Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 menggunakan metedo Role Playing.

(1)

i

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PLAOSAN 1 MENGGUNAKAN METODE

ROLE PLAYING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Oleh:

Arifin Ridwan Windarto NIM : 091134120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

 Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah, serta AnugerahNya dalam kehidupanku

 Pribadiku sebagai calon pendidik yang berkualitas

 Kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada anaknya baik dukungan moral maupun materiil serta do’a yang tiada hentinya

 Simbah buyutku yang tiada henti-hentinya memberikan do’a, semangat, dan arahan kepada penulis sampai akhir hayatnya

 Dosen-dosenku di Program Studi PGSD Universitas Sanata Dharma yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan agar penulis menjadi seorang pendidik yang berkualitas

 Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah memuntunku menjadi calon pendidik yang berkualitas


(5)

v MOTTO

 Hal apapun yang kita lakukan tidak akan sia-sia dan lihat kedepannya  Bekerja dengan hati

 Jangan hanya ada jikala teman sedang membutuhkan anda, tetapi anda selalu ada bahkan saat teman tidak membutuhkan anda (Raditya Dika)


(6)

vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyataan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 01 Mei 2013 Penulis,

Arifin Ridwan Windarto (091134120)


(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Arifin Ridwan Windarto NIM : 091134120

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PLAOSAN 1 MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING

Dengan demikian, saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya, atau memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 06 Juni 2013 Yang menyatakan,


(8)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PLAOSAN 1 MENGGUNAKAN METODE ROLE

PLAYING

Arifin Ridwan Windarto Universitas Sanata Dharma

2013

Peneliti menemukan masalah pada kekatifan dan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati, sehingga Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk mengetahui pengunaan metode role playing sebagai upaya meningkatkan peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 1 siklus dengan 3 kali pertemuan. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dengan jumlah 25 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati menggunakan metode role playing. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa observasi dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi keaktifan siswa, lembar tes obyektif/pilihan ganda, dan lembar rubrik penilaian hasil kerja siswa.

Metode role playing digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa melalui ketiga tahapan dalam metode role playing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode role playing, keaktifan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati meningkat. Peningkatan ini terbukti dari keaktifan siswa dalam belajar, untuk indikator 1 meningkat dari kondisi awal 20 % menjadi 36 %, indikator 2 meningkat dari kondidi awal 16 % menjadi 40 %, dan indikator 3 meningkat dari kondisi awal 32 % menjadi 56 %. Peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari jumlah siswa yang lulus KKM meningkat dari kondisi awal sebanyak 55.50 % menjadi 96 % dan rata-rata nilai yang didapatkan siswa meningkat dari kondisi awal sebanyak 58.94 menjadi 79.27.


(9)

ix ABSTRACT

THE ACTIVENESS IMPROVEMENT AND LEARNING ACHIEVEMENT IN SOCIAL SCIENCE OF THE V GRADE STUDENT IN PLAOSAN 1 MLATI

ELEMENTARY SCHOOL USING ROLE PLAYING METHOD

Arifin Ridwan Windarto Sanata Dharma University

2013

The researcher indicated that grade five students of Plaosana I Elementary School Mlati struggled in engaging in learning and in achieving the passing grade. Considering this challenge, this study was aimed at identifying the improvement of students’ learning engagement and achievement in Social Sciences resulted from the implementation of Role playing.

This classroom action research was conducted in 1 cycle consisting of 3 classroom meetings. The subject in this research was students of grade five of Plaosan 1 elementary school which consisted of 25 student – 9 male student and 16 female student. The object of this research was the improvement of students learning involvement and learning achievement in social sciences using role playing method. The technique was used for collecting the data was observation and documentation. The instruments used to collect data was observation checklist containing a list of

statement to elicit students’ involvement, objective test, and rubrics

The results of the study indicated that the implementation of role playinghas

the potential to increase the students’ learning involvement and learning achievement

in learning social sciences. This improvement was evidence from activeness of student in learning , for indicator 1 was improved from the beginning condition in 20 % become 36%, indicator 2 was improved from the beginning condition in 16 % become 40 %, and indicator 3 was improved from the beginning condition in 32 % become 56 %. The improved of learning achievement was showed from student pass of the limit pass score in the classroom was getting improved from the beginning condition 55.50 % become 96 % and the average of student score was getting improved from beginning condition 58.94 become 79.27.

Key Word: activeness, learning achievement of social science, and role playing method.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kenikmatan, rahmat, serta hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri Plaosan 1 Menggunakan Metode Role playing ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku ketua program pendidikan PGSD Universitas Sanata Dharma

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku dosen pembimbing I dan Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, memberikan petunjuk, dan memberikan arahan selama proses penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai. 4. Semua dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

5. Sumarjoko, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Plaosan 1 yang telah memberikan ijin tempat untuk melakukan penelitian di sekolah

6. Junedi, S.Pd.SD selaku guru kelas V SD Negeri Plaosan 1 yang telah bersedia memberikan bantuan dalam proses penelitian

7. Siswa siswi Kelas V SD N Plaosan 1 selaku subjek penelitian yang telah bersedia untuk membantu saya dalam proses penelitian


(11)

xi

8. Bapak dan Ibu Guru serta karyawan/ karyawati SD N Plaosan 1 yang telah memberikan bantuan sehingga proses penelitian berlangsung dengan lancar 9. Bapak Sudarto dan Ibu Murbaning Nastiti selaku orangtua yang telah

memberikan semangat dan dukungan serta doa yang tiada hentinya kepada penulis

10.Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis

11.Teman-teman PGSD kelas B angkatan 2009 atas semangat kebersamaan, dukungan, dan kerjasama selama berproses dalam kegiatan perkuliahan

12.Teman-teman PPL SD Negeri Plosan 1 yang selalu memeri dukungan dan bantuan kepada penulis dalam proses penelitian

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Dalam kehidupan ini kesempurnaan hanya milik Allah SWT, maka penulis pun merasa masih jauh dari kesempurnaan. Begitu pula dalam penulisan skripsi ini juga masih jauh dari kesempurnaa. Untuk itu, saran dan kritik sangat penulis terima sebagai masukan dalam perbaikan dalam penelitian lain. Atas segala kelebihan dan kekurangannya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Terima kasih.

Yogyakarta, 31 Mei 2013 Penulis,


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 12

1.3 Perumusan Masalah ... 13

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Definisi Operasional... 14

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Kajian Teori ... 16

2.1.1 Dasar Teori ... 16

2.1.2 Keaktifan Belajar ... 18

2.1.3 Prestasi Belajar ... 21

2.1.4 Metode Role Playing ... 27

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 37

2.1.6 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 40

2.2 Penelitian yang Relevan ... 43

2.3 Desain Diagram Penelitian yang Relevan ... 49

2.4 Kerangka Berpikir ... 50

2.5 Hipotesis Tindakan ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 53


(13)

xiii

3.2 Setting Penelitian ... 56

3.3 Rencana Tindakan ... 57

3.4 Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 60

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 63

3.6 Instrumen Pengumpulan Data ... 68

3.7 Validitas, Realibilitas, dan Tingkat Kesukaran ... 74

3.8 Teknik Analisis Data ... 93

3.9 Analisis Data ... 94

3.10 Jadwal Penelitian ... 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 99

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ... 99

4.1.2 Hasil Penelitian Kualitas Proses ... 112

4.1.3 Hasil Penelitian Kualitas Hasil ... 120

4.2 Pembahasan ... 124

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 146

5.2 Keterbatasan ... 148

5.3 Saran ... 150

DAFTAR REFERENSI ... 151


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

JUDUL TABEL HALAMAN

Tabel 1 Indikator Keberhasilan ... 61

Tabel 2 Instrumen Pengumpulan Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 69

Tabel 3 Lembar Observasi Keaktifan ... 71

Tabel 4 Pedoman Wawancara ... 72

Tabel 5 Kisi-Kisi Soal Tes Pilihan Ganda/Objektif ... 73

Tabel 6 Hasil Penilaian Silabus ... 78

Tabel 7 Hasil Penilaian RPP ... 80

Tabel 8 Indikator Nomer Soal Sebelum Validitas dan Reliabilitas ... 85

Tabel 9 Hasil Perhitungan Validitas Menggunakan SPSS 16 ... 87

Tabel 10 Indikator Nomer Soal Valid dan Soal Tidak Valid ... 88

Tabel 11 Kualifikasi Reliabilitas ... 89

Tabel 12 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus I ... 90

Tabel 13 Kategori Tingkat Kesukaran ... 91

Tabel 14 Kisi-Kisi Tingkat Kesukaran Item Soal ... 92

Tabel 15 Jadwal Penelitian ... 98

Tabel 16 Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pertemuan 1 ... 114

Tabel 17 Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pertemuan 2 ... 115

Tabel 18 Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pertemuan 3 ... 116

Tabel 19 Rangkuman Perhitungan Turus Keaktifan Siklus 1 ... 118

Tabel 20 Hasil Perhitungan Keaktifan Siswa pada Indikator 1, 2, dan 3 .... 119

Tabel 21 Perolehan Nilai Kognitif, Psikomotor, dan Produk ... 122

Tabel 22 Hasil Prestasi Belajar Siswa Siklus I ... 123


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

JUDUL GAMBAR HALAMAN

Gambar 1 Diagram Penelitian yang Relevan ... 50

Gambar 2 Desain Putaran Spiral Kemmis dan Mc. Taggart ... 54

Gambar 3 Grafik Peningkatan Jumlah Siswa yang Lulus KKM ... 129

Gambar 4 Grafik Peningkatan Rata-Rata Nilai Siswa ... 129

Gambar 5 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa ... 130

Gambar 6 Contoh Media Foto Para Pahlawan Kemerdekaan ... 133

Gambar 7 Contoh Hasil Kerja Kelompok Ir. Soekarno ... 134

Gambar 8 Contoh Hasil Kerja Kelompok Drs. Moh. Hatta ... 135

Gambar 9 Contoh Hasil Naskah Drama Kelompok Ir. Soekarno ... 137

Gambar 10 Contoh Hasil Naskah Drama Kelompok Ibu Fatmawati ... 138

Gambar 11 Contoh Hasil Kerja Kelompok Ibu Fatmawati ... 140

Gambar 12 Contoh Hasil Kerja Kelompok Drs. Moh. Hatta ... 141

Gambar 13 Contoh Lembar Soal Evaluasi Amd ... 143


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

JUDUL LAMPIRAN HALAMAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ... 154

Lampiran 2 Perangkat Pembelajaran Sebelum Divalidasi ... 156

Lampiran 3 Perangkat Pembelajaran Sesudah Divalidasi ... 201

Lampiran 4 Instrumen Pengumpulan Data ... 255

Lampiran 5 Validitas, Reliabilitas, dan Taraf Kesukaran ... 265


(17)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I memuat tentang latar belakang masalah penelitian ini, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menuliskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara (Sudrajat, 2010; Badan Satuan Nasional Pendidikan, 2006). Jika kita memperhatikan pendidikan di negara kita saat ini khususnya di sekolah dasar, tentunya belum sampai pada taraf yang diinginkan oleh negara kita agar sesuai dengan isi dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Uno (2011: 220) “kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang benitik beratkan pada

model belajar konvensional seperti ceramah”. Proses pembelajaran di sekolah

dasar masih cenderung bersifat tradisional dan pasif, serta belum mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa secara optimal. Seperti yang dikatakan Uno

(2011: 220) “di sekolah saat ini ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya


(18)

pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar

yang dicapai tidak optimal”.

Kegiatan pembelajaran di sekolah dasar (SD) Negeri Plaosan 1 Mlati juga cenderung masih menggunakan proses pembelajaran tradisional yang pusat pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran tradisional tersebut terlihat saat proses pembelajaran di SD Negeri Plaosan 1 Mlati khusunya di kelas V. Kelas V terdiri dari 25 siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Peneliti melakukan observasi langsung ke dalam kelas V SD Negeri Plaosan 1 pada tanggal 25 Oktober 2012 dan tanggal 19 November 2012 untuk mengamati proses pembelajaran IPS. Observasi langsung dilakukan peneliti dengan mengamati subjek atau hal yang mau diteliti, terjun langsung dengan melihat, merasakan, mendengarkan, berpikir tentang subjek atau hal yang diteliti. Peneliti mengamati berbagai aktivitas kegiatan siswa yang menunjukan indikator-indikator keaktifan menggunakan lembar observasi keaktifan. Indikator-indikator-indikator keaktifan yang diamati seperti, bertanya kepada guru dan teman tentang materi pembelajaran IPS saat proses pembelajaran, mengemukakan pendapat ketika berdiskusi kelompok, dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran IPS. Selain melakukan observasi berbagai aktivitas kegiatan yang dilakukan siswa peneliti juga melakukan observasi cara guru kelas dalam menyampaikan materi pembelajaran IPS untuk mengetahui cara guru mengajar.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD Negeri Plaosan 1 Mlati, terlihat bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru relatif masih bersifat tradisional, yaitu guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai


(19)

objek pembelajaran sehingga jika guru tidak ada di dalam kelas siswa tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran. Seperti yang di ungkapkan Sanjaya (2010:

208) “dalam kegiatan belajar mengajar guru memegang peran yang sangat

penting. Jika tidak ada guru di dalam kelas kegiatan belajar mengajar tidak dapat

terlaksana”. Selain itu juga terlihat saat proses pembelajaran siswa kurang memperhatikan saat guru menyampaikan materi pelajaran IPS. Keaktifan siswa saat proses pembelajaran IPS berlangsung juga masih kurang dan bahkan siswa cenderung pasif. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPS dapat dilihat dari indikator-indikator keaktifan belajar siswa, yaitu ketika guru bertanya kepada

siswa “apakah ada pertanyaan?”, siswa kebanyakan tidak menjawab pertanyaan dan diam. Siswa yang bertanya berjumlah 5 siswa dari jumlah 25 siswa dengan persentase 20 %. Ketika guru meminta pendapat kepada siswa “mengerjakanya di LKS atau di buku tulis?”, siswa yang mengemukakan pendapat berjumlah 4 dari jumlah 25 siswa dengan persentase 16%. Ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS, tetapi siswa justru berbisik-bisik dengan teman lainya, ada yang sibuk dengan kegiatanya masing-masing dan justru tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru. Jumlah siswa yang mengerjakan tugas dalam proses pembelajaran IPS berjumlah 8 dari jumlah 25 dengan persentase 32 %.

Selain observasi peneliti juga melakukan tanya jawab guru kelas V di SD Negeri Plaosan 1 Mlati (komunikasi pribadi, 12 September 2012). Hasil wawancara kepada guru tersebut memberikan informasi tentang latar belakang

keluarga dan pendidikan dari siswa di sana, “latar belakang keluarga siswa kebanyakan bekerja sebagai buruh, yang bekerja dari pagi sampai sore dan


(20)

malamnya untuk beristirahat, jadi tidak ada waktu bagi siswa untuk mendapat

pendampingan mengenai pendidikan dari orang tua. Tingkat kesadaran orang tua

mengenai pendidikan sangatlah rendah, mereka hanya berfikir asal siswanya

sekolah sudah cukup”. Hal ini yang menjadikan siswa kurang bisa memahami materi pelajaran yang berdampak pada prestasi belajar siswa di sekolah. Diperkuat

juga oleh guru selanjutnya yang mengatakan “di kelas V saat pembelajaran siswanya kurang antusias mengikuti pembelajaran dan perhatian siswa pada

pembelajaran kurang”.

Saat jam istirahat, peneliti juga berkesempatan bertanya jawab kepada siswa kelas V mengenai proses pembelajaran IPS di kelas V (komunikasi pribadi, 12 September 2012). Peneliti bertanya “dek kamu suka pelajaran IPS gak?”, jawab siswa “aku gak suka mas, soalnya banyak menghafal”. Selain bertanya kepada siswa peneliti juga bertanya jawab dengan guru kelas V agar memperkuat keterangan yang diberikan siswa. (komunikasi pribadi, 12 September 2012) guru

mengatakan bagaimana proses pembelajaran IPS, “saat pembelajaran IPS siswa tidak aktif dan cenderung pasif saat diberikan materi, saat diberikan tugas siswa

ramai dan sibuk sendiri dengan kegiatanya, mungkin itu disebabkan siswa kurang

tertarik dengan pembelajaran IPS yang materinya masih abstrak bagi siswa dan

kurang menarik bagi siswa”. Penjelasan tentang proses pembelajaran pelajaran IPS dan hasil tanya jawab di atas mengindikasikan bahwa keaktifan belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yang menyebabkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPS menjadi kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat


(21)

dari nilai-nilai prestasi belajar siswa dan jumlah siswa yang lulus KKM pada mata pelajaran IPS masih kurang.

Menurut data yang peneliti peroleh, prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS selama tiga tahun terakhir masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. KKM mata pelajaran IPS di SD Negeri Plaosan 1 yang ditetapkan yaitu 60. Pada tahun 2012/2013 nilai-nilai ulangan harian yang di dapatkan siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 masih mendapatkan nilai rata-rata kelas yang rendah sebesar 56.72. Dokumen ulangan harian siswa menunjukan bahwa dari jumlah 25 siswa masih ada 11 siswa atau sebesar 44 % siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Sementara pada tahun 2011/2012 nilai-nilai ulangan harian yang di dapatkan siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 juga masih mendapatkan nilai rata-rata kelas yang rendah sebesar 61.5. Dokumen ulangan harian siswa juga menunjukan bahwa dari jumlah siswa 24 masih ada 10 siswa atau 41,66 % siswa mendapat nilai dibawah KKM. Ditambah nilai ulangan harian pada tahun 2010/2011 nilai-nilai ulangan harian yang didapat siswa untuk mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri Plaosan 1 masih mendapatkan nilai rata-rata kelas yang rendah sebesar 58.6. Dokumen ulangan harian siswa juga menunjukan bahwa dari jumlah 23 siswa masih ada 11 siswa atau sebesar 47.82 % siswa mendapat nilai dibawah KKM. Maka rata-rata untuk keseluruhan nilai siswa yang sudah mencapai KKM atau melebihi KKM selama 3 tahun terakhir sebesar 55.50 % dan nilai rata-rata mata pelajaran IPS selama 3 tahun terakhir sebesar 58.94.


(22)

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan mengenai proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang bersifat tradisional dan berpusat pada guru (teacher centered) dapat menyebabkan siswa cenderung menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Hal itu dapat mengakibatkan potensi yang dimiliki siswa kurang bisa berkembang dengan maksimal, karena siswa menjadi objek belajar dari guru. Seperti yang di ungkapkan Uno (2011:

220) “di sekolah, saat ini ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered. Kecenderungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar

yang dicapai tidak optimal”. Sependapat dengan Uno, Sanjaya (2010: 209)

mengatakan

sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru. Siswa menjadi kurang bisa aktif dalam proses pembelajaran karena dalam proses pembelajaran tradisional ini guru terlihat lebih berperan aktif dari pada siswa saat proses pembelajaran berlangsung.

Sedangkan kecenderungan proses pembelajaran di sekolah dasar saat ini masih berpusat pada guru yang menggunakan metode klasikal seperti ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaranan yang berpusat pada guru tersebut berakibat pada tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang masih rendah. Di dalam kelas siswa


(23)

duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan guru, serta sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya kepada guru.

Uraian diatas menunjukkan bahwa keaktifan belajar siswa dalam kelas masih kurang sehingga berdampak pada prestasi belajar yang rendah. Kurangnya keaktifan dan prestasi belajar siswa saat proses pembelajaran dikarenakan proses pembelajaran IPS yang masih bersifat tradisional. Saat proses pembelajaran IPS berlangsung siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran dan bahkan cenderung pasif. Rendahnya keaktifan dan prestasi belajar siswa disebabkan karena materi pelajaran IPS yang masih abstrak bagi siswa dan kurang menarik bagi siswa, karena cara menyampaikan meteri ajar IPS oleh guru belum menggunakan metode yang sesuai. Guru masih menggunakan proses pembelajaran tradisional, yang berpusat pada guru (teacher center) bukan berpusat pada siswa (student center). Sehingga siswa kurang terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran IPS, karena dalam pembelajaran tradisional guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya serta berdiskusi. “Guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga

menyebabkan siswa pasif” (Uno, 2012: 75). Bagi siswa metode-metode tersebut merupakan metode yang membosankan dan kurang menarik sehingga berdampak pada prestasi dan keaktifan siswa dalam pelajaran IPS.

Proses pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa begitu juga sebaliknya, yang bertujuan untuk mempelajari suatu materi tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Winkel (2004: 59) “belajar merupakan aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan


(24)

lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pemahaman-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan

dan berbekas”. Sependapat dengan Winkel, Sanjaya (2010: 235) mengatakan “belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku”. Sementara itu John Dewey

(dalam Uno, 2012: 196) bahwa belajar adalah apa yang menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri.

Proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) mengakibatkan siswa cenderung menerima segala informasi yang diberikan oleh guru, sehingga sedikit kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Seperti yang di

ungkapkan Sanjaya (2010: 209) “peran siswa adalah sebagai penerima informasi

yang diberikan guru. Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) proses pembelajaran mengarah pada hasil akhir proses pembelajaran

(nilai)”. Hasil akhir proses pembelajaran (nilai) dijadikan oleh guru sebagai target

utama proses pembelajaran, sehingga guru mengesampingkan proses pembelajaran yang seharusnya dikuasai siswa. Proses pembelajaran yang baik melihat keberhasilan siswa tidak hanya dari hasil akhir proses pembelajaran (nilai), tetapi melihat pada sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran.

Sanjaya (2010: 210) “keberhasilan suatu proses pengajaran diukur sejauh mana

siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru”.

Proses belajar mengajar yang baik harusnya berpusat pada siswa (student center) yaitu siswa sebagai subjek belajar agar siswa dapat belajar secara


(25)

sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya. Bukanlah pada guru (teacher center) sebagai pusat belajar”. Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar dan didukung dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang baik seperti: rancangan kegiatan, sumber belajar, alat peraga, dan media, dapat membuat siswa aktif membangun pengetahuanya sendiri.

Tujuan pembelajaran yang baik yaitu melihat keberhasilan siswa tidak hanya dari hasil akhir proses pembelajaran yang berupa nilai, tetapi melihat pada sejauh mana siswa dapat mengubah kemampuanya dalam proses pembelajaran dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti yang dikatakan Sanjaya (2010: 215) “tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk

mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai”. Begitu juga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar harusnya juga seperti penjelasan sebelumnya yaitu dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa (student center) dan melihat siswa sebagai subjek belajar.

Berdasarkan fakta dan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa diperlukan langkah-langkah yang tepat yang dapat digunakan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Metode pembelajaran tradisional yang selama ini digunakan harus diubah dengan metode pembelajaran inovatif yang bisa menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pemilihan metode juga harus disesuaikan dengan materi ajar yang akan disampaikan dalam suatu mata pelajaran tertentu.


(26)

Bahan materi dalam pelajaran IPS masih bersifat abstrak bagi siswa karena materi dan konsep-konsep yang terdapat di dalamnya berisi tentang kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu. Sedangkan siswa sekolah dasar kelas V masih berusia antara 7-11 tahun dimana kemampuan berpikir siswa masih berada dalam tingkatan operasional konkret yang tingkat pemahamanya belum begitu mampu memahami materi dan konsep-konsep yang abstrak, seperti yang di ungkapkan

oleh Sanjaya (2008: 263) “fase operasional konkret, karena pada masa ini pikiran

anak terbatas pada objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman

langsung”. Oleh sebab itu peneliti harus pandai memilih dan menerapkan metode

pembelajaran yang cocok untuk menyampaikan materi dan konsep-konsep yang masih abstrak. Pemilihan metode tersebut bertujuan agar siswa menjadi tertarik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi paham mengenai materi dan konsep-konsep yang masih abstrak sehingga siswa tidak hanya sekedar menghafalnya saja.

Guru dapat menggunakan salah satu metode pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman mengenai konsep-konsep yang masih abstrak bagi siswa, salah satunya dengan menggunakan metode role playing. Peneliti memilih menggunakan metode role playing karena dengan menggunakan metode ini dapat menjadikan materi IPS yang abstrak menjadi konkrit seperti yang dikatakan Zaini (2008: 100) bahwa role play digunakan dengan alasan karena menjadikan problem yang abstrak menjadi kongrit dan melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial. Selain itu Zaini (2008: 98) juga


(27)

untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik”. Role playing mendukung siswa mengespresikan perasaannya dan juga melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan. Zaini (2008: 104) mengungkapkan pendekatan role playing yang bisa digunakan di dalam kelas untuk pembelajaran yang membahas materi yang terjadi di masa lampau, diantaranya:

Pendekatan berbasis spekulasi (speculative-based approach). Dalam pendekatan ini peserta didik dilibatkan dalam membuat spekulasi terhadap pengetahuan masa lalu, peristiwa masa lampau, atau yang akan datang dengan menggunakan aspek-aspek yang diketahui dari wilayah subjek tertentu dan pengetahuan yang dimiliki secarainteraktif. Pendekatan ini siswa diharapkan: (1) membangkitkan pengetahuan untuk mengisi celah antara informasi yang diketahui dengan yang tidak diketahui, (2) menggunakan bukti untuk membuat penilaian yang berdasar, (3) merekonstruksi kemudian merepresentasi interaksi tertentu untuk menganalisis peristiwa.

Penjelasan di atas menjelaskan bahwa metode role playing bisa digunakan untuk menyampaikan dan membahas materi IPS yang kebanyakan masih bersifat abstrak dan terjadi di masa lalu. Selain itu Sudjana (2005: 206) menunjukan hubungan antara metode kegiatan pembelajaran dengan aspek tingkah laku, yaitu untuk mengembangkan aspek tingkah laku sikap (penyerapan perasaan melalui pengalaman baru yang berhasil) cocok menggunakan metode bermain peran. Tingkah laku sikap yang dikembangkan adalah tingkah laku yang menunjukan keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan bermain


(28)

peran/role playing. Sementara itu Davies (dalam Uno & Muhammad, 2011: 220)

mengemukakan “penggunaan role playing dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif”. Penggunaan metode role playing diharapkan membuat siswa mampu mengalami proses belajarnya secara nyata melalui berbagai peran yang diperankanya, semisal saat memainkan peran tokoh-tokoh penting dalam proklamasi dan peristiwa-peristiwa penting sebelum proklamasi kemerdekaan negara Indonesia.

Pendapat para tokoh di atas juga di perkuat oleh hasil penelitian yang telah diteliti dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Sulistiyaningrum (2011); Pamungkas P. (2010); Sadali (2000); dan Wintala (2011) yang membuktikan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian sebagai upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran IPS menggunakan metode role playing, dengan judul “Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati menggunakan metode role playing. Penggunaan metode role playing, diharapkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dapat meningkat.

1.2Pembatasan Masalah

Peneliti dalam penelitian ini membatasi permasalahan pada peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS dengan materi menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati tahun pelajaran 2012/2013.


(29)

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang, maka rumusan masalah yang di ambil peneliti adalah:

1.3.1 Bagaimana penggunaan metode role playing sebagai upaya untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dalam mata pelajaran IPS tahun ajaran 2012/2013?

1.3.2 Bagaimana penggunaan metode role playing sebagai upaya untuk menigkatkan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dalam mata pelajaran IPS tahun ajaran 2012/2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Untuk mengetahui penggunaan metode role playing sebagai upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dalam mata pelajaran IPS tahun ajaran 2012/2013.

1.4.2 Untuk mengetahui penggunaan metode role playing sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dalam mata pelajaran IPS tahun ajaran 2012/2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti, dapat meningkatkan wawasan mengenai penyampaian materi tentang kompetensi dasar mengenai menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dengan menggunakan metode role palying.


(30)

1.5.2 Bagi guru, dapat menambah pengalaman dalam menggunakan metode role playing unruk mengenalkan dan memberikan materi menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan pada siswa.

1.5.3 Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri pengalaman belajarnya melalui kegiatan role playing. Siswa juga dapat menjadi lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran karena siswa dapat mengalami sendiri pengalaman belajarnya sehingga pengetahuan akan cepat ditangkap oleh siswa.

1.5.4 Bagi sekolah, memberikan masukan tentang bagaimana menggunakan dan penerapan metode role playing dalam proses pembelajaran sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

1.6 Definisi Operasional

Penelitian ini perlu didefinisi operasional untuk menyamakan presepsi tentang hal-hal yang secara operasional masih berbeda, yaitu:

1.6.1 Belajar adalah proses perubahan perilaku yang terjadi sepanjang hayat sejak/terus menerus dari siswa lahir sampai meninggal melalui praktek dan latihan di lingkungannya.

1.6.2 Prestasi belajar adalah usaha kegiatan belajar antara guru dengan siswa yang dapat diukur menggunakan evaluasi seperti: tes, baik tes lisan maupun tertulis. 1.6.3 Keaktifan belajar adalah siswa mengalami sendiri proses belajarnya melalui aktivitas-aktivitas yang mendukung terjadinya proses belajar. Kemauan siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sudah ada dalam diri siswa, sehingga


(31)

guru harus pandai memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran agar keaktifan siswa dalam belajar dapat dimunculkan

1.6.4 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah adalah ilmu yang mempelajari manusia di masyarakat dengan menggunakan beberapa kajian pokok dengan tujuan agar manusia dapat memecahkan berbagai masalah, sehingga semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya.

1.6.5 Role playing/role play/bermain peran adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan materi ajar melalui memainkan peran secara langsung sesuai dengan karakter materi ajar. Siswa dapat memainkan peran dan menyampaikan nilai-nilai dalam kaitanya dengan suatu bidang ilmu tertentu.


(32)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

Bab II memuat tentang kajian teori, kerangka berpikir, hipotesis tindakan, dan penelitian yang relevan.

2.1 Kajian Teori

Teori-teori yang mendukung terlaksananya penelitian terdiri dari dasar teori konstruktivisme dan teori-teori pendukung, seperti keaktifan belajar, prestasi belajar, metode role playing, ilmu pengetahuan sosial (IPS), dan penelitian tindakan kelas (PTK).

2.1.1 Dasar Teori

2.1.1.1 Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun,

mengkontruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup”

(Suyono, 2011: 105). Menurut Sanjaya (2010: 246), “belajar menurut teori konstruktivistik bukanlah sekedar menghafal akan tetapi, proses mengkontruksi

pengetahuan melalui pengalaman”. Sehingga potensi diri yang dimiliki akan berkembang dan pengetahuan yang siswa peroleh akan bermakna setelah siswa belajar secara langsung, melihat, melakukan, dan merasakan sendiri pengalaman belajarnya. Sependapat dengan Sanjaya, teori konstruktivisme sosial dari

Vygotsky (dalam Suyono, 2011: 109) yang mengatakan “teori pembelajarannya

sebagai pembelajaran kongsi sosial (social cognition). Pembelajaran kongsi sosial meyakini bahwa kebudayaan merupakan penentu utama bagi pengembangan


(33)

individu”. Selain itu Nik Azis Nik Pa (dalam Lapono, 2010: 1-25) menjelaskan tentang konstruktivisme dalam belajar,

konstruktivisme adalah tidak lebih daripada komitmen terhadap pandanga bahwa manusia membina pengetahuanya sendiri. Ini bermakna bahwa sesuatu pengetahuan yang dipunyai oleh seorang individu adalah hasil daripada aktiviti yang dilakukan individu tersebut, dan bukan sesuatu maklumat atau pembelajaran yang diterima secara pasif dari luar. Pengetahuan tidak boleh dipindahkan daripada pemikiran seseorang individu kepada pemikiran individu yang lain. Sebaliknya, setiap individu membentuk pengetahuanya sendiri dengan menggunakan pengalamannya secara terpilih.

Peneliti memilih teori konstruktivisme seperti penjelasan Nik Azis Nik Pa di atas karena keaktifan siswa menjadi syarat utama dalam pembelajaran konstruktivisme (Lapono, 2010: 1-25). Selain itu teori konstruktivisme sesuai dengan metode role playing, seperti yang dikatakan Suparno (2007: 82-83) metode role playing merupakan salah satu contoh metode yang sesuai dengan teori konstruktivisme. Pengertian di atas menunjukan bahwa teori belajar konstruktivisme sesuai dengan proses pembelajaran menggunakan metode role playing karena siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui belajar secara langsung, melihat, melakukan, dan merasakan sendiri pengalaman belajarnya melalui kegiatan role playing untuk memahami materi pembalajaran. Melalui proses pembelajaran menggunakan role playing siswa juga dapat mengalami proses belajarnya secara langsung dan nyata dari lingkungan sosial mereka. Selain itu siswa juga dapat


(34)

menunjukan keaktifan belajarnya dalam proses pembelajaran menggunakan metode role playing.

2.1.2 Keaktifan Belajar

2.1.2.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kegiatan, kesibukan, aktivitas (Tim penyusun KBBI, 2005: 26). Keaktifan belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman, 2001: 3). Menurut

Yamin (2007: 82) “belajar aktif adalah suatu usaha manusia untuk membangun

pengetahuan dalam dirinya. Proses pembelajaran terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa, baik dalam

ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif”. Dengan demikian, kegiatan aktif siswa dalam proses pembelajaran dapat disebut dengan belajar aktif. Sanjaya (2007: 101-106) mengatakan aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual, dan emosional. Guru tidak bisa melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa, tetapi guru dapat mengamatinya yaitu dari kegiatan siswa tersebut sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan, seperti siswa bertanya, siswa mengemukakan ide, siswa menyanggah ide, siswa menyetujui ide, siswa menjawab, siswa melakukan diskusi, siswa memecahkan soal, siswa mengamati sesuatu, siswa melaporkan hasil pekerjaannya, siswa membuat rangkuman, siswa membuat refleksi dan sebagainya. Sementara itu menurut Dimyati & Mudjiono (2006: 45)

dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang


(35)

mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

Berbagai macam bentuk keaktifan belajar di atas sudah terdapat dalam diri siswa, sehingga siswa mempunyai keinginan untuk melakukan berbagai macam bentuk keaktifan tersebut. Siswa dapat melakukan dan menunjukan berbagai macam kekatifan belajar jika guru dapat memfasilitasi siswa agar dapat melakukan dan menunjukan berbagai macam kekatifan belajar. Menurut Arifin

(2008: 294) mengatakan “pada dasarnya peserta didik adalah manusia aktif yang mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan anspirasinya sendiri. Keaktifan itu beranekaragam bentuknya mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati”. Sependapat

dengan Arifin, Uno (2012: 196) mengatakan “seorang anak pada dasarnya sudah

memiliki keinginan untuk berbuat dan mencari sesuatu yang sesuai dengan anspirasinya, demikian halnya dengan belajar. Belajar hanya mungkin terjadi apabila siswa aktif dan mengalaminya sendiri”. Sehingga seorang guru harus pandai memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran agar keaktifan siswa dalam belajar seperti: keinginan berbuat dan mencari sesuatu dapat dimunculkan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa keaktifan belajar yaitu proses pembelajaran yang dialami oleh siswa sendiri


(36)

melalui aktivitas-aktivitas keaktifan yang mendukung terjadinya proses pembelajaran. Kemauan siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sudah ada dalam diri siswa, sehingga guru harus pandai memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran agar keaktifan siswa dalam belajar dapat dimunculkan. Selain itu peneliti bersama kelompok studi keaktifan menyimpulkan indikator-indikator keaktifan. Berdasarkan indikator-indikator-indikator-indikator keaktifan yang telah dikemukakan oleh para ahli kemudian peneliti bersama kelompok studi keaktifan menyimpulkan bahwa indikator keaktifan adalah sebagai berikut : (1) bertanya kepada guru dan teman tentang materi pembelajaran IPS saat proses pembelajaran yang ditandai dengan tingkah laku/aktivitas seperti: siswa yang bertanya kepada guru bila tidak memahami persoalan, siswa bertanya kepada siswa lain bila tidak memahami persoalan, dan siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (2) mengemukakan pendapat ketika berdiskusi kelompok yang ditandai dengan tingkah laku/aktivitas siswa seperti: mengemukakan gagasan secara spontan, dan melaksanakan diskusi kelompok sesuai petunjuk guru, serta (3) mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dala proses pembelajaran IPS yang ditandai dengan tingkah laku/aktivitas seperti: turut serta dalam mengerjakan tugas, dan mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan persoalan.

2.1.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Siswa

Berdasarkan pengertian-pengertian keaktifan yang disampaikan sebelumnya oleh Uno (2012: 196), Arifin (2008: 294), Sanjaya (2007: 101-106), dan Dimyati & Mudjiono (2006: 45) mengindikasikan bahwa proses pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap keaktifan belajar siswa. Oleh sebab itu guru harus


(37)

pandai memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran agar keaktifan siswa dalam belajar, seperti: keinginan berbuat dan mencari sesuatu dapat dimunculkan. Guru dapat menyusun kegiatan di dalam RPP agar memungkinkan siswa untuk melakukan dan menunjukan aktivitas/interaksi keaktifan dalam belajar. Dikarenakan dengan munculnya aktivitas/interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa lain seperti pada indikator keaktifan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan siswa. Selain itu dari aktivitas/interaksi tersebut dapat memaksimalkan siswa dalam berproses selama proses pembelajaran, karena siswa belajar dengan melakukan berbagai indikator keaktifan dalam belajar.

2.1.3 Prestasi Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar

Belajar tidak pernah terpisahkan dari manusia karena pada hakikatnya manusia melakukan kegiatan belajar sepanjang hayatnya, semenjak lahir sampai meninggal. Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah/lembaga formal seperti sekolah dasar tetapi juga melalui lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Sanjaya (2010: 222) “belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas”. Belajar bertujuan untuk

memperoleh pengetahuan yang baru. Seperti yang dikatakan Dimyati & Mudjiono (2006: 7)

belajar merupakan tindakan dan perilaku kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi


(38)

berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.

Sementara itu Uno (2012: 138) mengatakan “belajar adalah proses yang menghasilkan perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman baru ke arah yang lebih

baik”. Sependapat dengan Uno, Sanjaya (2010: 235) mengatakan “belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan

munculnya perubahan tingkah laku”. Sependapat juga dengan Uno, Slameto

(2010:2) juga mengatakan “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya menunjukan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang terjadi sepanjang hayat sejak/terus menerus dari siswa lahir sampai meninggal melalui praktek dan latihan di lingkungannya. Lingkungan pembelajaran siswa tidak hanya terbatas pada ruang kelas tetapi juga di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Melalui belajar ini yang akhirnya membuat anak mendapatkan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang bersifat konstan/menetap.


(39)

2.1.3.2 Macam-Macam Bentuk Belajar

Berikut ini merupakan macam-macam bentuk belajar menurut Passaribu (1985: 10-11) (a) belajar bersyarat yaitu belajar menanggapi suatu rangsangan secara lain daripada yang semula diminta oleh rangsangan itu, (b) belajar dengan mencoba adalah belajar dengan mencoba terus saja, sehingga nanti pada hakikatnya berhasil. Seseorang akan terus belajar, berusaha apabila belum mengalami keberhasilan dari tujuan yang akan dicapai, (c) belajar asosiatip adalah belajar untuk menambah pengetahuan, memperluas kekayaan tanggapan. Tanggapan asal dari pengamatan merupakan unsur terakhir dari pengamatan kita. Maka penting sekali adanya usaha untuk memperbanyak tanggapan. Tanggapan yang ada pada anak saling berhubungan satu sama lain dengan tanggapan yang telah ada sebelumnya, dan (d) belajar dengan insght adalah belajar yang pemecahannya ditemukan tidak secara kebetulan, melainkan secara sistematis atau sebagai akibat dari menangkapnya suatu hubungan pengertian. Bentuk belajar ini membantu dalam pembentukan manusia dengan perantaraan bahan wejangan, yang mengarahkan kepribadianya dan membantu dalam pertumbuhan untuk menuju kedewasannya.

2.1.3.3 Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Arifin (2009: 12) “prestasi merupakan hal yang berkenaan dengan aspek pengetahuan”. Menurut Winkel (1984: 64) menyatakan bahwa “prestasi adalah bukti usaha yang dapat dicapai”. Hasil dari usaha pembelajaran perlu di ukur secara langsung dengan menggunakan tes atau evaluasi, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.


(40)

Sedangkan Tim penyusun KBBI (2005: 700) “prestasi adalah hasil yang telah

dicapai(dari yang telah dilakukan atau dikerjakan, dsb)”. Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya prestasi adalah sebuah hasil/usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu dan dapat diukur menggunakan tes atau evaluasi.

Menurut Arifin (2008: 12) “prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing”. Sedangkan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (1990: 700) dikatakan bahwa prestasi belajar adalah penguasaaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya yang ditunjukan dengan nilai atau tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Menurut Hadan Nawawi (1981: 100) mengartikan “prestasi belajar sebagai tingkat keberhasilan dalam mempelajari mata pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor

yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah mata pelajaran tertentu”.

Sedangkan Dimyati & Mudjiono (2006: 3) mengatakan “hasil belajar merupakan

hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Dari sisi guru,

tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Berdasarkan uraian diatas menunjukan bahwa prestasi belajar adalah usaha kegiatan belajar antara guru dengan siswa yang dapat diukur menggunakan evaluasi seperti: tes, baik tes lisan maupun tertulis. Hasil dari evaluasi dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol, angka, huruf, atau kalimat dan dapat digunakan


(41)

untuk melihat bagaimana prestasi belajar siswa dan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa pada suatu mata pelajaran tertentu.

2.1.3.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa

Keaktifan siswa sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Menurut Zaini,dkk (2008: xiv)

belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena dalam kegiatan belajar adalah merupakan sebuah proses, dan hasil dari proses belajar adalah prestasi. Keberhasilan dalam belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar. Sudjana (2009: 39) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: (1) faktor Intrinstik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis, (2) Faktor ekstrinsik, yaitu faktor yang berasal dari luar siswa atau lingkungan seperti guru, media, teman pergaulan, dan lain-lain. Sependapat dengan Sudjana, Slameto (2010: 54-72) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi


(42)

belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, faktor intern terdiri dari: (a) faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), (b) faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), dan (c) faktor kelelahan, (2) faktor eksternal, yaitu faktor dari luar individu. Faktor ekstern terdiri dari: (a) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), (b) faktor sekolah (metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah, dan (c) faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

masyarakat). Sedangkan menurut Mulyasa (2006: 190) “prestasi belajar

merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat, yaitu (1) bahan atau materi yang dipelajari, (2) lingkungan, (3) faktor

instrumental, dan (4) kondisi peserta didik”.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya dapat diindikasikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah (1) bahan atau materi yang dipelajari, (2) kondisi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, (3) faktor instrumental berupa keadaan gedung, media pembelajaran, dan metode mengajar guru (4) kondisi jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan


(43)

dan kesiapan), dan faktor kelelahan siswa, (5) keaktifan siswa. Tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dipegaruhi faktor-faktor tersebut, sehingga prestasi belajar siswa dapat menjadi sempurna jika aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dalam proses pembelajaran dapat terpenuhi. 2.1.4 Metode Role Playing

2.1.4 1 Pengertian Metode Role playing

McCaslin (2006: 10) mengatakan “role playing is what the young child does in a dramatic play”. Pendapat ahli tersebut dapat diartikan bahwa role playing adalah bagaimana siswa melakukan permainan drama. Djajadisastra

(1983: 34) mengatakan “metode bermain peran atau berperan adalah suatu metode

mengajar di mana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan

masyarakat atau sosial”. Sedangkan menurut Sagala (dalam Taniredja, 2011: 39) “Sosiodrama adalah metode mengajar yang mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu

masalah yang muncul dari suatu situasi sosial”. Sependapat dengan Sagala, Zaini (2008: 98) mengatakan “role playing adalah aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik”. Salah satu tujuan pendidikan yang digunakan di dalam kelas adalah pendekatan berbasis problem. Pendekatan ini melibatkan siswa untuk meneliti informasi yang spesifik untuk sampai pada kesimpulan yang belum ditentukan sebelumnya (Zaini, 2008: 102). Sehingga peneliti mengindikasikan antara metode role playing dan metode sosiodrama adalah metode yang sama, persamaannya kedua metode tersebut


(44)

terletak pada tahapan dan tujuannya. Kedua metode tersebut mempunyai tahapan yang sama yaitu ada tahapan dimana siswa harus menghadapi dan memecahkan suatu masalah/problem dari kegiatan memainkan peran suatu situasi sosial yang dilakukan siswa. Persamaan kedua yaitu terletak pada tujuan metode role playing dan metode sosiodrama, tujuan dari kedua metode tersebut adalah agar siswa dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial.

Pemecahan masalah yang muncul dari suatu situasi sosial menggunakan metode role playing menurut Zaini (2008: 98) didasarkan pada tiga aspek umum suatu pengalaman peran dalam kehidupa sehri-hari. Tiga aspek utama tersebut antara lain: (1) mengambil peran (role-taking), yaitu tekanan ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang peran. Contoh: berdasar pada hubungan keluarga, (2) membuat peran (role-making), yaitu kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari suatu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan, serta (3) tawar-menawar peran (role-negotitation), yaitu tingkat di mana peran-peran dinegosiasikan dengan peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya dapat diartikan bahwa role paying adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan materi ajar melalui memainkan peran secara langsung sesuai dengan karakter materi ajar. Siswa dapat memainkan peran dan menyampaikan nilai-nilai dalam kaitanya dengan suatu bidang ilmu tertentu.


(45)

2.1.4.2 Pendekatan Dalam Metode Role Playing

Zaini (2008: 101-104) mengutarakan beberapa pendekatan role playing yang bisa digunakan di dalam kelas, antara lain:

2.1.4.2.1. Pendekatan berbasis keterampilan (skills-based aprroach)

Dalam pendekatan berbasis ketrampilan peserta didik diharapkan untuk: (1) memperoleh suatu keterampilan, kemampuan atau sikap yang sering melalui perilaku model dengan seperangkat kriteria, (2) melatih sifat-sifat sampai benar-benar terinternalisai dengan mengikuti kriteria yang ada, serta (3) mendemonstrasikan sifat tersebut kepada yang lain untuk tujuan evaluasi.

2.1.4.2.2. Pendekatan berbasis isu (issues-based approach)

Permainan secara aktif mengeksplorasi suatu isu dengan mengandaikan peran-peran dari manusia dalam kehidupan nyata yang berselisih satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari pendekatan ini siswa diharapkan untuk: (1) meneliti sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai yang mengelilingi suatu isu, (2) meneliti sikap, kepercayaan yang dianut oleh manusia tertentu, (3) menjadikan dirinya berpihak pada permanen yang memang posisi yang sama, (4) berunding atau berdebat dengan mereka yang memegang posisi yang berbeda, (5) mungkin mengambil pendirian dari yang bertentangan dengan suatu isu.

2.1.4.2.3. Pendekatan berbasis problem (problem-based approach)

Pendekatan ini melibatkan peserta didik untuk meneliti informasi yang spesifik untuk sampai pada kesimpulan yang ditentukan sebelumnya. Pendekatan berbasis problem peserta didik diharapkan untuk: (1) menarik pengetahuan dari suatu wilayah disiplin ilmu tertentu, (2) menggunakan pengetahuannya sendiri secara


(46)

tepat, (3) menerapkan pengetahuan dalam serangkaian tantangan, (4) mereaksi secara tepat terhadap problem yang muncul, (5) mencari solusi yang telah dipertimbangkan dengan berdasarkan alasan yang dibenarkan.

2.1.4.2.4. Pendekatan berbasis spekulasi (speculative-based approach)

Pendekatan ini peserta didik dilibatkan dalam membuat spekulasi terhadap pengetahuan masa lalu, peristiwa masa lampau, atau yang akan datang dengan menggunakan aspek-aspek yang diketahui dari wilayah subjek tertentu dan pengetahuan yang dimiliki secara interaktif. Dalam pendekatan ini siswa diharapkan: (1) membangkitkan pengetahuan untuk mengisi celah antara informasi yang diketahui dengan yang tidak diketahui, (2) menggunakan bukti untuk membuat penilaian yang mendasar, (3) merekonstruksi kemudian merepresentasi interaksi tertentu untuk menganalisis peristiwa.

2.1.4.3 Tahapan Metode Role Playing

Role playing dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu: perencanaan, interaksi, dan refleksi atau evaluasi. Ketiga tahapan tersebut menurut Zaini (2008: 104-116) adalah sebagai berikut:

2.1.4.3.1 Perencanaan dan persiapan

Sebelum melakukan suatu kegiatan maka kita harus membuat perencanaan yang baik. Karena perencanaan yang baik akan dapat memberikan hasil yang baik pula. Dalam metode role playing ada beberapa perencanaan yang harus dilakukan yaitu: (1) mengenal peserta didik, sebagai seorang guru yang baik maka kita pasti akan mengetahui bagaimana kondisi peserta didik kita. Misalnya saja jumlah peserta didik, pemahaman peserta didik tentang materi yang diajarkan,


(47)

pengalaman sebelumnya tentang role playing, kelompok umur, latar belakang peserta didik, minat dan kemampuan peserta didik, dan kemampuan peserta didik untuk melakukan kolaborasi, (2) menentukan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran harus diidentifikasi secara jelas agar memiliki fokus kerja yang jelas. Selain dirumuskan dengan jelas hendaknya tujuan pembelajaran tersebut diungkapkan kepada peserta didik atau siswa, (3) mengidentifikasi skenario, masalah yang ada disekitar peserta didik yang akan di angkat dalam role playing maka harus disusun dalam bentuk skenario, skenario yang ada tersebut akan memberikan informasi tentang apa yang harus diketahui oleh peserta didik. Setelah membuat skenario untuk suatu materi tertentu maka akan menempatkan beberapa peran yang sesuai dengan skenario yang telah dibuat, (4) penempatan peran, memilih peran-peran yang mungkin dapat diperankan sesuai dengan materi pelajaran, (5) menentukan posisi guru, dalam hal ini guru harus menentukan posisinya, apakah dia akan ikut berperan atau menjadi pengamat dalam proses role playing, (6) mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik, sebelum dilaksanakan role playing maka kita harus benar-benar mempertimbangkan hambatan-hambatan yang berasal dari piranti fisik seperti ketersediaan ruangan, kondisi kelas dan sebagainya, (7) merencanakan waktu, pelaksanaan role playing akan sangat tergantung dari jenis role playing yang ditetapkan. Namun sekiranya perbandingan waktu yang sering digunakan antara pendahuluan, interaksi, dan evaluasi adalah 1:2:3, (8) mengumpulkan sumber informasi yang relefan,setelah semua hal-hal yang pokok telah diperhatikan maka kita juga memerlukan tambahan informasi untuk memeperkuat skenario yang telah kita buat.


(48)

2.1.4.3.2 Interaksi

Adapun langkah-langkah pengimplementasian rencana ke dalam aksi adalah: (1) membangun aturan dasar. Untuk mengetahui harapan-harapan guru terhadap peserta didik dan sebaliknya, (2) mengeksplisitkan tujuan pembelajaran. Mengemukakan tujuan pembelajaran dari role playing dan menjelaskan pentingnya role playing kepada peserta didik agar mempermudah peserta didik dalam mengevaluasi tingkat keberhasilan yang tercapai, (3) membuat langkah-langkah yang jelas. Menjelaskan tujuan yang menyokong penggunaan role playing kepada peserta didik beserta langkah-langkahnya, (4) mengurangi ketakutan di depan publik, (5) mengambarkan skenario atau situasi, (6) mengalokasikan peran, (7) mencari informasi yang cukup, (8) memulai role playing.

2.1.4.3.3 Refleksi dan evaluasi 2.1.4.3.3.1 Refleksi.

Setelah siswa melakukan serangkaian kegiatan role playing maka harus diadakan refleksi. Dari kegitan pembelajaran yang baru saja dilakukan ada banyak hal yang ditentukan oleh peserta didik maupun guru. Dalam refleksi ini peserta didik maupun guru mengemukakan manfaat dan pengetahuan yang diperoleh serta parasaan mereka selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode role playing.

2.1.4.3.3.2 Evaluasi.

Evaluasi bertujuan untuk melihat bagaimana proses pembelajaran role playing berlangsung. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan


(49)

masukan mengenai hal-hal apa yang masih harus diperbaiki dalam pembelajaran role playing dan hal mana yang harus dipertahankan.

2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing

2.1.4.4.1 Menurut Mansyur (dalam Taniredja, 2011: 42) ada beberapa kelebiahan role playing, seperti: (1) murid melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat bahan yang akan didramakan, (2) murid akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif, (3) bakat yang terpendam pada murid dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau timbul bibit seni dari sekolah, (4) kerja sama antara pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, (5) murid memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, (6) bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.

Sedangkan menurut Djajadisastra (1983: 41-43) ada beberapa kelebihan metode role paying, seperti: (1) peserta didik belajar untuk memecahkan permasalahan sosial menurut pendapatnya sendiri, (2) memperkaya peserta didik dalam berbagai pengalaman situasi sosial, (3) memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengespresikan perasaannya, (4) memberi kesempatan pada peserta didik untuk belajar mengungkapkan pendapat dengan jelas dan dimengerti oleh orang lain, (5) belajar untuk menerima pendapat orang lain sehubungan dengan pemecahan masalah ketika memutuskan suatu peran.

Berdasarkan penjelasan kelebihan-kelebihan metode role playing di atas peneliti mengindikasikan beberapa kelebihan-kelebihan metode role playing, yaitu: (1) siswa dapat melatih dirinya untuk belajar, memahami, dan mengingat


(50)

bahan yang akan didramakan, (2) siswa dapat belajar berlatih berinisiatif untuk memecahkan permasalahan sosial dan berkreatif untuk mengespresikan perasaannya menurut pendapatnya sendiri, (3) siswa belajar untuk menerima pendapat orang lain sehubungan dengan pemecahan masalah ketika memutuskan suatu peran agar kerjasama antar siswa dapat terbina dengan baik, (4) siswa berkesempatan memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan orang lain, (5) bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain, serta (6) memperkaya siswa dalam berbagai pengalaman situasi sosial.

2.1.4.4.2 Menurut Taniredja (2011: 42) ada beberapa kelemahan role playing, seperti: (1) sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang aktif, (2) banyak memakan waktu, persiapan, pemahaman isi bahan pelajaran, dan pelaksanaan pertunjukan, (3) memerlukan tempat yang cukup luas, (4) kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton.

Sedangkan menurut Djajadisastra (1983: 41-43) ada beberapa kelemahan metode role paying, seperti: (1) suatu pemecahan yang pernah diperankan dalam role playing belum tentu cocok untuk memecahkan masalah secara nyata, (2) kecenderungan untuk membebarkan suatu tindakan atau keputusan, (3) peserta didik yang belum memiliki kematangan psikis sulit untuk menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, (4) kekurangan pengalaman dalam menghadapi situasi sosial yang ada, (5) keterbatasan waktu yang digunakan dalam bermain peran, (6) rasa malu akan menghambat proses bermain peran.


(51)

Berdasarkan penjelasan kelemahan-kelemahan metode role playing di atas peneliti menyimpulkan kelemahan-kelemahan metode role playing, yaitu: (1) banyak memakan waktu, persiapan, pemahaman isi bahan pelajaran, dan rasa malu akan menghambat proses bermain peran, (2) memerlukan tempat yang cukup luas, (3) kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton. 2.1.4.5 Tujuan Metode Role Playing

Bermain peran sebagai suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok (Uno, 2007: 26). Tujuan bermain peran, sesuai dengan jenis belajar menurut Hamalik (dalam Taniredja, 2011: 40) adalah: (a) belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peran tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif, (b) belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan perilaku (aktor) dan tingkah laku mereka, (c) belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain/ pemegang peran yang telah disampaikan. Tujuannya untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan, (d) belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.


(52)

2.1.4.6 Metode Role Playing Dalam Proses Pembelajaran IPS

Materi pembelajaran dalam mata pelajaran IPS masih bersifat abstrak bagi siswa. Guru hendaknya guru harus pandai memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang cocok dan inovatif untuk menyampaikan konsep-konsep yang masih abstrak, yaitu dengan menggunakan metode role playing. (Zaini, 2008: 99)

mengatakan “role play dapat membuktikan diri sebagai suatu media pendidikan yang ampuh, di mana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang

bersifat simulasi (skenario)”. Penggunaan metode role playing bertujuan agar siswa menjadi tertarik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa menjadi paham mengenai konsep-konsep yang masih abstrak tersebut, serta bukan hanya sekedar menghafalnya saja.

Zaini (2008: 100) menyatakan role playing digunakan dengan alasan karena menjadikan problem yang abstrak menjadi kongrit dan role playing digunakan dengan alasan karena melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial. Sehingga dapat membuat siswa aktif selama proses pembalajaran berlangsung. Pembelajaran IPS di sekolah dasar biasanya masih relatif tradisional yaitu guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Metode ini membuat kesan pembelajaran IPS merupakan sebuah pelajaran menghafal dan membuat siswa cepat bosan.

“Agar proses pembelajaran IPS dapat dilaksanakan dengan menarik dan membuat

siswa aktif maka guru dapat mengunakan metode inovatif dalam proses pembelajaran yaitu berupa metode role playing” (Uno, 2012: 220). Proses


(53)

pembelajaran menggunakan metode role playing ada beberapa hal yang harus dinilai. Uno (2012: 221)

mengatakan untuk mengukur sejauh mana bermain peran memberikan manfaat kepada pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh tiga hal, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan, (3) persepsi siswa terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan.

Sehingga dalam proses pembelajaran IPS menggunakan metode role playing guru harus memperhatikan ketiga penilaian yang telah dijelaskan di atas. Guru harus memperhatikan ketiga penilaian tersebut agar proses pembelajaran menggunakan metode role playing dapat berjalan secara maksimal.

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.1.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah pengetahuan yang diambil dari berbagai ilmu sosial dan dari kejadian nyata dalam masyarakat, dipilih dan disesuaikan untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Sependapat dengan

pengertian sebelumnya Solihatin (2005: 14) berpendapat bahwa “IPS adalah ilmu

yang membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya, lingkungan dimana siswa didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan

sekitar”. Mata pelajaran IPS di dalam kurikulum sekolah-sekolah diprogramkan berdasarkan pendekatan terpadu (integrated). Sapriya (2009: 20) mengatakan bahwa mata pelajaran IPS terdiri atas mata pelajaran-mata pelajaran sejarah,


(54)

geografi, dan ekonomi. Mata pelajaran IPS disusun secara terpadu dalam proses

pembelajaran di masyarakat. Seperti yang diungkapkan Sapriya (2009: 7) “ciri

khas IPS dan IPA sebagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah sifat terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran dengan tujuan agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi siswa sehingga pengorganisasian materi/bahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan,

karateristik, dan kebutuhan siswa”.

Pengajaran IPS tidak hanya terbatas di perguruan tinggi, tetapi diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar. Pendidikan IPS bertujuan membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya, sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan Sapriya (2009: 12)

oleh sebab itu IPS di tingkat sekolah dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitutedes and values) yang dapat digunakan untuk kemampuan memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil kepurusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Berdasarkan beberapa pengertian IPS di atas menunjukan bahwa IPS adalah ilmu yang mempelajari manusia di masyarakat dengan menggunakan beberapa kajian pokok dengan tujuan agar manusia dapat memecahkan berbagai masalah, sehingga semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. IPS


(55)

berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya dan sebagainya. IPS mempelajari, menelaah, mengkaji system kehidupan manusia di permukaan bumi, itulah hakikat yang dipelajari pada pengajaran IPS.

2.1.5.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Pada hakikatnya tujuan dari pendidikan IPS memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya. Tujuan pendidikan IPS adalah untuk menyiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat Gross (dalam Solihatin, 2005: 14). Sementara itu menurut Sapriya (2009: 12)

…IPS di tingkat sekolah dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para

peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitutedes and values) yang dapat digunakan untuk kemampuan memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil kepurusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diindikasikan bahwa tujuan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa agar menjadi warga negara yang baik dalam berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat seperti saat memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta cara penyelesaian masalah-masalah tersebut.


(56)

2.1.5.3 Ruang Lingkup Bahan Pengajaran IPS di Sekolah Dasar

Ruang lingkup bahan pengajaran Ilmu Pengetahuan sosial di sekolah dasar meliputi keluarga, masyarakat setempat, uang, pajak, tabungan, ekonomi setempat, wilayah propinsi, wilayah kepulauan, wilayah pemerintah daerah Negara republik Indonesia, mengetahui kawasan dunia, lingkungan sekitar dan lingkungan sejarah. Semua lingkup itu disampaikan secara terpadu untuk siswa kelas bawah dan secara sendiri-sendiri untuk siswa kelas atas.

2.1.6 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 2.1.6.1 Pengertian PTK

Kurt Lewin (dalam Kunandar, 2011: 42) berpendapat bahwa “Penelitian

Tindakan Kelas adalah suatu rangkaian langkah yang terdiri atas empat tahap

yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi”. Menurut Arikunto (2006: 91) “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam suatu kelas”. Sependapat dengan

Arikunto, Mulyasa (2009: 11) mengatakan “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment)yang sengaja dimunculkan”.

Selain itu Mulyasa (2009: 34) juga mengatakan yang mengatakan

“Penelitian Tindakan Kelas dapat diartikan sebagai upaya yang ditujukan untuk

memperbaiki proses pembelajaran atau memecahkan masalah yang dihadapi

dalam pembelajaran”. Sependapat dengan Mulyasa, Suparno (2008: 5)

mengatakan penelitian tindakan atau riset tindakan secara umum dimaksudkan sebagai riset tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang praktik dalam


(1)

291

Pertemuan 2:

Siswa sedang membacakan hasil

pekerjaan kelompok

Pertemuan 2:

Siswa sedang membacakan hasil

pekerjaan kelompok

Pertemuan 2:

Siswa sedang bertanya kepada

guru mengenai materi yang

diajarkan


(2)

Pertemuan 2:

Siswa sedang berdiskusi dalam

kelompok untuk membuat naskah

drama

Pertemuan 2:

Siswa sedang bertanya kepada

guru, “pak kalau

naskanya pendek

bagaimana?”

Pertemuan 2:

Guru sedang menjelaskan tata cara penggunaan media papan target


(3)

293

Pertemuan 3:

Siswa sedang melakukan kegiatan role playing peristiwa pertemuan di dalat

Pertemuan 3:

Siswa sedang memperkenalkan pemain yang akan

melakukan kegiatan role

playing

Pertemuan 3:

Siswa sedang melakukan kegiatan role playing peristiwa kekelahan jepang


(4)

Pertemuan 3:

Siswa sedang melakukan kegiatan role playing peristiwa

rengasdengklok

Pertemuan 3:

Siswa sedang melakukan kegiatan role playing peristiwa

detik-detik proklamasi

Pertemuan 3:

Siswa sedang mengerjakan soal

evaluasi siklus I secara individu


(5)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PLAOSAN 1 MENGGUNAKAN METODE ROLE

PLAYING

Arifin Ridwan Windarto Universitas Sanata Dharma

2013

Peneliti menemukan masalah pada kekatifan dan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati, sehingga Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk mengetahui pengunaan metode role playing sebagai upaya meningkatkan peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 1 siklus dengan 3 kali pertemuan. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati dengan jumlah 25 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati menggunakan metode role playing. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa observasi dan dokumentasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi keaktifan siswa, lembar tes obyektif/pilihan ganda, dan lembar rubrik penilaian hasil kerja siswa.

Metode role playing digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa melalui ketiga tahapan dalam metode role playing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode role playing, keaktifan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas V SD Negeri Plaosan 1 Mlati meningkat. Peningkatan ini terbukti dari keaktifan siswa dalam belajar, untuk indikator 1 meningkat dari kondisi awal 20 % menjadi 36 %, indikator 2 meningkat dari kondidi awal 16 % menjadi 40 %, dan indikator 3 meningkat dari kondisi awal 32 % menjadi 56 %. Peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari jumlah siswa yang lulus KKM meningkat dari kondisi awal sebanyak 55.50 % menjadi 96 % dan rata-rata nilai yang didapatkan siswa meningkat dari kondisi awal sebanyak 58.94 menjadi 79.27.

Kata Kunci : keaktifan, prestasi belajar IPS, dan metode role playing.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

ix ABSTRACT

THE ACTIVENESS IMPROVEMENT AND LEARNING ACHIEVEMENT IN SOCIAL SCIENCE OF THE V GRADE STUDENT IN PLAOSAN 1 MLATI

ELEMENTARY SCHOOL USING ROLE PLAYING METHOD

Arifin Ridwan Windarto Sanata Dharma University

2013

The researcher indicated that grade five students of Plaosana I Elementary School Mlati struggled in engaging in learning and in achieving the passing grade. Considering this challenge, this study was aimed at identifying the improvement of

students’ learning engagement and achievement in Social Sciences resulted from the

implementation of Role playing.

This classroom action research was conducted in 1 cycle consisting of 3 classroom meetings. The subject in this research was students of grade five of Plaosan 1 elementary school which consisted of 25 student – 9 male student and 16 female student. The object of this research was the improvement of students learning involvement and learning achievement in social sciences using role playing method. The technique was used for collecting the data was observation and documentation. The instruments used to collect data was observation checklist containing a list of statement to elicit students’ involvement, objective test, and rubrics

The results of the study indicated that the implementation of role playinghas the potential to increase the students’ learning involvement and learning achievement in learning social sciences. This improvement was evidence from activeness of student in learning , for indicator 1 was improved from the beginning condition in 20 % become 36%, indicator 2 was improved from the beginning condition in 16 % become 40 %, and indicator 3 was improved from the beginning condition in 32 % become 56 %. The improved of learning achievement was showed from student pass of the limit pass score in the classroom was getting improved from the beginning condition 55.50 % become 96 % and the average of student score was getting improved from beginning condition 58.94 become 79.27.

Key Word: activeness, learning achievement of social science, and role playing method.