mempengaruhi kehidupan perkawinan di Manggarai. Penerapan paca seperti di atas tidak sejalan dengan syarat perkawinan masyarakat Manggarai saat ini. Bpk F
31 juga mengungkapkan bahwa saat ini orang Manggarai lebih mementingkan upacara yang tidak terlalu mendesak seperti pesta. Pesta ini yang akan
mengundang orang banyak akan menambah biaya belis. Makanya belis di Manggarai sangat besar.
2. Informan J 35
Menurut Bpk J 35, perkawinan di Manggarai merupakan beban yang berat. Bpk J 35 merasa terbebani karena syarat atau tuntutan dan prosesi dalam
perkawinan masyarakat Manggarai terhitung panjang dan rumit. Tentunya prosesi yang panjang dan rumit ini menelan anggaran yang banyak dan tenaga yang besar.
Tuntutan terberat dalam perkawinan Manggarai tercermin dari paca sebagai seserahan. Paca sudah menjadi momok yang menakutkan karena paca sudah
mengalami pergeseran makna dari sebagai simbol ikatan keluarga menuju kalkulasi matematis uang. Tuntutan inilah yang menyebabkan banyak orang
meninggalkan keluarga barunya untuk merantau serta menelantarkan anak dan istri di kampung halamannya.
Selain itu Bpk J 35 menambahkan, sifat perkawinan masyarakat Manggarai memiliki andil yang besar dalam kehidupan keluarga. Terlepas dari
keberadaannya yang sangat diimpikan, sifat perkawinan adat masyarakat Manggarai yang mengikat dan monogami membawa petaka bagi sebagian orang.
Ikatan perkawinan adat yang monogami bisa menjadi beban, karena tidak membuka ruang bagi orang Manggarai untuk mengakhiri kehidupan rumah
tangganya seandainya terindikasi gagal. Dengan kata lain, orang akan pasrah dengan situasi keluarga barunya. Situasi yang seperti ini membuat perkawinan
bukan dilihat sebagai sesuatu yang sakral seperti yang dianut dalam Gereja Katolik. Sebab, situasi yang tidak kondusif dalam keluarga malahan menciptakan
banyak masalah baru; seperti penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga.
3. Informan L 25
Bpk L 25 memaknai perkawinan dalam masyarakat Manggarai sebagai penderitaan.
Konteks perkawinan
adat masyarakat
Manggarai sangat
mengedepankan terciptanya hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak hubungan baik antara keluarga besar besanan. Hal ini menjadi tujuan dari
perkawinan masyarakat Manggarai selain untuk meneruskan keturunan. Bpk L 25 menambahkan, idealnya sebuah perkawinan harus dilandaskan
pada kedewasaan pola pikir. Perkawinan di Manggarai tidaklah terlalu memperhatikan faktor ekonomi dan psikologis diri saat hendak menikah.
Kebanyakan, masyarakat lebih menilai segi kematangan fisik semata. Masyarakat Manggarai tidak melihat bahwa kematangan secara ekonomi sebagai salah satu
indikator keharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan ini berekses pada tindakan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga. Jika dirujuk lagi ke depan, permintaan
paca yang terlampau besar menjadi faktor utama yang dapat dijadikan alasan degradasi ekonomi keluarga-keluarga baru. Paca yang begitu besar berangkat dari
budaya pesta masyarakat Manggarai saat ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI