Memilih Model Pelaksana (Implementasi)

4.9 Memilih Model Pelaksana (Implementasi)

Setelah mengetahui pemilahan cara menentukan pola pelaksanaan kebijakan dan model-model pelaksanaan yang mengacu kepada empat kutub, yang diperlukan sekarang adalah cara memilih model yang cocok sesuai dengan sifat kebijakan yang akan dilaksanakan.

Dengan diketahuinya model-model implementasi kebijakan, muncul pertanyaan: (1) “Model mana yang terbaik?”, dan (2) “Bagaimana cara menetapkan pilihan?”

Sebagai jawaban atas pertanyaan yang pertama, menurut para ahli tidak ada model yang terbaik. Dengan alasan bahwa setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak ada satu pun yang sempurna. Di samping itu, setiap kebijakan memerlukan model implementasi yang berlainan sesuai dengan karakteristik dan sifatnya. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa model yang terbaik adalah penggunaan model yang sesuai dengan karakteristik kebijakannya.

Oleh karena itu, perlu dikemukakan tentang jenis-jenis kebijakan dan model-model yang dianggap paling cocok untuk Oleh karena itu, perlu dikemukakan tentang jenis-jenis kebijakan dan model-model yang dianggap paling cocok untuk

a. Ada suatu kebijakan yang harus dilaksanakan dengan menggunakan pola dari atas ke bawah (top-down). Kebijakan yang termasuk ke dalam jenis ini, adalah kebijakan yang sangat strategis dan berhubungan dengan keselamatan bangsa atau negara. Misalnya kebanyakan anti teroris, yang harus segera dilaksanakan secara lini karena sifatnya yang urgent.

b. Ada juga kebijakan yang lebih cocok untuk dilaksanakan (diimplementasikan)

bottom-upper atau menggunakan pola dari bawah ke atas. Kebijakan ini sifatnya tidak berkenaan langsung dengan hal-hal yang menyangkut keamanan negara, melainkan lebih berorientasi kepada masyarakat banyak berkenaan dengan kesejahteraan keluarga. Misalnya tentang penggunaan alat kontrasepsi KB, yang harus lebih memperhatikan penggunanya daripada pihak lain. Selain itu, penggunaan varietas bibit padi unggul bagi petani.

secara

c. Ada juga kebijakan yang cocok dilaksanakan (diimplemenetasikan) secara kombinasi, yakni dengan menggunakan gabungan antara top-down dan bottom- upper. Misalnya kebijakan yang berkaitan dengan national security (Hankam). Indonesia memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang bersifat ganda, dalam arti secara tersendiri memiliki Angkatan Bersenjata di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan ditambah dengan POLRl.

Untuk kebijakan jenis ini memang memerlukan pola dari atas ke bawah, tetapi selain ada TNI dan POLRI Indonesia memiliki Sistem Perlahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang sudah jelas lebih banyak melibatkan peranan Untuk kebijakan jenis ini memang memerlukan pola dari atas ke bawah, tetapi selain ada TNI dan POLRI Indonesia memiliki Sistem Perlahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang sudah jelas lebih banyak melibatkan peranan

d. Ada kebijakan

harus dilaksanakan (diimplementasikan) dengan mekanisme paksa, yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat dan bangsa, sifatnya strategis untuk mencegah generasi penerus dari kemerosotan moral. Misalnya kebijakan tentang miras, narkoba, prostitusi, dan sebagainya.

yang

e. Ada kebijakan yang cocok untuk dilaksanakan (diimplementasikan) dengan mekanisme pasar. Kebijakan ini tidak mendesak, dan sifatnya lebih mementingkan pencegahan dan yang dapat dilakukan sepanjang masa selama kebijakan itu dianggap perlu. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dan masyarakat, maka diperlukan pola mekanisme pasar. Misalnya kebanyakan yang berkaitan dengan Keluarga Berencana.

Pertanyaan kedua adalah “Bagaimana cara menetapkan pilihan?” agar memperoleh model yang cocok. Jawaban atas pertanyaan kedua ini, dapat dipandu dengan memperhatikan kata kunci berupa empat kata tepat, sebagai pedoman untuk memilih model pelaksanaan (implementasi) kebijakan, yakni :

a) Apakah kebijakan itu sendiri, sudah tepat? Ketepatan kebijakan dinilai dari sejauh mana kebijakan

dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sisi kedua yang dapat dijadikan ukuran, sejauh mana kebijakan itu dirumuskan sesuai dengan karakteristik masalah yang ingin dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sisi kedua yang dapat dijadikan ukuran, sejauh mana kebijakan itu dirumuskan sesuai dengan karakteristik masalah yang ingin

b) Apakah pelaksana-nya sudah tepat? Berkenaan dengan pelaksana kebijakan, atau Aktor

pelaksana kebijakan tidak terbatas kepada pemerintah saja. Tetapi ada tiga lembaga yang dapat bertindak sebagai pelaksana dari kebijakan, yaitu: (1) Pemerintah; (2) Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat; (3) Pelaksanaan (implementasi) kebijakan yang diswastakan.

Contoh :

1) Untuk kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, misalnya berkenaan dengan pembuatan kartu identitas seperti SIM, KTP, Paspor, dan sebagainya. Sebaiknya pelaksana dari kebijakan tersebut adalah pemerintah, apalagi kebijakan yang berkaitan dengan derajat keamanan negara tingkat tinggi, seperti pertahanan dan keamanan nasional.

2) Untuk kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk memberdayakan

seperti tentang penanggulangan kemiskinan, pemberantasan tiga buta, dan sebagainya pelaksananya adalah pemerintah bekerjasama dengan masyarakat.

masyarakat,

3) Untuk kebijakan yang bertujuan untuk memberi pengarahan kepada masyarakat, misalnya tentang bagaimana perusahaan harus

dikelola, maka pelaksananya adalah swasta/masyarakat.

c) Apakah target yang ditetapkan sudah tepat?

Target adalah tujuan yang telah ditetapkan sejak proses perencanaan, tujuan tersebut bisa juga dikatakan target. Untuk memilih model yang tepat bagi pelaksanan kebijakan, perlu juga mempertanyakan apakah target sudah tepat? Untuk mengetahuinya, tingkat ketepatan target dapat dilihat dari tiga hal:

1) Apakah target yang akan diintervensi telah sesuai dengan rencana? Juga harus dilihat, apakah tidak terjadi tumpang tindih dengan intervensi lain? Hal ini perlu diidentifikasi dengan jeli, jangan sampai terjadi tumpang tindih apalagi bertentangan. Misalnya, satu kebijakan menghendaki penataan trotoar jalan, kebijakan lain melaksanakan pemasangan pipa yang harus menggali trotoar yang baru saja selesai ditata. Contoh lain, di Indonesia terdapat kabijakan untuk income generating yang diwarnai oleh banyaknya kebijakan pemberi kredit bersubsidi dari berbagai departemen, semua dijalankan dan akibatnya terjadi over lapping dan saling mematikan.

2) Apakah target dalam kondisi siap untuk diintervensi? Kesiapan target untuk diintervensi penting untuk diperhitungkan, karena yang dimaksud kesiapan di sini bukan hanya sekedar siap secara alami, tetapi juga apakah target berada pada posisi konflik atau harmonis? Apakah kondisi target, mendukung atau menolak?

Misalnya kebijakan untuk melakukan sosialisasi teknologi pertanian di daerah konflik, hal ini tidak tepat dan tak mungkin berhasil. Karena penduduk di daerah tersebut lebih mementingkan upaya menyelamatkan nyawa daripada memikirkan hal-hal lain. Dengan demikian, ketepatan target penting untuk dipikirkan.

3) Apakah implementasi bersifat baru, atau pembaharuan. Ini pun tak kalah pentingnya dengan pertanyaan lain, karena akan mengakibatkan kegagalan karena melaksanakan kebijakan yang tampak seperti baru, padahal sudah pernah dilakukan dan terjadi pengulangan. Pada prinsipnya, melakukan pelaksanaan kebijakan yang sama dengan hasil yang sama tidaklah efektif, mungkin lebih tepat jika disebut pemborosan, kecuali pelaksanaan program lanjutan karena memang ada pekerjaan yang belum selesai.

d) Apakah lingkungan-nya sudah tepat? Kata kunci keempat yaitu tepat lingkungan, untuk

mengetahui tepat tidaknya dapat dilihat dari kesesuaian antara kebijakan dengan kedua jenis lingkungan (1) Lingkungan perumus kebijakan, dan (2) Lingkungan pelaksana kebijakan.

Lingkungan perumus kebijakan yaitu interaksi di antara lembaga perumus kebijakan, pelaksana kebijakan, dan lembaga lain yang terkait. Dalam hal ini ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, yakni kekuatan sumber otoritas dan kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Juga berkenaan dengan tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dengan jejaring yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan.

Lingkungan kedua yang tak kalah pentingnya untuk diperhitungkan adalah lingkungan eksternal kebijakan yang disebut variabel eksogen yang terdiri atas persepsi publik akan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. Juga berkenaan dengan interpretasi (penafsiran) dan lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan,

kepentingan dalam menginterpretasikan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan

dan

kelompok kelompok

Dengan demikian, melalui proses identifikasi terhadap empat kata tepat sebagai kata kunci untuk memilih model implementasi yang sesuai sedikitnya telah ada acuan atau pedoman. Tetapi untuk menetapkan pilihan masih perlu mempertimbangkan hal lain, yakni dukungan dari faktor politik, dukungan stratejik, dan dukungan teknis. Sebagai contoh, pernah terjadi dan dialami oleh Presiden Soeharto menjelang ke-lengseran-nya. Saat itu kebijakan-kebijakannya sulit untuk dilaksanakan karena tidak mendapat dukungan politis yang memadai, baik dari lingkungan administratif maupun dari parlemen yang menghendaki beliau mundur.