BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang utama dalam lingkup pendidikan, mulai dari SD dan SMP mata pelajaran ini selalu diikut
sertakan. Dalam standar isi IPS SD-MI disebutkan bahwa IPS merupakan salah satu pelajaran yang diberikan mulai dari SDMISDLB sampai SMPMTsSMPLB. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Sejalan dengan Permendiknas
tersebut, IPS merupakan ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempelajari IPS siswa diharapkan mampu memahami nilai dan sikap serta
keterampilan yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Jarolimek dan Parker dalam Sapriya, 2009 mengemukakan bahwa ujian yang sesungguhnya dalam belajar
IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni hidup dalam masyarakat. Pembelajaran IPS dapat membantu siswa untuk hidup dalam bermasyarakat secara
baik dan benar. Seperti dikatakan Sardjiyo 2007, “manfaat yang diperoleh setelah
mempelajarai ilmu pengetahuan sosial disamping mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat, juga untuk membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik...”
Apabila pelajaran IPS ini dapat berjalan dengan baik maka siswa akan mendapat ilmu yang dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Namun yang
terjadi, pembelajaran IPS di SD tidaklah sesuai yang diharapkan. Masih ada sekolah
yang kesulitan menerapkan pembelajaran IPS yang bermakna, menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Salah satu sekolah yang mengalami kesulitan dalam
menerapkan pembelajaran IPS yang bermakna adalah SD Negeri Ungaran 1. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas VD SD
Negeri Ungaran 1 Yogyakarta ditemukan adanya beberapa kesulitan yang ditemui oleh guru kelas V D pada mata pelajaran IPS diantaranya; siswa merasa kesulitan
dalam menghafal nama tokoh-tokoh, tanggal, dan tempat kejadian. Ketika peneliti melakukan wawancara pada guru kelas V D, guru menjawab,
“Pelajaran IPS itu memang cukup sulit mas, mungkin karena jamannya sudah berbeda dan hafalannya
cukup banyak, saya juga masih kesulitan menemukan metode yang tepat”. Siswa kurang bisa merasakan pengalaman belajar IPS yang secara menyenangkan dan
bermakna, sehingga mereka tidak dapat mengapresiasi dan memahami pelajaran IPS dengan baik. Hasil belajar yang diperoleh sebagian siswa pun tidak memenuhi
standar ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah. Dari 38 siswa, 29 diantaranya tidak memenuhi standar ketuntasan belajar yang ditentukan sekolah yaitu 75.
Sedangkan dari hasil observasi terlihat kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran IPS. Kurangnya minat terhadap suatu pembelajaran dapat dilihat dari tiga
aspek yaitu keinginan untuk mengetahui pembelajaran, partisipasi dalam pembelajaran dan perhatian dalam pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
Djamarah 2002:132 “ minat dapat diekspresikan siswa melalui; 1 keinginan siswa untuk mengetahui pembelajaran, 2 partisipasi siswa dalam pembelajaran, 3perhatian
siswa dalam pembelajaran, 4 perasaan senang dalam pembelajaran. ” Sedangkan
pada aspek ke-4 peneliti tidak dapat melihatnya sekedar melalui observasi melainkan dibutuhkan kuisioner karena aspek ini merupakan indikator yang timbul dari dalam
diri siswa yang relatif sulit untuk diobservasi. Kuisioner juga digunakan untuk mengetahui kondisi awal minat siswa pada idikator 1, 2, dan 3.
Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti terlihat keinginan siswa untuk mengetahui pembelajaran relatif rendah terbukti dari 34 siswa yang masing-masing
sudah mempunyai buku pelajaran IPS, hanya 10 siswa yang membawa buku pelajaran IPS. Partisipasi siswa selama pembelajaran berlangsung juga relatif rendah,
terbukti ketika guru memberikan pertanyaan seputar pembelajaran, terlihat sekitar 10 siswa saja yang mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan. Perhatian siswa
saat pembelajaran IPS pun belum maksimal, terlihat 37 siswa yang memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran. Sisanya 63 siswa sibuk
dengan aktivitas masing-masing, seperti berbicara dengan teman, bermain penggaris, tiduran dan mencorat-coret buku. Kesulitan-kesulitan seperti ini selalu dirasakan oleh
guru di setiap tahun. Berdasarkan angket yang disebarkan peneliti untuk mengetahui minat belajar
siswa, diperoleh data yang menunjukan bahwa minat belajar IPS siswa masih relatif rendah. Terbukti dengan hasil perhitungan data indikator minat belajar siswa yang
cukup rendah. Pada indikator minat siswa yang pertama, keinginan siswa untuk mengetahui pembelajaran, hanya 29 siswa yang berminat untuk mengetahui
pembelajaran. Pada indikator minat yang kedua, partisipasi dalam pembelajaran, terlihat 29 siswa berpartisipasi, sedangkan indikator ketiga yaitu perhatian siswa
dalam pembelajaran, terlihat 32 siswa memperhatikan pembelajaran. Pada indikator keempat terlihat 21 siswa merasa senang dalam pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dan observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi suatu masalah pada metode yang digunakan oleh guru, yang menyebabkan
siswa kurang berminat dan sulit untuk menyerap pengetahuan dalam pembelajaran IPS. Penggunaan metode yang tidak tepat dapat mempengaruhi suasana
pembelajaran dan hasil belajar. Diperlukan suatu metode yang efektif untuk menjadikan pelajaran IPS menjadi menyenangkan, bermakna dan siswa dapat
memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Salah satunya metode yang bisa digunakan untuk membuat pelajaran IPS menjadi menyenangkan, bermakna dan
bernilai bagi siswa adalah dengan menggunakan metode role playing. Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan partisipasi siswa dan guru dapat
menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam role playing tersebut.
“... drama as learning medium the teacher is using these procedures to reach certain extrinsic goal: to gain knowledge, arouse interest, solve problems,
and changes attitudes” Nellie, 2006:293. ....drama sebagai media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk meraih tujuan ekstinsik yang jelas seperti:
untuk memperoleh pengetahuan, membangun ketertarikan, memecahkan masalah, dan merubah perilaku Nellie, 2006:293 .
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa, dimana guru dapat bebas
menentukan nilai atau tujuan pembelajaran. Menurut Etin 2007:97 learning to do,
adalah belajar melakukan sesuatu dalam situasi yang konkret. Dalam metode role playing siswa seolah-olah mengalami kegiatan-kegiatan yang ada dalam materi IPS,
seperti merumuskan teks proklamasi, berjuang melawan belanda, mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan lain-lain. Penelitian menggunakan metode role playing
ini juga telah dilakukan sebelumnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wintala, 2011 dan Setyaningrum 2011, dari penelitian mereka menujukkan bahwa role
playing berhasil meningkatkan prestasi. Sementara itu penelitian Sulistiyaningrum 2012 menunjukkan bahwa role playing berhasil meningkatkan minat belajar siswa.
Kegiatan-kegiatan dalam metode role playing cocok untuk diterapkan dalam mata pelajaran IPS, karena siswa dapat mengalami secara langsung tidak hanya
sekedar membaca atau menghafal. Sehingga siswa akan lebih terlibat dalam pembelajaran dan lebih mudah memahami isi dari pembelajaran IPS dengan cara
yang lebih menyenangkan. Diharapkan dengan menggunakan metode role playing ini dapat terjadi peningkatan minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS
kelas V D SD Ungaran 1 Yogyakarta.
1.2 Pembatasan Masalah