sedemikian rupa sehingga anak mampu memahaminya, misalnya dengan menyajikan pelajaran yang berisi obyek atau benda-benda yang nyata.
Pendidikan pada tingkat SMP masih termasuk dalam pendidikan dasar, tapi dalam hal karakteristik peserta didik secara umum tentunya
sudah sangat berbeda dengan peserta didik di SD. Guru SMP memiliki peserta didik yang usianya sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara
kognitif masuk pada tahap perkembangan operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola
berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda Piaget, dalam Irwanto, 1997. Dalam
usia ini seorang anak masuk pada usia pubertas yang sering disebut periode tumpang tindih, yaitu saat akhir masa kanak-kanak dan awal masa
remaja Irwanto, 1997. Periode ini merupakan masa yang sulit bagi seseorang, sehingga tentunya akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan dan tantangan bagi guru. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk
mengetahui perbedaan tingkat stres antara guru SD dan guru SMP khususnya di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di
kecamatan Pakis? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan
Pakis.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah kajian teoretis di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai stres kerja pada guru.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai stres kerja pada guru SD dan SMP khususnya di kecamatan
Pakis Magelang. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan mengenai hal-hal yang menyebabkan stres pada
guru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Stres
1. Pengertian Stres
Stres menurut Santrock 2003 adalah respon individu terhadap keadaan dan kejadian yang disebut stressor, yang mengancam dan menganggu
kemampuan seseorang untuk menanganinya coping. Selye dalam Huffman, 2000 mendefinisikan stres sebagai respon
nonspesifik dari tubuh terhadap suatu tuntutan. Secara sederhana Anoraga 2006 mengartikan stres sebagai suatu bentuk tanggapan seseorang, baik
secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Hardjana 1994, mengartikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan orang yang
dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sumber daya biologis,
psikologis, dan sosial yang ada padanya. Sarafino 1997 mendefinisikan stres dalam tiga pendekatan antara
lain :
9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. stres sebagai stimulus
Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan, dan mengambarkan stres sebagai stimulus. Individu melihat dalam referensi
orang terhadap sumber atau penyebab kegelisahan dan tekanan sebagai kejadian atau keadaan yang menyebabkan stres. Keadaan atau kejadian
yang membuat kita merasa terancam atau terganggu, sehingga menghasilkan perasaan tertekan yang disebut stressor.
Stressor dapat berupa bencana besar tornado, tsunami, gempa bumi, banjir, dll, kejadian besar dalam kehidupan seseorang kehilangan
orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, kondisi yang tidak menyenangkan hidup di daerah yang bising.
b. stres sebagai respon
Pendekatan ini lebih menekankan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon. Individu secara
cepat akan merespon stimulus yang diterimanya. Respon yang dialami tersebut mengandung dua komponen, yaitu komponen psikologis dan
komponen fisiologis. Komponen psikologis meliputi: perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres. Komponen fisiologis berupa rangsangan-
rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung bedebar, mulut kering, perut mulas, dan berkeringat. Respon terhadap stressor ini disebut strain
atau ketegangan. Selye dalam Sarafino, 1997 menyatakan pendapat yang senada,
bahwa ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenalin yang mengaktifkan sistem saraf simpatetik. Menurut
Selye individu tidak hanya berhenti pada merespon stressor saja namun masih ada 2 tahap lagi. Selye menyebut 3 tahap tersebut dengan istilah
General Adaption System GAS antaralain: 1 Tahap reaksi alarm alarm reaction merupakan upaya mempersiapkan diri untuk melawan stres.
Upaya yang dilakukan seperti: jantung berdebar-debar, muka pucat, tekanan darah naik, kadar gula dalam darah meningkat. 2 Tahap resisten
resistance reaction merupakan tahap dimana tubuh melakukan penyesuaian pada keadaan yang menimbulkan stres. 3 Tahap kelelahan
exhoustion reaction terjadi ketika tubuh sudah tidak mampu lagi untuk memberi respon dalam melawan keadaan stress Sarafino, 1997.
c. stres sebagai transaksi
Stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungan yang merupakan kelanjutan dari interaksi dan penyesuain diri. Interaksi antara
individu dalam lingkungan yang saling mempengaruhi disebut hubungan transaksional. Stres tidak hanya suatu stimulus atau suatu respon, namun
juga merupakan sebuah proses yang mana individu sebagai pengantara yang aktif yang dapat mempengaruhi stressor melalui perilaku, kognitif,
dan emosional. Individu dapat memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang sama.
Sarafino 1997 menyimpulkan bahwa stres merupakan kondisi yang merupakan hasil ketika transaksi oranglingkungan membawa individu merasa
ketidaksesuaian-nyata atau tidak-dengan tuntutan dari situasi dan sumberdaya biologis, psikologi atau sistem sosial.
Steers dalam Rasid, 1992 memandang stres sebagai reaksi individu terhadap karakteristik lingkungan yang dirasa menunjukkan suatu ancaman.
Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa stres merupakan tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap kondisi
lingkungan yang menuntut, membebani dan mengancamnya.
2. Pengertian Stres Kerja
Secara umum jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka individu tersebut dikatakan
mengalami stres kerja Rini, 2002. Stres kerja adalah kondisi dinamik yang terjadi ketika seseorang
dihadapkan dengan suatu peluang, kendala dan tuntutan yang tidak seimbang di dalam pekerjaannya. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan
munculnya ketidakpastian yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupan bekerjanya Robbins, 1997.
Ivanchevich dan Matteson dalam Nurofia, 2000 mendefinisikan stres dalam dunia kerja sebagai suatu respon adaptif, yang diantarai oleh
perbedaan individual dan atau proses-proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari segala tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang
mempunyai tuntutan psikologis atau fisik yang cukup besar bagi diri seseorang.
Sedangkan menurut Behr dan Newman dalam Nurofia, 2000 stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul dari interaksi individu dengan
pekerjaannya dan dicirikan oleh perubahan-perubahan di dalam individu tersebut yang mendorong timbulnya penyimpangan dari fungsi normal.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah respon penyesuaian yang merupakan hasil interaksi individu dengan
pekerjaannya terhadap situasi eksternal peluang, kendala, tuntutan yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan
fisik, psikologis yang berpengaruh terhadap kognisi dan emosi, serta tingkah
laku. 3.
Faktor-faktor penyebab stres kerja
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres pada individu disebut sebagai stressor. Rice menggolongkan macam stressor sebagai berikut:
a Stressor individu merupakan sumber stres yang berasal dari faktor internal seperti: kepribadian, sikap terhadap stres, dan faktor kognitif
penilaian terhadap stres. b Stressor interpersonal adalah sumber stres yang berhubungan dengan
proses interaksi dengan orang lain. Proses ini akan menimbulkan masalah yang menyebabkan terjadi ketegangan secara fisik, sehingga
memicu sekresi hormon stres dalam tubuh seperti: adrenalin, noradrenalin, dan cortisol.
c Stressor sosial merupakan sumber stres yang berasal dari kehidupan sosial, seperti: perubahan sosial yang cepat, kepadatan penduduk,
kepadatan pemukiman, keramaian, kemacetan, pertikaian antara kelompok masyarakat, kerusuhan, kenaikan biaya hidup, tingkat
kriminalitas yang tinggi, dan sebagai kaum minoritas. d Stressor lingkungan fisik merupakan sumber stres yang disebabkan
oleh kondisi lingkungan fisik disekitar individu. Stressor ini sering dialami oleh individu, sehingga mereka mampu beradaptasi dan
melakukan koping stres. Stressor ini seperti: bencana alam, banjir, cuaca, temperatur, kecepatan angin, kebisingan, polusi, dan bencana
yang berasal dari teknologi. e Stressor organisasi merupakan sumber stres terjadi pada setting khusus
yaitu organisasi atau perusahaan. Jenis stressor yang timbul bisa bersifat struktural maupun kultural seperti stres pada pekerjaan, jadwal
kerja padat, struktur tugas berat, kebijakan perusahan yang negatif, dan budaya organisasi yang destruktif.
Selain dalam kehidupan secara luas, stres juga dialami di dalam lingkungan kerja. Menurut Smet 1994 ada dua hal yang menyebabkan suatu
pekerjaan menjadi stressful. Pertama, tuntutan kerja yang terlalu banyak yang mengharuskan orang untuk bekerja terlalu keras. Kedua, jenis pekerjaannya,
misalnya pekerjaan yang memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya supervisi, guru atau dosen.
Menurut sarafino dalam Smet, 1994 stres kerja dapat disebabkan oleh: a lingkungan fisik yang terlalu menekan, misalnya kebisingan, udara yang
panas, dan penerangan yang kurang terang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b kurangnya kontrol yang dirasakan c kurangnya hubungan interpersonal
d kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. Sumber stres menurut Cary Cooper dalam Rini, 2002 adalah stres
karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi.
a Kondisi Pekerjaan
1 Lingkungan Kerja. Keadaan lingkungan kerja yang buruk berpotensi menimbulkan karyawan
mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Selain itu kenyamanan kerja karyawan akan terganggu jika ruang kerja
tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, dan berisik.
2 Overload Overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Overload
secara kuantitatif adalah jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut,sehingga karyawan tersebut mudah lelah dan
berada dalam tegangan tinggi. Overload secara kualitatif adalah bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan
teknis dan kognitif karyawan. 3 Deprivational Stress
Istilah deprivational stress adalah untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya
keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial kurangnya komunikasi sosial.
4 Pekerjaan Berisiko Tinggi Banyak pekerjaan yang memiliki resiko yang tinggi, seperti pekerjaan di
pertambangan, tentara, pemadam kebakaran dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat
dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan yang mengancam keselamatan mereka.
b Konflik Peran
Banyak pekerja yang stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen. Hal seperti ini mungkin
banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali
tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi, bahkan timbul keinginan
untuk meninggalkan pekerjaan. Wanita bekerja menghadapi konflik peran sebagai wanita karir
sekaligus ibu rumah tangga. Dalam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga masih banyak
wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah
tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stress. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sehingga wanita yang bekerja mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
c Pengembangan Karir Ketika mulai bekerja setiap orang pasti memiliki harapan-harapan.
Kesuksesan karir menjadi fokus perhatian tujuan seseorang. Namun seringkali prestasi yang mereka capai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini bisa
disebabkan karena ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah
tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan d Struktur Organisasi
Kebanyakan perusahaan di Indonesia masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang
menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Selain itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak
sehat serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stres. Berdasarkan penelitian Arismunandar dan Ardhana, 1998 terungkap
bahwa sumber stres kerja guru yang paling dominan adalah potongan gaji, kenaikan pangkat yang tertunda, siswa perorangan yang berkelakuan buruk,
konflik dengan personil lain, lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap pelajaran.
4. Indikator Stres
Akibat yang ditimbulkan oleh stres terhadap diri seseorang dapat bermacam-macam, hal ini tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang
kemudian menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stress Anoraga, 2006.
Gejala stres menurut Robbins 2003 adalah sebagai berikut ini: a Gejala Fisiologis: sakit kepala, tekanan darah naik, detak jantung
meningkat. b Gejala Psikologis: gelisah, depresi, penurunan kepuasan.
c Gejala Perilaku: perubahan produktifitas, perpindahan, ketidakhadiran. Sarafino 1997 memecahan gejala psikologi menjadi lebih spesifik
lagi menjadi gejala emosional. Ia membagi 4 tanda individu mengalami stres antara lain sebagai berikut:
a Gejala fisiologis: detak jantung dan pernafasan rata-rata meningkat dengan segera, gemetar terutama pada kaki dan tangan. migrain, sakit
kepala, pegal di leher, darah tinggi, gangguan makan dan kebiasaan tidur.
b Gejala emosional: marah-marah, sedih, cemas, phobia, depresi, tidak bahagia, mood yang buruk, putus asa, tampak lesu dan pasif, konsep
diri rendah serta suka menyalahkan diri. c Gejala kognitif: ganguan dalam pola berpikir.
d Gejala interpersonal: tidak ramah, permusuhan, perilaku negatif, agresif, tidak sensitif.
Menurut Braham dalam Handoyo, 2001 stress dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut:
a Gajala fisik: sulit tidurtidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, pungung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggiserangan
jantung, kehilangan energi. b Gajala emosional: marah-marah, mudah tersinggung, terlalu sensitif,
gelisah cemas, mood, sedih, mudah menangis, depresi, gugup, agresif, mudah bermusuhan, gampang menyerang, kelesuan mental.
c Gejala intelektual: mudah lupa, kacau pikiranya, daya ingat menurun, sulit berkosentrasi, suka melamun, pikiran hanya terfokus pada satu
hal saja. d Gejala interpersonal: Acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan
menurun, mudah mengingkari janji, senang mencari kesalahan orang lain, menyerang dengan kata-kata, menutup diri dan mudah
menyalahkan diri sendiri. Menurut Anoraga 2006, gejala stres meliputi :
a Gejala badan : sakit kepala, sakit maag, berdebar-debar, keluar
keringat dingin, gangguan pola tidur, mual, muntah, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, nafsu makan menurun.
b Gejala emosional : pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, mudah marah, was-was, murung, mudah marah,
mudah menangis, gelisah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c Gejala sosial : makin banyak merokokminummakan, menarik
diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar. Menurut Beehr dan Newman dalam Rini, 2002 gejala stres kerja
dapat di bagi dalam 3 tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.
a Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung
diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,
kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya
diri. b Gejala fisik berupa meningkatnya detak jantung dan tekanan darah,
meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin, gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung, mudah terluka, mudah
lelah secara fisik, gangguan kardiovaskuler, kematian, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala
pusing, migraine, kanker, ketegangan otot, gangguan tidur. c Gejala perilaku berupa menunda atau menghindari pekerjaan atau
tugas, penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya pengguanaan miniman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal kebanyakan atau kekurangan, kehilangan nafsu makan dan
penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti ngebut dan berjudi, meningkatnya agresivitas
dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, kecenderungan bunuh diri.
Jadi, dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa indikator stres yaitu :
a Fisiologis berupa sakit kepala, migrain, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, pucat, pernafasan rata-rata meningkat, gemetar
pada kaki dan tangan, berkeringat, pegal pada leher dan punggung, insomnia, lelah, dan gangguan pencernaan.
b Emosional berupa gelisah, cemas, kecewa, panik, bosan, lesu, marah, sedih, depresi, mood yang buruk, putus asa, mudah tersinggung,
agresif, mudah bermusuhan, mudah menyerang, konsep diri rendah, suka menyalahkan diri.
c Kognitif berupa gangguan berpikir, ketidak mampuan mengambil keputusan, kurang konsentrasi, mudah lupa, suka melamun, pikirannya
hanya terfokus pada satu hal saja. d Perilaku berupa perubahan produktifitas, ketidak hadiran, peningkatan
konsumsi alkohol dan rokok, tidak nafsu makanmakan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga,
menarik diri. e Interpersonal berupa sikap permusuhan, menarik diri, tidak ramah,
mudah tersinggung, perilaku negatif, agresif, tidak peka terhadap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lingkungan sekitar, acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan menurun, mudah mengingkari janji, senang mencari kesalahan orang
lain, menyerang dengan kata-kata, menutup diri dan mudah menyalahkan diri sendiri.
B. Guru
1. Pengertian Guru
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991, guru adalah orang yang pekerjaannya mata pencahariannya mengajar. Kata guru dalam bahasa
Inggris disebut teacher, kata ini diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain Syah, 2002.
Menurut Roestiyah 1982 guru memiliki bermacam-macam arti. Secara tradisional, guru diartikan sebagai seorang yang berdiri di depan kelas
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Guru juga diartikan sebagai seorang yang menyebabkan orang lain mengetahui atau mampu melaksanakan sesuatu
atau memberikan pengetahuan atau ketrampilan kepada orang lain. Menurut Syah 2002 pengertian guru tersebut dapat diinterpretasikan
secara bermacam-macam. Pertama, kata seseorang mengacu pada siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya mengajar, jadi bukan hanya yang mengajar di
sekolah saja tetapi juga yang mengajar di tempat lain misalnya kyai di pesantren, pendeta di gereja, dan instruktur di balai pendidikan dan pelatihan.
Kedua, kata mengajar dapat ditafsirkan bermacam-macam, misalnya: menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain bersifat kognitif;
melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain bersifat psikomotorik; dan menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain bersifat afektif.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru bukan hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi
merupakan tenaga profesional yang mampu menjadikan muridnya mampu merencanakan, menganalisa, dan menyimpulkan suatu masalah yang dihadapi.
2. Tugas Guru
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait dengan dinas maupun yang di luar dinas. Piaget dalam Gunarsa, 1989 mengemukakan bahwa tugas
guru bukan memberikan pengetahuan yang diberikan kepada anak, tetapi mencarikan, menunjukkan atau memberikan alat-alat yang menimbulkan
minat dan merangsang anak untuk memecahkan persoalan sendiri. Menurut Usman 1997 guru memiliki tiga jenis tugas, yaitu tugas
dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
a Tugas guru dalam sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. sedangkan melatih berarti mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan pada siswa. b Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orangtua kedua. Ia harus mampu menarik simpati siswanya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setiap pelajaran yang diberikan hendaknya dapat menjadikan motivasi bagi siswa untuk belajar.
c Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan adalah guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya
yang berdasarkan Pancasila. Menurut Mahmud 1990 peran guru adalah sebagai berikut:
a Guru sebagai pembuat keputusan Seorang guru harus membuat keputusan-keputusan bahan pelajaran dan
metode mengajar. b Guru sebagai motivator
Guru harus memberikan motivasi kepada murid-muridnya agar mereka dapat berhasil dalam belajarnya.
c Guru sebagai menejer Waktu yang dipergunakan oleh guru setiap harinya selain untuk
berinteraksi secara verbal dengan murid-muridnya adalah untuk kegiatan pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud di sini antara lain memeriksa dan
menilai pekerjaan murid, menyiapkan ujian, mengorganisasi pelajaran, mengadakan pertemuan dengan orang tua murid, dan mengelola kelas.
d Guru sebagai pemimpin Guru yang efektif adalah pemimpin yang efektif, yaitu memanfaatkan
potensi kelompok untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan individual. Dalam peranannya sebagai pemimpin, guru diharapkan
menjadi wasit, teman, pencegah timbulnya permusuhan, sumber kasih sayang dan pemberi semangat.
e Guru sebagai konselor Sebagai konselor, guru harus menjadi pengamat yang peka terhadap
tingkah laku dan gerak-gerik muridnya. Guru harus memberikan tanggapan yang konstruktif apabila muridnya mengalami kelesuan belajar.
f Guru sebagai insinyur atau perekayasa lingkungan Peran guru di sini adalah dalam hal pengaturan ruang kelas, karena
penataan ruang kelas yang bagus akan membantu proses belajar. g Guru sebagai model
Guru berperan sebagai model atau contoh bagi murid-muridnya.
3. Guru Sekolah Dasar
Guru sebagai pelaku pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Di Sekolah Dasar, tenaga
kependidikan khususnya guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan peserta didik. Hal ini membuat guru menjadi lebih
leluasa dalam mengarahkan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar, yang kemudian akan menentukan keberhasilan peserta didik.
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, Sekolah Dasar menggunakan sistem guru kelas. Menurut Sastrapraja dalam Stevanus, 2004,
guru kelas adalah guru yang dikuasakan mempertanggung jawabkan murid sekelas dan memberikan hampir semua mata pelajaran untuk jangka satu
tahun pelajaran. Seorang guru SD adalah seorang guru kelas, oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai hal untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Setiap guru wajib memberikan pendidikan sesuai dengan tataran pendidikan peserta didiknya. Menurut Usman 1997, pendidikan dasar pada
tataran Sekolah Dasar, menekankan pada kemampuan dan keterampilan dasar yaitu baca, tulis, dan hitung, sebagaimana tercermin dalam kemampuan dan
keterampilan baca, tulis dan bicara serta berhitung menambah, mengurang, membagi, mengali, mengukur sederhana, dan memahami bentuk geometri
yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan dasar yang diberikan oleh guru SD bertujuan memberikan
bekal kemampuan dasar “baca-hitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta
persiapan untuk mengikuti pendidikan di SMP. Seorang guru SD harus mampu menyampaikan suatu pengajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik anak usia Sekolah Dasar. Karakteristik siswa Sekolah Dasar menurut Rachman 2001 adalah senang melakukan kegiatan
manipulatif, ingin serba konkrit, dan terpadu. Hal tersebut tentunya sesuai dengan taraf perkembangan anak pada usia 7 sampai 12 tahun. Menurut
Piaget dalam Irwanto, 1997 tahap perkembangan kognitif anak pada usia 7 – 12 tahun masuk pada tahap perkembangan operasional konkrit, dimana
seorang anak mampu menalar suatu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya. Selain itu pada usia ini anak mampu mengklasifikasikan objek
berdasarkan cirinya. Meskipun demikian, pemikiran logis anak masih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terpancang pada objek konkrit yang disajikan. Melihat hal tersebut tentunya seorang guru akan memiliki beban yang relatif berat karena dia adalah orang
dewasa yang secara kognitif masuk pada taraf yang lebih tinggi, namun di sini harus mampu berperan dan menyampaikan pelajaran yang dapat dipahami
oleh anak pada taraf operasional konkret. Guru Sekolah Dasar memiliki tantangan yang tidak mudah dalam
menghadapi peserta didiknya. Menurut Hurlock 1991 pada usia Sekolah Dasar, seorang anak dianggap masuk pada periode kritis dalam dorongan
berprestasi. Periode ini merupakan masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Pada masa kritis ini
pendidik harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian, serta bimbingan Biasanya pada awal sekolah anak sangat bergairah ke sekolah, tetapi
pada akhir kelas dua, banyak yang merasa bosan, mengembangkan sikap menentang dan kritis terhadap tugas-tugas akademis, meskipun anak masih
menyukai kegiatan nonakademis. Menurut Hurlock 1991, sikap anak ini dipengaruhi oleh menarik atau tidaknya cara guru menyajikan bahan yang
harus dipelajari dan bagaimana ia memandang bahan-bahan ini berkaitan dengan pekerjaan di masa depan.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan guru Sekolah Dasar dalam penelitian ini adalah seorang yang mengajarkan
pendidikan dasar di tingkat Sekolah Dasar yang berperan sebagai guru kelas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Guru Sekolah Menengah Pertama
Di dalam sekolah menengah, tugas seorang guru berbeda dengan tugas seorang guru sekolah dasar. Di sekolah menengah pertama seorang guru tidak
lagi berperan sebagai guru kelas, akan tetapi berperan sebagai guru mata pelajaran.
Yang dimaksud dengan guru mata pelajaran adalah guru yang dikuasakan untuk memberikan suatu mata pelajaran kepada murid. Jadi di sini
guru Sekolah Menengah Pertama bertanggung jawab terhadap suatu mata pelajaran yang diberikannya kepada murid di beberapa kelas.
Menilik dari tugas guru SMP tersebut, maka seorang guru tidak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan yang harus diberikan kepada
muridnya. Meskipun demikian seorang guru SMP harus menguasai materi untuk tiga tingkatan kelas sekaligus.
Guru SMP memiliki peserta didik yang memiliki rentang usia sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara kognitif masuk pada tahap perkembangan
operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan
mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda Piaget, dalam Irwanto, 1997. Hal ini tentu saja akan lebih mempermudahkan guru dalam
menyampaikan mata pelajaran. Dalam usia ini seorang anak masuk pada masa puber dan masa remaja
yang tentunya akan menimbulkan berbagai macam permasalahan dan tantangan bagi guru. Masa puber merupakan masa transisi antara masa kanak-
kanak dan masa remaja. Pada masa ini seorang anak akan mengalami pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok dalam proporsi tubuh.
Menurut Hurlock 1991, perubahan pada masa puber ini akan mempengaruhi keadaan fisik, sikap, dan perilaku. Masa puber kadang disebut “fase negatif”
karena akibat yang ditimbulkannya, terutama semasa awal puber, relatif buruk. Melihat karakteristik dari anak usia SMP ini maka tugas guru juga
relatif berat. Akan tetapi guru tidak setiap saat harus menghadapi siswa yang sama dengan perilaku yang sama, sehingga hal tersebut tentunya lebih
meringankan beban guru SMP. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan guru SMP dalam
penelitian ini adalah seorang yang mengajarkan pendidikan dasar di tingkat Sekolah Menengah Pertama, yang berperan sebagai guru mata pelajaran, di
mana guru hanya mengajarkan mata pelajaran tertentu saja.
C. Stres kerja pada Guru SD dan SMP
Guru merupakan tenaga profesional yang memberikan ilmunya kepada murid-muridnya dan mampu menjadikan muridnya mampu merencanakan,
menganalisa, dan menyimpulkan suatu masalah yang dihadapi. Stres merupakan suatu keadaan atau tuntutan yang membebani
seseorang, baik secara fisik maupun mental, yang mengakibatkan ketegangan dalam dirinya. Seorang guru pasti memiliki masalah dalam pekerjaannya
setiap permasalahan yang ada tersebut berpotensi menimbulkan stres. Stres pada guru tersebut termasuk pada stres kerja, yang dimaksud dengan stres
kerja adalah respon penyesuaian yang merupakan hasil interaksi individu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan pekerjaannya terhadap situasi eksternal peluang, kendala, tuntutan yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-
penyimpangan fisik, psikologis dan tingkah laku. Permasalahan yang dihadapi oleh guru tidak hanya menyangkut
peserta didiknya, tetapi juga permasalahan lain, baik itu mengenai lingkungan kerja, teman kerja, banyaknya tugas atau pekerjaan yang harus lakukan,
masalah kesejahteraan dan tentunya masih banyak hal lain yang dapat menimbulkan stress bagi guru. Setiap orang, dalam hal ini guru, pasti
memiliki tingkatan stres ketika menghadapi stressor, dan tingkat stres seseorang akan berbeda dengan orang yang lainnya.
Guru dituntut untuk profesional dalam pekerjaannya dan dalam bermasyarakat. Tuntutan profesionalisme dan tuntutan besar dari masyarakat,
serta kurang tercapai kesejahteraan hidup, tentunya dirasakan sangat menekan, atau berpotensi menimbulkan stres. Selain hal-hal di atas, lingkungan .kerja
juga memiliki potensi menimbulkan stress. Berdasarkan hasil penelitian Smith dan Bourke dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998 terungkap bahwa 66
persen stres yang dialami oleh guru bersumber dari pekerjaannya. Hal ini disebabkan ciri pekerjaan guru yang bersifat repetitif.
Long dan Khan dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998 mengemukakan bahwa pekerja yang melakukan tugas yang bersifat rutin akan
mengalami stres jangka panjang. Guru merupakan pekerjaan yang bersifat repetitif dan memiliki ritme kerja yang rutin, tetapi tugas guru akan berbeda
pada masing-masing jenjang pendidikan, dalam hal ini guru SD dan guru SMP. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seorang guru Sekolah Dasar bertugas sebagai guru kelas yaitu, guru yang dikuasakan mempertanggung jawabkan murid sekelas dan memberikan
hampir semua mata pelajaran untuk jangka satu tahun pelajaran, oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai hal untuk melaksanakan tugasnya dengan
baik. Sedangkan guru Sekolah Menengah Pertama berperan sebagai guru mata pelajaran, di mana seorang guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran
tertentu saja. Secara tugas menyampaikan mata pelajaran maka guru Sekolah Dasar memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan guru Sekolah Menengah
Pertama. Guru Sekolah Dasar memiliki anak didik yang berada pada taraf
perkembangan operasional konkret, pada masa ini anak mampu menalar suatu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya. Selain itu pada usia ini anak
mampu mengklasifikasikan objek berdasarkan cirinya. Meskipun demikian, pemikiran logis anak masih terpancang pada objek konkrit yang disajikan.
Melihat hal tersebut tentunya seorang guru akan memiliki beban yang relatif berat karena dia adalah orang dewasa yang secara kognitif masuk pada taraf
yang lebih tinggi, namun di sini harus mampu berperan dan menyampaikan pelajaran yang dapat dipahami oleh anak pada taraf operasional konkret.
Guru Sekolah Menengah Pertama memiliki anak didik yang berada pada taraf perkembangan operasional formal, Dalam tahap ini seorang anak
mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
Hal ini tentu saja akan lebih mempermudahkan guru dalam menyampaikan mata pelajaran.
Usia anak Sekolah Dasar digolongkan sebagai usia kritis dalam dorongan berprestasi. Pada masa kritis ini pendidik memiliki tanggung jawab
yang besar karena harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian, serta bimbingan.
Sedangkan usia anak Sekolah Menengah Pertama biasanya merupakan usia di mana terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang sangat
mencolok pada tubuhnya, perubahan pada masa puber ini akan mempengaruhi keadaan fisik, sikap, dan perilaku. Masa ini juga disebut sebagai “fase negatif”
karena akibat yang ditimbulkannya relatif buruk. Melihat karakteristik dari anak usia Sekolah Menengah Pertama ini maka tugas guru juga relatif berat.
Akan tetapi guru tidak setiap saat harus menghadapi siswa yang sama dengan perilaku yang sama, sehingga hal tersebut tentunya lebih meringankan beban
guru SMP.
D. Hipotesa