perkawinan menjadikan kebebasan manusia terlembagan dalam suatu tatana moral dan etika, seperti menghargai perempuan yang sudah bersuami. Seperti ungkapan
“lopan pado olo, morin musi mai sudah ada yang punya.” Pada intinya masyarakat Manggarai memiliki pengertian bahwa
perkawinan adalah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang terlembaga dalam ikatan suci. Perkawinan bertujuan meneruskan keturunan serta
mentransformasi nilai-nilai luhur budaya serta nilai sosial.
6. Faktor sebagai Komponen Perkawinan
a. Keabsahan
Menurut undang-undang perkawinan, sahnya suatu perkawinan mengikuti syarat sahnya pernikahan menurut agama yang dianut oleh kedua mempelai yang
hendak menikah. Undang-undang perkawinan di Indonesia memberikan keleluasaan untuk mengakses perkawinan dengan mengikuti ajaran agama yang
berlaku bagi pasangan yang hendak menikah. Perkawinan dalam gereja Katolik akan sah jika dilangsungkan di hadapan
uskup setempat, pastor paroki, imam atau diakon yang diberi delegasi secara sah. Kalau tidak ada imam atau diakon, awam dapat diberi delegasi jika diberikan oleh
konferensi uskup-uskup. Dalam peneguhan perkawinan harus ada dua saksi yang lain. Kerapkali perkawinan Katolik gagal dilaksanakan secara sah karena adanya
halangan-halangan nikah seperti umur yang belum mencapai standar gereja, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul kekal hidup religius
yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu Chen ed., 2012. Agama; dalam hal ini agama modernmemilikipandangan yang
samawalaupun terdapat beberapa perbedaan; terutama soal ajaran gereja katolik yang lebih radikal dan kaku dalam penerapanya.
b. Syarat dan Larangan
Menurut undang-undang pasal 6-12 syarat perkawinan tidak memiliki ketentuan sendiri, negara selalu mengikuti agama yang berlaku di Indonesia untuk
menetapkan syarat dan larangan suatu perkawinan. Perbedaan terletak pada bagaimana negara mengakomodasi kasus perceraian.
Dalam gereja katolik, sebagaimana yang termuat dalam KHK Kitab Hukum Kanonik, perkawinan memiliki syarat dan larangan yang tegas. Legalitas
suatu perkawinan ditentukan oleh beragam hal; yaitu bebas dari halangan seperti umur belum cukup, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul
kekal hidup religius yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu.
c. Tujuan
Tujuan perkawinan menurut gereja katolik dijabarkan dalam tiga poin, yaitu kesejahteraan suami-isteri, kelahiran anak, dan pendidikan anak. Tujuan
utama ini bukan lagi pada prokreasi atau kelahiran anak. Hal ini berpengaruh pada kemungkinan usaha pembatasan kelahiran anak KB. Sedangkan menurut budaya
Manggarai perkawinan memiliki tujuan lain yaitu untuk membangun hubungan kekerabatan antara kedua keluarga besar Chen ed., 2012. Pandangan Gereja
Katolik dan adat Manggarai sengaja dimasukkan dalam tulisan ini mengingat mayoritas masyarakat adat menganuat agama Katolik.
B. Masyarakat Manggarai