22
c. Menciptakan Create
Menciptakan mengarahkan pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersamaan untuk membentuk kesatuan yang
koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk
atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan
sebelumnya, untuk itu proses penggalian kembali memori jangka panjang sangat diperlukan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa
untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter
Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave melukis, menggambar, seperti orang yang melukis
kertas, memahat batu atau metal. Kementerian Pendidikan Nasional 2010:3 menyatakan bahwa “karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan virtues yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Hermawan Kertajaya M.Furqon, 2010:13 menyatakan karakter adalah ciri khas yang
dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan
23
merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Ciri khas ini pun yang diingat
oleh orang lain tentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap individu tersebut.
Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi dkk, 2009:10-11 menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang
berperilaku jujur,
suka menolong,
tentulah orang
tersebut memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat
kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” a person of character apabila orang itu berperilaku baik
yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” moral knowing tetapi juga “desiring the good atau loving the good”
moral felling dan “acting the good” moral action. Berdasarkan dari beberapa pengertian di
atas, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya
melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang
‟. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan
bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan
berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota masyarakat,
24
untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli Daryanto, 2013:65.
Menurut Megawangi Darmiyanti, 2004:110 mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif pada lingkungannya. Santrock 2008:105 mendifiniskan pendidikan karakter
sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them
from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu
mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang
lain dan dirinya sendiri Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasional 2010:4 ada;ah bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
25
Brooks dan Gooble Elmubarok, 2008:112–113 berpendapat bahwa dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen
yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus
tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam
perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yaitu sebagai berikut:
a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang
diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan
saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a pengajaran tentang
nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri separate-
stand alone subject namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c seluruh staf menyadari dan mendukung
tema nilai yang diajarkan. c.
Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaimana siswa menerjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.
Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, 1 dimensi afektif yang
26
tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, 2 dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk
menggali, mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, 3 dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis
dan kompetensi motorik.
Menurut Azyumardi Azra 2002:173, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,
warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung
kembali hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan
tidak ada kesinambungan dan harmonisasinya. Abdul Munip 2009:13-14 menawarkan sembilan karakter
siswa di sekolah yaitu, 1 cinta kepada Tuhan dan segenap ciptaan- Nya, 2 kemandirian dan tanggung jawab, 3 kejujuranamanah,
diplomatis, 4 hormat dan santun, 5 dermawan, suka tolong- menolong dan gotong royongkerja sama, 6 percaya diri dan bekerja
keras, 7 kepemimpinan dan keadilan, 8 baik dan rendah hati, 9 toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas
dasar pilihannya. Seperti yang dikemukakan oleh Gordon Allport
27
Mulyana,2004:9 bahwa nilai adalah keyakinan, hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-
buruk, dan indah-tak indah merupakan hasil dari serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan
perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya. Nilai-nilai karakter menurut Doni Koesoema 2010:208-209
sebagai berikut: a.
Nilai keutamaan Manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan
melaksanakan tindakan-tindakan baik seperti nilai jujur, tanggung jawab, menghargai tata tertib sekolah dan nilai lainnya.
b. Nilai keindahan
Pada masa lalu, nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra,
dan lainnya. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi, yang menyentuh dimensi interioritas manusia, yang menjadi penentu
kualitas dirinya sebagai manusia. c.
Nilai kerja Jika ingin berbuat adil manusia harus berbuat adil, manusia harus
bekerja. Penghargaan atas nilai kerja inilah yang menentukan kualitas diri seseorang individu. Peserta didik harus dilatih untuk
mampu bekerja keras, bekerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang yang bekerja keras pasti mampu mewujudkan impiannya.
28
d. Nilai cinta tanah air patriotisme
Nilai ini termasuk didalamnya cara berpikir, bersikap, kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik negara. e.
Nilai demokrasi Nilai inilah yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter.
Nilai demokrasi termasuk di dalamnya kesediaan untuk berdialog, berunding, bersepakat dan mengatasi permasalahaan konflik
dengan cara-cara damai, sesuai ideologi bagi pembentukan tata masyarakat yang lebih baik,
e. Nilai kesatuan Dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai
kesatuan ini menjadi dasar berdirinya negara ini, yang menghidupi nilai perjuangan jiwa-raga.
f. Nilai moral
Nilai inilah yang digunakan untuk merawat jiwa. Jiwa inilah yang menentukan apakah seorang sebagai individu baik atau tidak. Maka
nilai moral inilah yang sangat vital bagi sebuah pendidikan karakter.
g. Nilai-nilai kemanusiaan
Apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi, itu merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Contohnya
menghayati nilai-nilai kemanusiaan, tolong-menolong, plural
29
dalam kultur agama, keadilan di depan hukum kebebasan, dan lainnya.
Pembelajaran pendidikan karakter di sekolah harus memiliki nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan sebagai mana dijelaskan oleh
Joel 2005:179 berikut ini: “character education holds, as a starting philosophical principle, that
there are widely shared, privotally important core ethical values—such as caring honesty, fairness, responsibility and respect for selft and
others—that form the basic of good character. A school committed to character education explicitly names and publicly stands for these
values; promulagates them to all members of the school community; defines them in terms of behaviors that can be observed in the life of the
school; models these values; studies and discusses them; uses them as the basis of human relations in the school; celebrates their
manifestations in the school and community; and upholds them by making all school members accountable to standards of conduct
consistent with core values” pendidikan karakter, sebagai prinsip filosofis awal, mempercayai
bahwa ada banyak persamaan nilai-nilai etika yang utama, sangat penting seperti kepedulian, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan
menghormati orang lain, dapat membentuk karakter dasar yang baik. Suatu sekolah yang komitmen terhadap pendidikan karakter eksplisit
menamakan dan menegakkan nilai-nilai perilaku, menyebarluaskan kepada semua anggota komunitas sekolah, mendefinisikan nilai-nilai
tersebut dalam batasan perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah, dan menjadi contoh nilai-nilai tersebut, mengkaji dan
mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar hubungan manusia di sekolah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dengan membuat
semua warga sekolah bertanggungjawab terhadap standar tingkah laku yang konsisten dengan nilai-nilai dasar.
3. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Foerster Koesoema,2010:42, tujuan pendidikan
karakter adalah untuk membentuk perilaku seseorang secara utuh. Karakter merupakan suatu kualifikasi pribadi seseorang sebagai
kesatuan dan kekuatan atas keputusan yang diambilnya.
30
Menurut Nurul Zuriah 2008:64-65, tujuan pendidikan karakter yaitu memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya nilai mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari. Esensi tujuan pendidikan karakter tersebut -
perlu dijabarkan dalam pengembangan program pembelajaran instruksional dan sumber belajar setiap mata pelajaran yang relevan.
Tujuannya agar siswa mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan keterampilan dari mata pelajaran itu sebagai wahana yang
memungkinkan tumbuh dan berkembang serta terwujudnya sikap dan perilaku yang baik, yaitu jujur, toleransi, dan bertanggung jawab. Selain
itu, tujuan yang dijabarkan secara instrumental manajerial perlu dijabarkan dalam rangka membangun tatanan dan iklim sosial budaya
dan dunia persekolahan yang berwawasan dan memancarkan akhlak mulia sehingga lingkungan dan sekolah menjadi teladan atau model
pendidikan karakter secara keseluruhan. Tujuan pendidikan karakter mencakup dua aspek yaitu nilai
hasil belajar yang tinggi sebagai ukuran pencapaian tujuan kurikulum. Hal ini lebih lengkap dijelaskan Jarolimek Foster seperti halnya
yang dikutip Nurul Zuriah 2008: 66 bahwa tujuan pendidikan karakter yaitu pencapaian tujuan yang umum dan khusus. Kedua tujuan
31
pembelajaran ini menekankan pada kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler.
Sedangkan menurut Sjarkawi 2006: 39, pendidikan karakter bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi
setiap orang. Artinya, pendidikan karakter bukan sekedar memahami aturan benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi
harus benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri siswa dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.
Berdasarkan pendapat di atas, maka tujuan yang harus dicapai pendidikan karakter adalah: 1 siswa memahami nilai-nilai karakter di
lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah; 2 siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputusan di tengah-tengah rumitnya kehidupan saat ini, 3 siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional dalam membuat keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma-norma sosial; 4 siswa mampu
menggunakan pengalaman nilai dan tujuan karakter bagi pembentukan kesadaran dalam pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab
atas tindakannya. Zubaedi 2012:18 memaparkan lebih rinci tujuan dari pendidikan
karakter, yaitu:
32
a. Mengembangkan potensi kalbu nurani afektif peserta didik
sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa. d.
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan.
e. Mengembangkan
lingkungan kehidupan
sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur penuh kreatifitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan. Sjarkawi 2006: 39 berpendapat bahwa pendidikan karakter
bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi setiap orang. Pendidikan karakter bukan sekedar memahami aturan
benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi harus benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri siswa
dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga. 4. Ruang Lingkup Model Pendidikan Karakter
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2010:5–6, menyatakan bahwa pendidikan karakter meliputi dan berlangsung pada 1
33
pendidikan formal dimana pendidikan karakter berlangsung pada lembaga pendidikan TKRA, SDMI, SMPMTs, SMAMA, SMK,
MAK, dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan ko dan ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan.
Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan; 2 pendidikan nonformal pada pendidikan
karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui
pembelajaran, kegiatan ko dan ekstra kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan nonformal
adalah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan; 3 pendidikan informal yang berlangsung pada keluarga dan dilakukan oleh orang tua
dan orang dewasa lain yang dilakukan terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya.
Elkind and Sweet Muchlas Samani, 2012: 139 mengungkapkan bahwa pendidikan karakter dalam praktiknya dilaksanakan dengan
pendekatan holistik holistic approach. Artinya seluruh warga sekolah mulai guru, karyawan dan para murid harus terlibat dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter. Hal yang paling penting adalah bahwa pengembangan karakter harus terintegrasi dalam
setiap aspek kehidupan sekolah. Muchlas 2012:139-140 menyatakan beberapa gambaran
bagaimana penerapan model holistik dalam pendidikan karakter:
34
a. Segala sesuatu yang ada di sekolah terorganisasikan di seputar
hubungan antar siswa serta antar siswa dan guru beserta staf dan komunitas di sekitarnya.
b. Sekolah merupakan komunitas yang peduli caring community
dimana terdapat ikatan yang kuat dan menghubungkan siswa dengan guru, staf, dan sekolah.
c. Pembelajaran sosial dan pembelajaran emosi dikembangkan
sebagaimana pembelajaran akademik. d.
Koperasi dan
kolaborasi antar
siswa lebih
ditekankan pengembangannya dari pada kompetisi.
e. Nilai-nilai seperti fairness, saling menghormati, dan kejujuran
adalah bagian dari pembelajaran setiap hari, baik di dalam maupun di luar kelas.
f. Para siswa diberi keleluasaan untuk mempraktikan perilaku moral
melalui kegiatan pembelajaran untuk melayani. g.
Disiplin kelas dan pengelolaan kelas dipusatkan pada pemecahan masalah daripada dipusatkan pada penghargaan dan hukuman.
h. Model lama yang berbasis pada guru yang otoriter tidak pernah lagi
diterapkan di ruang kelas, tetapi lebih dikembangkan suasana kelas yang demokratis dimana para guru dan para siswa melaksanakan
semacam pertemuan kelas untuk membangun kebersamaaan, menegakkan norma-norma
yang disepakati bersama, serta memecahkan persoalan bersama-sama.
35
4. Implementasi pendidikan karakter Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
pemangku pendidikan harus dilibatkan, termasuk komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengololaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana-prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolahlingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku
warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Berdasarkan kerangka desain yang dikembangkan Kemendiknas 2010, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter
dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik dalam konteks
interaksi sosial kultur keluarga, sekolah, dan masyarakat dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial kultur tersebut dapat dikelompokkan dalam: olah hati spiritual and emotional development,
olah pikir intellectual development, olah raga dan kinestetik physical and kinestetic development, dan menurut olah rasa dan karsa affective
and creativity development, yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut:
36
Tabel 2.2 Konfigurasi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses
Psikologis dan Sosial-Kultural OLAH PIKIR
Cerdas OLAH HATI
Jujur Bertanggung jawab
OLAHRAGA KINESTETIK Bersih, Sehat, Menarik
OLAH RASA dan KARSA Peduli dan Kreatif
Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki unsur-unsur dari karakter inti sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kelompok Konfigurasi Karakter
No. Kelompok Konfigurasi
Karakter Karakter Inti
1 Olah Hati
Religius Jujur
Tanggung jawab Peduli sosial
Peduli lingkungan
2 Olah Pikir
Cerdas Kreatif
3 Olahraga
Sehat Bersih
4 Olah Rasa dan Karsa
Peduli Kerja sama gotong ro-
yong
D. Kerangka Teori