Kajian Teori Peningkatan minat dan prestasi belajar IPS siswa kelas VD SDN Ungaran 1 dengan menggunakan metode Role Playing.

BAB II KAJIAN LITERATUR

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Minat

2.1.1.1 Pengertian Minat erat kaitanya dengan perhatian dan tanggapan anak terhadap suatu pembelajaran. Secara sederhana, minat berarti kecendurungan dan gairah yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu Sobur, 2003:246. Sependapat dengan pendapat Sobur, Slameto dalam Djaali:2008 mengungkapkan bahwa minat adalah rasa lebih suka atau rasa ketertarikan pada suatu hal atas aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan psikologi siswa, seperti dalam kelas anak yang mempunyai minat rendah secara fisik akan terlihat letih, lesu dan perhatiannya rendah. Sedangkan Munthe 2009 mengungkapkan bahwa minat yaitu keadaan yang mendasari motivasi individu, keinginan yang berkelanjutan, dan orientasi psikologis. Secara psikis anak yang berminat akan menunjukan rasa senang, tidak senang, bergairah dan seterusnya. Dari pengertian beberapa ahli yang telah menyebutkan tentang pengertian minat, peneliti merumuskan bahwa minat dapat diartikan sebagai kecenderungan atau kesukaan seseorang yang sangat tinggi terhadap suatu hal. 2.1.1.2 Pembagian Minat Pasaribu dan Simandjuntak 1983 berpendapat bahwa secara psikologis minat dibedakan menjadi dua: a. Minat Aktual Minat aktual adalah minat yang berlaku pada obyek yang ada pada suatu saat dan ruang yang konkrit. b. Minat Disposisional Minat disposisonal adalah arah minat yang dasarnya pembawaan disposisi dan menjadi ciri sikap hidup seseorang. 2.1.1.3 Indikator Minat Dalam pembelajaran diperlukan suatu penyajian materi yang menarik dan menyenangkan agar dapat menarik minat siswa. Djiwandono 2006:365 menyebutkan bahwa minat siswa dapat merupakan bagian dari metode mengajar. Untuk mengetahui minat belajar pada siswa diperlukan analisa terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minat. Menurut Sukartini dalam Suhartini, 2001: 26 analisa minat dapat dilakukan terhadap hal-hal: 1 Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu. 2 Objek atau kegiatan yang disenanginya. 3 Jenis kegiatan yang disukai. 4 Usaha yang menyatakan rasa senang terhadap sesuatu. Djamarah 2002: 132 menyatakan bahwa minat dapat diekspresikan siswa melalui : 1 Pernyataan lebih suka akan sesuatu dari pada lainnya. 2 Partisipasi aktif. 3 Adanya perhatian yang lebih besarfokus pada sesuatu yang disukainya. 4 Perasaan senang dalam pembelajaran. Dari pendapat pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator- indikator bahwa seseorang mempunyai minat terhadap suatu pembelajaran adalah mempunyai fokus perhatian yang tinggi, ikut berperan aktif dalam pembelajaran dan ungkapan suka atau tidak suka oleh siswa.

2.1.2 Prestasi Belajar

2.1.2.1 Belajar Hilgard dalam Sukmadinata, 2009 mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat dikatakan belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat- obatan. Sejalan dengan pendapat tersebut Dimyati dan Mudjiono 2006:295 mengungkapkan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku sdan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor endogen dan faktor eksogen Sobur, 2003:244. 1 Faktor Endogen Faktor endogen atau faktor yang berada dalam diri individu meliputi dua faktor, yakni faktor fisik dan faktor psikis. Fakor fisik merupakan hal-hal yang berkaitan dengan fisik seseorang diantaranya adalah kesehatan dan cacat bawaan sejak lahir. Sedangkan faktor psikis merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran seseorang. Contoh faktor psikis adalah faktor inteligensi, minat, bakat, motivasi, kematangan kepribadian dan lain-lain. 2 Faktor Eksogen Faktor eksogen merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor eksogen sebetulnya meliputi banyak hal, namun secara garis besar bisa dibagi ke dalam tiga faktor yakni: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor lingkungan lain faktor diluar lingkungan keluarga dan sekolah. 2.1.2.2 Prestasi Belajar Kata “prestasi” berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam kamus besar bahasa Indonesia karya Salim dan Yeenny 1991:1190 prestasi belajar berarti penguasaan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes. Sedangkan menurut Suprijono 2009:5 hasil belajarprestasi adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan-keterampilan. Prestasi belajar mempunyai banyak kegunaan seperti yang diungkapkan Cronbach dalam Arifin, 2009:13 kegunaan prestasi belajar adalah sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluann diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk memutuskan kebijakan sekolah. Sedangkan Arifin 2009:12 prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama antara lain: 1 Prestasi belajar sebagai indikator kuantitas dan kualitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. 2 Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3 Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4 Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. 5 Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap kecerdasan peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap materi secara menyeluruh. Dari berbagai pendapat diatas penulis merumuskan bahwa prestasi belajar adalah capaian atau perolehan keterampilan siswa, yang didapat dari aktivitas dan kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar juga merupakan salah satu hal yang penting dalam proses belajar mengajar. Prestasi atau hasil belajar sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam mencerna serta memahami suatu materi pembelajaran yang disajikan.

2.1.3 Metode Role Playing

Metode role playing berkaitan erat dengan teori konstruktivisme, untuk membahas kaitan metode role playing dan teori konstruktivisme dapat dilihat dari pembahasan 2.1.3.1 tentang teori konstuktivisme. 2.1.3.1 Konstruktivisme Suyono dan Hariyanto 2011:105 mengungkapkan bahwa konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi presmis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Konstruktivisme melandasi pemikiran bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi bentukan aktif seseorang. Konstruktivisme erat kaitanya dengan pembelajaran penemuan. Seperti yang diungkapkan oleh Bergstorm dan O’brien; Wilxoc dalam Salvin, 2011:8 dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep- konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan sendiri prinsip-prinsip. Bruner dalam Salvin, 2011:72 berkata “kita mengajarkan mata pelajaran bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tersebut, melainkan lebih-lebih untuk mengupayakan siswa berpikir, bagi diri sendiri, mempertimbangkan persoalan seperti dilakukan sejarawan, mengambil bagiann dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui adalah proses bukan produk”. Begitu halnya dalam pembelajaran menggunakan metode role playing siswa diharapkan memperoleh pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan perannya dalam pembelajaran. Children seem to develop the ability to engage in fantasy play by themselves independent of education environments Moyles, 2010:110. 2.1.3.2 Role Playing 2.1.3.2.1 Pengertian Role Playing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu role dan playing. Role berarti peran atau tugas dan playing berarti bermain, jadi role playing dapat diartikan sebagai bermain peran. Dalam kamus terjemahan Inggris-Indonesia kata role play juga menunjukan pengertian yang sama dengan drama. Drama berarti seni drama atau pertunjukan drama atau sandiwara. Hal ini juga sependapat dengan Kakita dalam Haruyama, 2008:32 yang mengatakan “role play as a teaching method has many points in common with dramatization, such as aims and procedures. He indicates, therefore, that it is preferable if teachers use the two synthetically ”. Dari kutipan Kakita kita dapat mengetahui bahwa drama dan role play mempunyai persamaan seperti tujuan dan prosedurnya. Menurut Sujadi 2012:81 Role playing adalah situasi atau suatu masalah yang diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karaktersifat-sifat orang-orang, kemudiaan diikuti oleh diskusi tentang masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk memecahkan suatu masalah dan agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain. Sejalan dengan pendapat tersebut Uno 2007:328 mengungkapkan bahwa role playing merupakan sebuah metode pembelajaran yang berasal dari pendidikan individu maupun sosial. Metode ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Sedangkan menurut Pasaribu dan Simandjuntak 1983:24 mengemukakan bahwa role playing adalah suatu tiruan yang bersifat drama yang dilakonkan oleh dua orang atau lebih yang memiliki peranan yang berbeda-beda dalam suatu keadaan tertentu. Dari pengertian-pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa role playing adalah suatu cara atau media seni yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi atau permasalahan sosial yang dapat digunakan menjadi suatu media pembelajaran. Cara siswa memperoleh informasi yang diperlukan dengan membayangkan diri sendiri sebagai orang lain, dan diatur dalam suatu keadaan tertentu. 2.1.3.2.2 Langkah-langkah dalam role playing Menurut Shaftel dalam Uno, 2007 bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah yaitu: a. Memanaskan suasana kelompok Pada langkah pertama ini guru bisa memberikan cerita-cerita yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial di sekitar siswa. Keuntungan dari memberikan cerita ini adalah sifatnya yang dramatis dan langkah awal yang relatif mudah untuk dilakukan. Bagian terakhir dari pemanasan kelompok ini adalah mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir dan memperkirakan akhir dari cerita. b. Memilih partisipan Langkah kedua adalah memilih partisipan, guru dan siswa menggambarkan karakter yang berbeda-beda, seperti apa perannya dan apa yang mungkin dilakukan. Selanjutnya siswa secara sukarela mengajukan diri sebagai pemain atau bisa juga dipilih oleh guru. c. Mengatur setting tempat kejadian Setting disusun berdasarkan cerita yang akan dilakukan. Dalam hal ini guru bisa membantu untuk mempersiapkan hal-hal yang sulit untuk dilakukan oleh siswa. d. Menyiapkan peneliti Dalam langkah ini Shaftel menyarankan agar peneliti ikut berpartisipasi dalam role playing. Tujuannya adalah supaya peneliti bisa melihat aktivitas serta menggambarkan pola pikir dan keadaan yang ada. e. Pemeranan Langkah selanjutnya adalah pemeranan dalam langkah ini pemain akan memerankan sesuai dengan karakternya masing-masing. Permainan akan lebih bagus apabila pemain dapat berimprofisasi saat memerankan karakternya. f. Diskusi dan evaluasi Dalam diskusi ini siswa akan menganalisis tentang isi dan alur cerita. Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa lain mengenai penampilannya dan penafsiran cerita dari siswa dalam kelas. g. Memerankan kembali Kegiatan ini mungkin akan cukup menyita waktu, siswa dan guru bisa saling berbagi informasi berbagai penafsiran baru tentang peran. Selanjutnya akan dipilih kembali siswa-siswa lain untuk memmerankan tokoh tersebut. h. Berdiskusi dan mengevaluasi Dalam diskusi dan evaluasi yang kedua ini siswa dan guru akan melihat dan berdialog tentang penampilan yang kedua. Dari penampilan tersebut akan disimpulkan juga terdapat perbedaan atau tidak dari penampilan pertama. i. Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman Pada tahap ini siswa akan berbagi pengalaman satu sama lain. Mungkin tidak semua siswa berkesempatan menjadi pemain dan tidak semua siswa berperan dalam mempersiapkan pementasan, jadi akan terjadi tukar informasi tentang pengalaman masing-masing. Guru juga bisa memberikan kesimpulan atas pembelajaran tersebut.

2.1.4 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.1.4.1 Pengertian Ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu Sardjiyo, 2011:32. Menurut Somantri dalam Sapriya, 2009 Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogispsikologis untuk tujuan pendidikan. 2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran IPS Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa. Selain itu IPS juga bermanfaat untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya. Dan untuk kedepannya menjadi bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Etin, 2007:15 2.1.4.3 Manfaat IPS Menurut Sardjiyo 2011, manfaat yang diperoleh siswa setelah mempelajari IPS antara lain sebagai berikut: 1. Pengalaman langsung apabila guru IPS memanfaatkan lingkungan alam sekitar sebagai sumber belajar. 2. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. 3. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat. 4. Kemampuan mengembangkan pengetahuan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta mempersiapkan diri untuk terjun sebagai anggota masyarakat.

2.1.5 Penelitian Tindakan Kelas PTK

2.1.5.1 Pengertian Menurut Suharsimi dalam Daryanto, 2007 Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang- orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kuatilas dalam berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaanya berbentuk rangkaian periodesiklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri Rochiati, 2007:11 sedangkan menurut Mulyasa 2009:11 Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan treatment yang sengaja dimunculkan. Menurut Kusumah dan Dwitagama 2009: 19-24 ada beberapa desain dalam PTK diantaranya : 1 Model Kurt Lewin Konsep Pokok penelitian tindakan dengan model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan, keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus. Komponen-komponen tersebut yaitu: a Perencanaan Perencanaan adalah pengembangan rencana tindakan yang secara kritis untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. Rencana PTK disusun berdasarkan pengamatan awal yang reflektif, hasil pengamatan tersebut dicatat kemudian catatan tersebut dicermati bersama untuk melihat masalah-masalah yang ada dan aspek apa yang perlu ditingkatkan dalam proses belajar mengajar. b Tindakan Tindakan dalam PTK adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana. Tindakan yang dilakukan haruslah tindakan yang terencana. c Pengamatan Pengamatan atau observasi dalam PTK adalah kegiatan pengumpulan data yang berupa proses perubahan kinerja proses belajar mengajar. Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait. d Refleksi Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi memiliki aspek evaluatif reflektif meminta peneliti PTK untuk menimbang-nimbang. 2 Model Kemmis MC Taggart Siklus diartikan sebagai putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Kemmis MC Taggart menggambarkan bahwa pada penelitian tindakan tedapat 2 siklus, akan tetapi dalam pelaksanaannya jumlah siklus sangat bergantung kepada permasalahan yang perlu diselesaikan. 3 Model John Illiot John Illiot berpendapat bahwa di dalam satu tindakan terdiri dari beberapa langkah tindakan. Yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2, dan langkah tindakan 3. Adanya langkah-langkah untuk setiap tindakan ini dengan dasar pemikiran bahwa di dalam mata pelajaran terdiri dari berbagai pokok bahasan dan setiap pokok bahasan terdiri dari beberapa materi, yang tidak dapat diselesaikan dalam sekali waktu. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan satu pokok bahasan tertentu diperlukan beberapa kali tindakan yang terealisasi dalam kegiatan belajar mengajar. 4 Model Hopkins Menurut Hopkins langkah PTK terdiri dari: ambil start, audit, perencanaan konstruksi, perencanaan tindakan target, tugas, kriteria keberhasilan, implementasi, evaluasi, menopang komitmen, cek kemajuan, mengatasi masalah, cek hasil, pengambilan stok, pelaporan. 5 Model MC Kernan Menurut MC Kernan ada tujuh langkah yang harus dicermati dalam PTK: a Analisis situasikenal medan b Perumusan dan klarifikasi permasalahan c Hipotesis tindakan d Perencanaan tindakan e Penerapan tindakan dengan monitoringnya f Evaluasi hasil tindakan g Refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembangan

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Pada Pokok Bahasan Menerima Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Melalui Metode Role Playing di SD NU Wanasari Kabupaten Indramayu

0 10 173

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR IPS MELALUI STRATEGI ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III Upaya Meningkatkan Minat Belajar Ips Melalui Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas III Semester I SDN Tompegunung Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR IPS MELALUISTRATEGI ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III Upaya Meningkatkan Minat Belajar IPS Melalui Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas III Semester I SDN Tompegunung Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

0 1 16

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR IPS MELALUISTRATEGI ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS III Upaya Meningkatkan Minat Belajar IPS Melalui Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas III Semester I SDN Tompegunung Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

0 1 14

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas VB SDN Krekah tahun pelajaran 2012/2013 menggunakan metode Role Play.

0 0 234

Peningkatan minat dan prestasi belajar IPS kelas III SD Kanisius Ganjuran dengan menerapkan metode Role Play.

0 1 220

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 menggunakan metedo Role Playing.

0 6 312

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas VB SDN Krekah tahun pelajaran 2012 2013 menggunakan metode Role Play

0 0 232

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Plaosan 1 menggunakan metedo Role Playing - USD Repository

0 7 310

Peningkatan minat dan prestasi belajar IPS siswa kelas VD SDN Ungaran 1 dengan menggunakan metode Role Playing - USD Repository

0 0 220