BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia berkualitas unggul sangat dibutuhkan saat ini, terutama untuk menghadapi persaingan dalam berbagai bidang.
Kualitas sumber daya manusia yang unggul tidak tercipta begitu saja, tetapi melalui proses panjang. Kualitas sumber daya manusia yang baik
akan terbentuk melalui sistem dan mutu pendidikan yang baik pula. Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia tersebut karena guru merupakan ujung tombak dalam sistem pendidikan nasional.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia guru diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya mata pencahariannya mengajar 1991.
Dalam sebuah sistem pendidikan tugas seorang guru adalah sebagai pengajar. Mengajar adalah melatihkan ketrampilan, menyampaikan
pengetahuan, membentuk sikap dan memindahkan nilai-nilai Lefrancois, dalam Mahmud, 1989. Menurut Syah 2002 kata mengajar dapat
ditafsirkan bermacam-macam, misalnya: menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain, melatih ketrampilan jasmani kepada orang
lain, menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain. Pekerjaan mengajar itu sendiri bukan merupakan pekerjaan yang
mudah karena dibutuhkan suatu ketrampilan khusus. Mengajar merupakan
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pekerjaan yang banyak dan tidak ringan, karena guru bukan hanya menyampaikan pelajaran di depan kelas, tetapi juga menyiapkan dan
mendesain bahan pelajaran, memberikan tugas-tugas, menilai proses dan hasil belajar murid, merencanakan kegiatan-kegiatan lain, dan
menegakkan disiplin Mahmud, 1989. Seorang guru dituntut untuk menjadi profesional. Menurut
Wilonoyudho 2001 ada lima ukuran seorang guru dikatakan profesional. Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua,
secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemajuan belajar siswa melalui berbagai
teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugasnya. Kelima, seyogianya menjadi bagian dalam masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya. Selain dituntut untuk menjadi profesional dalam pekerjaannya,
seorang guru juga memiliki tuntutan yang besar dalam masyarakat. Menurut Nasution 1983, berdasarkan kedudukannya, seorang guru harus
menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari seorang guru dalam aspek etis, intelektual dan
sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut oleh orang dewasa lainnya. Tugas yang harus dipikul oleh guru memang sangat berat, akan
tetapi sepertinya hal itu sangat tidak sesuai dengan apa yang diperolehnya. Pada umumnya kehidupan ekonomi para guru masih sangat
memprihatinkan, meskipun mereka harus bekerja keras namun mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hanya memperoleh gaji yang pas-pasan, bahkan sering kali tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya.
Tuntutan profesionalisme dan tuntutan besar dari masyarakat, serta kurang tercapai kesejahteraan itu tentunya dirasakan sangat menekan,
atau berpotensi menimbulkan stres. Selain hal-hal di atas, lingkungan .kerja juga memiliki potensi menimbulkan stres. Berdasarkan
hasil penelitian Smith dan Bourke dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998 terungkap bahwa 66 persen stres yang dialami oleh guru bersumber
dari pekerjaannya. Hal ini disebabkan ciri pekerjaan guru yang bersifat repetitif. Long dan Khan dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998
mengemukakan bahwa pekerja yang melakukan tugas yang bersifat rutin akan mengalami stres jangka panjang.
Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam Anoraga, 2006. Stres pada diri seseorang dapat menimbulkan berbagai macam
gangguan baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun bagi lingkungan kerjanya. Menurut Rini 2002 ada hubungan sebab akibat antara stres
dengan penyakit seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Bakker dkk dalam Rini, 2002
mengungemukakan bahwa stres yang dialami oleh seseorang akan merubah sistem kekebalan tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Robbins 1996 faktor yang menyebabkan stres adalah faktor lingkungan, yaitu faktor yang menyebabkan stres yang bersumber
dari lingkungannya secara umum; faktor organisasional, yaitu yang berasal dari dalam organisasi tempat kerjanya; dan faktor individual.
Guru merupakan pekerjaan yang memiliki ritme kerja yang rutin, yaitu mengajar dengan jam yang sudah ditentukan. Namun demikian,
tugas guru berbeda-beda berdasarkan jenjang pendidikan yang diampunya. Dalam sistem pendidikan dasar 9 tahun yang diterapkan di negara kita saat
ini, terdapat dua jenjang pendidikan yang wajib ditempuh oleh setiap anak, yaitu pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pertama.
Pada umumnya guru Sekolah Dasar memiliki tugas mengajar yang lebih monoton dibandingkan dengan guru Sekolah Menengah
Pertama. Kebanyakan guru Sekolah Dasar, terutama guru-guru di lingkungan pedesaan, berperan sebagai guru kelas yang mengajar siswa
dalam satu kelas, sehingga setiap harinya seorang guru Sekolah Dasar akan menghadapi murid-murid yang sama. Seorang guru kelas juga
memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan dan menyampaikan hampir semua mata pelajaran yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa jam
kerjanya adalah sehari penuh. Selain itu seorang guru kelas juga bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan seluruh anak
didiknya dalam setiap mata pelajaran. Guru SMP tidak berperan sebagai guru kelas. Pada umumnya
guru Sekolah Menengah Pertama memiliki tugas untuk menyampaikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
satu mata pelajaran untuk beberapa kelas sesuai dengan spesifikasi ilmunya. Hal ini tentunya akan menimbulkan adanya variasi siswa yang
diajarnya, artinya seorang guru tidak selalu menghadapi murid yang sama sepanjang hari. Berbeda dengan guru Sekolah dasar yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan siswanya dalam seluruh mata pelajaran, seorang guru sekolah menengah biasanya hanya bertanggung jawab
terhadap perkembangan siswanya dalam satu mata pelajaran yang diampunya.
Menurut Slavin 2003 guru yang baik adalah guru yang mengetahui bahan pelajaran dan menguasai ketrampilan mendidik.
Seorang guru yang efektif tidak hanya mengetahui mata pelajaran, tetapi juga mampu mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Jika
demikian halnya maka seorang guru SD memiliki tugas dan tanggung jawab yang relatif lebih berat karena dia harus menguasai semua mata
pelajaran dan juga harus memiliki ketrampilan mendidik. Guru pada tingkat SMP pada umumnya hanya dituntut untuk menguasai satu atau dua
mata pelajaran saja di samping ketrampilan mendidik. Dalam praktik pendidikan tugas seorang guru tidak hanya
terbatas pada menyampaikan pelajaran pada muridnya, tetapi juga mendidik muridnya untuk menjadi seorang yang baik yang diharapkan
oleh masyarakat. Dalam hal ini tentunya beban tugas guru SD dan guru SMP tidak sama, karena mereka memiliki anak didik yang berbeda dalam
hal usia, sehingga pola pendidikan yang diterapkan serta tantangan kerja PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang dihadapi juga akan berbeda. Peserta didik dalam jenjang pendidikan SD dan SMP memiliki keunikan masing-masing.
Sekolah Dasar merupakan awal dari sebuah proses pendidikan, di Sekolah Dasar ini seorang anak akan mulai diajarkan bagaimana
membaca, menulis, berhitung, serta mengenal hal-hal yang ada dilingkungannya, tentunya itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan
bahkan memiliki tantangan yang sangat tinggi. Pendidikan di Sekolah Dasar sering kali dianggap sebagai dasar utama dalam kehidupan
seseorang. Jalannya proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan kognitif peserta didik. Piaget dalam Gunarsa, 1987 menganggap belajar sebagai proses yang aktif yang harus disesuaikan
dengan tahap-tahap perkembangan anak. Oleh karena itu guru juga harus mampu memiliki pemahaman tentang perkembangan kognitif anak.
Rentang usia peserta didik di Sekolah Dasar adalah sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget dalam Irwanto, 1997 tahap
perkembangan kognitif anak pada usia 7 – 12 tahun masuk pada tahap perkembangan operasional konkrit, dimana seorang anak mampu menalar
suatu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya. Selain itu pada usia ini anak mampu mengklasifikasikan objek berdasarkan cirinya. Meskipun
demikian, pemikiran logis anak masih terpancang pada objek konkrit yang disajikan. Untuk itu guru SD harus mampu menyajikan pelajaran
sedemikian rupa sehingga anak mampu memahaminya, misalnya dengan menyajikan pelajaran yang berisi obyek atau benda-benda yang nyata.
Pendidikan pada tingkat SMP masih termasuk dalam pendidikan dasar, tapi dalam hal karakteristik peserta didik secara umum tentunya
sudah sangat berbeda dengan peserta didik di SD. Guru SMP memiliki peserta didik yang usianya sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara
kognitif masuk pada tahap perkembangan operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola
berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda Piaget, dalam Irwanto, 1997. Dalam
usia ini seorang anak masuk pada usia pubertas yang sering disebut periode tumpang tindih, yaitu saat akhir masa kanak-kanak dan awal masa
remaja Irwanto, 1997. Periode ini merupakan masa yang sulit bagi seseorang, sehingga tentunya akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan dan tantangan bagi guru. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk
mengetahui perbedaan tingkat stres antara guru SD dan guru SMP khususnya di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
B. Rumusan Masalah