sebagian kewenangannya kepada eselon bawah? Dalam lingkup yang lebih luas, eselon bawah berarti daerah. Dan masih banyak lagi permasalahan yang perlu dijawab dengan bijak, agar tidak menimbulkan kerugian. Karena sistem sentralisasi, desentralisasi, dan dekonsentrasi, masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan.

Misalnya dalam penggunaan sistem desentralisasi, para pejabat di tingkat pusat tidak lagi disibukkan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat rutin, tetapi lebih diarahkan kepada pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan manajemen stratejik. Di pihak lain, eselon bawah Misalnya dalam penggunaan sistem desentralisasi, para pejabat di tingkat pusat tidak lagi disibukkan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat rutin, tetapi lebih diarahkan kepada pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan manajemen stratejik. Di pihak lain, eselon bawah

Tetapi di balik keuntungan desentralisasi tersebut, terselip juga kelemahan-kelemahannya. Antara lain, pengawasan dan pengendalian akan semakin sulit untuk dilakukan, selain itu keputusan-keputusan akan bervariasi sehingga dapat mengurangi uniformitas.

h. Spesifikasi Pekerjaan Spesifikasi pekerjaan merupakan salah satu langkah penting

dalam skenario pelaksanaan kebijakan. Dalam hal ini, Direktur Program perlu mendesain spesifikasi pekerjaan dan membagi penugasan pekerjaan itu kepada setiap kepala unit kerja yang akan terlibat di dalam pelaksanaan (implementasi).

Setelah tahap spesifikasi pekerjaan ini selesai, para kepala unit hendaknya memahami dengan sungguh-sungguh tentang tugas yang harus dikerjakannya, serta wajib meminta klarifikasi kepada Direktur Program apabila ada butir-butir penugasan yang kurang jelas atau tidak dapat dipahami. Dengan demikian, komunikasi harus tercipta dengan baik. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi yang dimiliki seorang Direktur Program sangat diperlukan, karena merupakan bagian dari kepemimpinan, Manfaat lain dari iklim komunikasi yang efektif adalah terciptanya koordinasi yang baik.

i. Rencana Program, dan Anggaran Tahapan selanjutnya dalam kerangka skenario pelaksaaan

(implementasi) adalah penyusunan rencana, program dan anggaran. Kegiatan ini dilakukan setelah Direktur Program (implementasi) adalah penyusunan rencana, program dan anggaran. Kegiatan ini dilakukan setelah Direktur Program

1) Rencana dan Program Yang dimaksud dengan rencana dan program di sini

adalah setiap tindakan yang akan dilakukan oleh kepala unit kerja, meliputi: jenis pekerjaan, jadwal waktu, orang yang bertanggungjawab, dan untuk apa tugas itu dikerjakan.

Sebelum rencana dan program ini dilaksanakan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu, agar sejalan dengan desain program yang ditetapkan oleh Direktur Program. Mungkin saja Kepala Unit Kerja memerlukan tenaga ahli tertentu, fasilitas tertentu, biaya yang diperlukan, dan sebagainya untuk mendukung lancarnya pelaksanaan tugas. Pada dasarnya semua rencana yang sesuai dengan desain yang telah disiapkan oleh Direktur Program akan dipenuhi,

memang telah diperkirakan.

karena

sebelumnya

2) Anggaran Idealnya, anggaran yang diajukan oleh kepala unit dapat

dipenuhi karena telah diperhitungkan sejak awal. Tetapi apabila terjadi sebaliknya, mungkin ada sesuatu yang keliru sehingga pihak manajemen perlu meninjau kembali perencanaan yang telah ada. Bisa saja terjadi, program kerja yang akan dilaksanakan ini belum matang pada saat semua pihak telah siap untuk terjun ke lapangan. Hanya saja, apabila hal ini benar-benar terjadi, berarti konsep manajemen strategi yang dijalankan belum memenuhi standar yang semestinya, karena manajemen stratejik justru untuk menghindari ini.

j. Uraian Tugus Yang dimaksud dengan uraian tugas di sini adalah kegiatan

yang dilakukan oleh Kepala Unit Kerja, setelah segala keperluan yang dibutuhkan terpenuhi (rencana, program, dan anggaran), paling tidak sebagian besar dari kebutuhan telah tersedia.

Dalam membuat uraian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

l) Uraian tugas dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan.

2) Pihak-pihak terkait perlu dilibatkan dalam membuat uraian tugas tersebut, hal ini diperlukan agar membatu kelancaran pelaksanaan tugas. Setidak-tidaknya yang bersangkutan akan merasa dihargai keberadaannya dan dapat diketahui kesanggupannya.

3) Uraian tugas yang baik akan membantu pihak manajemen dalam pelaksanaan suatu rercana, juga akan memudahkan dalam seleksi dan pengawasan pekerjaan yang sedang berlangsung.

4) Secara umum, dalam proses manajemen sedikitnya ada dua jenis uraian tugas, yaitu:

a) Uraian tugas generik (general), ditulis dan dinyatakan secara umum, tanpa rincian tugas dan tanggungjawab. Pernyataan ini memuat tentang suatu kategori pekerjaan dengan memakai atribut yang sama dari semua pekerjaan yang termasuk dalam kategori tersebut. Misalnya uraian tugas Kepala Biro Keuangan, secara umum memuat uraian tentang semua pekerjaan di lingkungan biro keuangan tersebut.

b) Uraian tugas spesifik, dinyatakan secara rinci dan tepat tentang tugas dan tanggungjawab dari suatu pekerjaan. Uraian tugas ini memperlihatkan juga hubungan yang jelas dengan unit kerja lain dalam kategori pekerjaan tersebut.

c) Setelah uraian tugas dibuat, langkah terakhir yang harus dilakukan adalah pelatihan untuk memperlancar pelaksanaan tugas. Paling tidak, ada penjelasan tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan. Hal ini penting sebagai pembekalan bagi yang akan bertugas, agar mengenal betul lapangan atau bidang kerja yang akan dimasukinya. Selain itu harus dijelaskan secara rinci, sasaran dan tujuan apa yang ingin dicapai oleh organisasi, agar semua pihak mendukung pelaksanaan secara utuh.

k. Rutinitas Pekerjaan Tahap akhir dari skenario pelaksanaan (implementasi)

kebijakan adalah melakukan rutinitas (merutinkan) pekerjaan. Dalam arti bahwa pekerjaan yang sudah dipahami oleh semua pihak, harus menjadi kebiasaan dan berjalan seperti pekerjaan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, perlu memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1) Tugas-tugas yang dilakukan oleh semua pihak harus menjadi kebiasaan sehari-hari.

2) Proses pelaksanaan (implementasi) kebijakan ini mungkin memerlukan waktu yang cukup lama, namun akan mencegah pekerjaan ulang karena setiap orang telah mengetahui tanggungjawab masing-masing sebelum memulai pekerjaan itu.

3) Dengan diusahakannya rutinitas pekerjaan, diharapkan kesalahan besar dalam pelaksanaan dapat dicegah sedini mungkin.

4) Setiap pekerjaan yang dihasilkan oleh karyawan dapat menampilkan kualitas produk/jasa yang disukai dan memuaskan konsumen. Namun, harus diwaspadai bahwa kepuasan seseorang belum tentu dapat dinikmati oleh orang lain, karena setiap individu memiliki keunikan tersendiri. Kepuasan seseorang tidak akan sama dengan orang lain, dan tidak pernah akan sama dalam berbagai hal. Yang dimaksud dengan kepuasan di sini adalah kepuasan rata-rata.

5) Model pelaksanaan di dalam organisasi tidak akan persis sama, disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum setiap unit kerja atau setiap orang, akan memulai pekerjaannya, mereka harus bertanya kepada diri sendiri. Apa yang harus saya lakukan, untuk mengimplementasikan bagian tugas saya dari program kerja yang dihadapi? Bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikannya?

Alasan diperlukannya hal seperti itu, karena setiap unit kerja atau setiap orang memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan tugasnya. Pengalaman kerja dari masing-masing orang ikut mempengaruhi terhadap gaya kerja dan metode yang digunakannya. Implikasinya, proses pelaksanaan kerja tidak akan persis sama satu sama lain, walaupun tujuan akhirnya tidak akan jauh berbeda.

l. Reaksi terhadap Penyempurnaan Struktur Perubahan struktur yang dilakukan dalam rangka

pelaksanaan (implementasi) rencana atau kebijakan baru, adakalanya mendatangkan reaksi dari pihak-pihak tertentu, pelaksanaan (implementasi) rencana atau kebijakan baru, adakalanya mendatangkan reaksi dari pihak-pihak tertentu,

1) Penolakan tersembunyi dari pejabat-pejabat tertentu.

2) Ada sementara pejabat yang enggan menyerahkan kekuasaan tertentu kepada pihak lain dengan berbagai alasan.

3) Ada juga unit kerja yang tidak bersedia menyerahkan sumber daya yang dimilikinya, terutama sumber daya yang relatif lebih baik dibanding unit kerja lainnya. Bagi yang mendapatkan promosi dalam proses perubahan struktur itu biasanya sudah lama menantikan dan menghendaki adanya perubahan, mungkin juga ada pihak yang berseberangan paham sehingga gasasan- gagasan dia sulit dikembangkan.

4) Kepentingan bersifat politis terkadang sulit untuk dihindari dan secara signifikan dapat mempengaruhi perubahan struktur tersebut. Kebiasaan itu tumbuh subur di lingkungan organisasi publik, dan menjadi ciri dari karakter birokrasi publik yang kemudian menjalar ke lingkungan organisasi non-profit.

Maka, berdasarkan kenyataan di atas, dalam melakukan penyempurnaan struktur

organisasi diperlukan keluwesan atau fleksibilitas yang tinggi untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi di kemudian hari.