Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK swasta bidang keahlian bisnis

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT

TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di

Kabupaten Gunungkidul

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi (Spearman’s rho = 0,195; nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05); 2) ada hubungan persepsi siswa

tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi dengan pengembangan karakter siswa (Spearman’s rho = 0,503; nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05).


(2)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH

THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER

A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise

Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University

2015

This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.

This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial

accounting and the level of high thinking level (Spearman's rho = 0,195; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05); 2) there is a relationship between students perceptions

about the implementation of the scientific approach in learning financial

accounting and the development of students’ character (Spearman's rho = 0,503; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05).


(3)

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten

Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten

Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk:

TUHAN YESUS KRISTUS

Terima kasih Tuhan telah memberikan kemudahan dan kelancaran setiap langkahku dalam mengerjakan karya ini.

Suami dan Anankku tercinta,

Petrus Hery Tris Cahyono yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan Hilarius Tristan Adinata yang menjadi semangatku untuk segera menyelesaikan

skirpsi ini Bapak dan Ibuku

Bapak Rob. Dwi Sumaryanto yang mendidik, mendoakan dan memberikan semangat dalam hidupku.

Ibu Bernadetha Puji Lestari yang selalu memberikan semangat dan mendoakanku. Bapak Y. Wardoyo yang memberikan semangat dan mendoakanku

Ibu V. Sutristini yang senantiasa mendoakanku

Beserta adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang mendukungku dan mendoakanku.

Sahabat – sahabatku GengGong,

Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.

Sahabat – sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi,

Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku, Universitas Sanata Dharma.


(8)

v

Motto

“God is stronger than the other problems we got,

Don’t pray for an easy life, but pray to be a strong

person”

(Kutipan JKsuit)

“Selesaikan apa yang telah kamu mulai”

(pKnulis)


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juni 2015


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Nomor Mahasiswa : 111334016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan rolayti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 25 Juni 2015

Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT

TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di

Kabupaten Gunungkidul

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi (Spearman’s rho = 0,195; nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05); 2) ada hubungan persepsi siswa

tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi dengan pengembangan karakter siswa (Spearman’s rho = 0,503; nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05).


(12)

ix ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH

THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER

A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise

Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University

2015

This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.

This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the level of high thinking level (Spearman's rho = 0,195; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05); 2) there is a relationship between students

perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the development of students’ character (Spearman's rho = 0,503; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. selaku Ketua Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;

4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai pegetahuan dalam proses perkuliahan;

6. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu kelancaran proses belajar;


(14)

xi

7. Suamiku Petrus Hery Tris Cahyono dan Anakku Hilarius Tristan Adinata yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses skripsi; 8. Orang tuaku Bapak Rob. Dwi Sumaryanto dan Y. Wardoyo serta Ibu

Bernadetha Puji Lestari dan V. Sutristini yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama proses skripsi;

9. Adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang selalu memberi semangat;

10. Sahabatku Fr. Paulus Prabowo SJ, yang telah membantu dan memberikan semangat selama proses skripsi ini;

11. Teman-teman satu perjuangan Pendidikan Akuntansi 2011 yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;

12. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Juni 2015

Penulis


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7 BAB II KAJIAN TEORI


(16)

xiii

A. Pendekatan Saintifik ... 9

1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 9

2. Karakter Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 10

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 11

4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12

5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 26

3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi ... 27

4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi... 28

5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah dan Berpikir Tingkat Tinggi ... 29

C. Pendidikan Karakter ... 30

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter ... 30

2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 35

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 42

4. Implementasi Pendidikan Karakter ... 44

D. Kerangka Teori ... 47

1. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi ... 47


(17)

xiv

2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan

pengembangan karakter siswa ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

C. Subjek dan Obyek Penelitian ... 52

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

E. Operasionalisasi Variabel ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 58

H. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskrisi Data ... 68

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 73

C. Pengujian Hipotesis ... 75

D. Pembahasan ... 79

BAB V KESIMPULAN, KETERBATSAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

C. Keterbatasan ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN ...


(18)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kegiatan Pembelajaran ... 13

Tabel 2.2 Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

Tabel 2.3 Cognitive Process Dimension ... 27

Tabel 2.4 Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam Pendidikan Karakter ... 37

Tabel 2.5 Konfigurasi Karakter dalam Konsteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultur ... 45

Tabel 2.6 Kelompok Konfigurasi Karakter ... 45

Tabel 3.1 Daftar Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 53

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 54

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Kemampuan Siswa Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pembelajaran Rekonsiliasi Bank dan Pencatatan Pos Penyesuaiannya ... 55

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pengembangan Karakter Sosial Siswa ... 56

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 59

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 60

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pengembangan Karakter Siswa ... 60


(19)

xvi

Tabel 3.9 PAP Tipe II ... 63 Tabel 3.10 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 66 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 68 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah .... 69 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Implementasi Pendekatan Saintifik ... 70 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi... 71 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengembangan Karakter Siswa ... 72 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 73 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 74 Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 76 Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Instrument Penelitian ... 94

Lampiran II Data Induk Pra Penelitian... 103

Lampiran III Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 105

Lampiran IV Tabel r ... 112

Lampiran V Surat Ijin Penelitian ... 113

Lampiran VI Data Induk Penelitian ... 115

Lampiran VII Uji Normalitas ... 131

Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 132


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Pasal 1 UU RI No 2/1989). Sebagai sesuatu yang khas dan spesifik bagi manusia, pendidikan berperan sangat penting dalam membekali manusia untuk menjalani masa depan yang akan diwarnai dengan berbagai tantangan dan perubahan (Sairin, 2001:iv).

Fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang dijadikan landasannya. Hal demikian sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,


(23)

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis serta bertangggung jawab (Pasal 3 UU RI No 20/2003).

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka diperlukan kurikulum. Secara etimoligis curriculum yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu” (Sholeh Hidayat, 2013:19). Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9) sebagaimana dikutip Sholeh Hidayat (2013:22), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Kurikulum 2013 melanjutkan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) (Sholeh Hidayat, 2013:113). Oleh sebab itu pengembangan kurikulum difokuskan kepada pembentukan kompetensi dan karakter para peserta didik yang berupa paduan pengetahuan keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual (Mulyasa, 2013:65).


(24)

Pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013 diorientasikan agar siswa mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Guna mewujudkan pembelajaran yang demikian, minimalnya ada 5 tahap yang harus dikembangkan guru dalam mengajar dalam konteks Kurikulum 2013 antara lain melakukan observasi dengan pendekatan sains, mengembangkan kemampuan bertanya atau intellectual curiousity, kemampuan berpikir, bereksperimen, kemudian komunikasi. Kelima model tersebut adalah model proses saintifik, model multisensory dan model kooperatif (Yunus Abidin, 2014:122).

Menurut Yunus Abidin (2014:122), model pembelajaran proses saintifik merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas sebagai mana seorang ahli sains. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hosnan (2014:34), implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan).

Salah satu tujuan penerapan pendekatan saintifik adalah meningkatkan kemampuan berpikir tinggi siswa. Berpikir tingkat tinggi seperti didefinisikan oleh Lewis dan Smith (1993) terjadi ketika orang itu mengambil informasi dan


(25)

menyimpannya dalam memori dan menghubungkan dan meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan. Sedangkan Anderson dan Krathwohl (2001) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi sebagai “the processes-analyze, evaluate, and create”. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, tidak hanya sekedar mengingat atau menghafal materi pelajaran, tetapi dapat menggunakan informasi yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan, bahkan seharusnya siswa dapat membuat atau menciptakan suatu produk dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian semakin baik implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik pula kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Pengembangan Kurikulum 2013 juga menekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi pondasi bagi tingkat berikutnya. Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4) adalah mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Mulyasa (2014:7) berpandangan bahwa pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik


(26)

secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Dengan demikian semakin baik implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik pula pengembangan karakter sosial siswa.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013 masih jauh dari harapan. Tujuan pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan pengembangan karakter siswa. Berdasarkan informasi dari beberapa guru di Kabupaten Gunungkidul, mereka menyatakan bahwa para siswa masih cenderung hafalan untuk materi pembelajaran yang dipelajarinya. Mereka belum berkemampuan baik dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hal ini tampak dari hasil-hasil pengerjaan tugas-tugas dan ulangan-ulangan harian. Sedangkan dalam hal pengembangan karakter, tampak bahwa para siswa tidak berbeda dengan waktu pembelajaran sebelumnya. Hal-hal ini diduga kuat pelaksanaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum berjalan sebagaimana mestinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Pengembangan Karakter Siswa”. Penelitian ini merupakan studi kasus di 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta di Kabupaten Gunungkidul.


(27)

B. Batasan Masalah

Implementasi pendekatan saintifik memiliki beberapa tujuan diantaranya, untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, untuk mengembangkan karakter siswa (Hosnan, 2014:36-37). Penelitian ini memfokuskan pada implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dan dampaknya pada tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa secara spesifik pada materi rekonsiliasi bank dan pencatatan pos penyesuaian.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi?

2. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa?


(28)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan guna kepentingan evaluasi proses pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik dalam mata pelajaran akuntansi keuangan yang telah dijalankan melalui evaluasi tersebut. Guru diharapkan dapat meningkatkan efektivitas proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. 2. Manfaat Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi sekolah tentang kesiapan guru dalam mengimplementasi Kurikulum 2013. Melalui evaluasi tersebut, sekolah dapat menetapkan langkah-langkah yang tepat agar para guru dapat mengimplementasi Kurikulum 2013 sebagaimana yang dituntut dalam peraturan perundangan.


(29)

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para peneliti selanjutnya. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dalam bentuk penelitian tindakan maupun penelitian pengembangan.


(30)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Secara sederhana, pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasikan atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Menurut Iskandar (2008: 16), pendekatan scientific (ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian yang saling bergantung (interdependent).

Sedangkan menurut Barringer et. al (2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 125), pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis, dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah


(31)

dilihat. Menurut Yunus Abidin (2014: 127), pendekatan saintifik adalah model pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach). Di dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013).

2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36):

a. Berpusat pada siswa.

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.


(32)

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

d. Dapat mengembangkan karakter siswa.

Secara lebih spesifik, pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran mempunyai criteria sebagai berikut (Hosnan, 2014: 38):

a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpan dari alur berpikir logis.

c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis dan tepat dalam mengidentifikasikan, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.

f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut (Hosnan, 2014: 37):

a. Pembelajaran berpusat pada siswa.

b. Pembelajaran membentuk students self concept c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.


(33)

e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.

f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.

g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36-37):

a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa

b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik

c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan

d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi

e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah

f. Untuk mengembangkan karakter siswa

5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai berikut (Hosnan, 2014: 32):


(34)

Gambar 2.1

Pendekatan Saintifik (scientific approach)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.

Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik dapat dilihat dalam tabel berikut ini (Hosnan, 2014: 39):

Tabel 2.1

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran

Mengamati (Observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat)


(35)

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Menanya

(Questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)

Pengumpulan Data (Experimenting)

Menenukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data.

Mengasosiasi (Associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data ketegori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni unstructured-multistructure-complicated structure.

Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Catatan: Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran adalah: a. Menyediakan sumber belajar;

b. Mendorong siswa berinteraksi dengan sumber belajar (menugaskan); c. Mengajukan pertanyaan agar siswa memikirkan hasil interaksinya; d. Memantau persepsi dan proses berpikir siswa serta memberikan

scaffolding;

e. Mendorong siswa berdialog/ berbagi hasil pemikirannya; f. Mengkonfirmasi pemahaman yang diperoleh, dan;

g. Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalaman belajarnya.

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, dan mengomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai-nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.


(36)

Sejalan dengan tabel 2.1, Kemendikbud (2013b), yang sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 133), langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik dideskripsikan sebagai berikut: a. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati sangat bermanfaat untuk memenuhi rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini:

1) Menentukan objek apa yang akan diamati

2) Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan diamati

3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.

4) Menentukan di mana tempat objek pengamatan

5) Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.

6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengamatan, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.


(37)

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut sebagai berikut (Abidin, 2014: 135): (1) observasi terbuka; (2) observasi terfokus; (3) observasi terstruktur; dan (4) observasi sistematik.

Praktik pengamatan dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini (Yunus Abidin, 2014: 136):

1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.

2) Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.


(38)

3) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

b. Menanya

Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya. Bertanya di sini dapat berupa pertanyaan dari guru atau dari murid. Kegiatan bertanya dalam pembelajaran berfungsi sebagai berikut (Yunus Abidin, 2014:136-137):

1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. 3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus

menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. 5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,

mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. 7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan

menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. 8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap

dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

Memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab pertanyaan guru dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan kualitas pertanyaan. Pertanyaan yang berkualitas akan menghasilkan


(39)

jawaban yang berkualitas. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut adalah sebagai berikut (Abidin, 2014:137):

1) Singkat dan jelas. 2) Menginspirasi jawaban. 3) Memiliki fokus.

4) Bersifat probing atau divergen. 5) Bersifat validatif atau penguatan.

6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. 8) Merangsang proses interasksi.

c. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif dari pada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasioning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan


(40)

mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan teman di kelas.

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini (Abidin, 2014: 139-140):

1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.

2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).

4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.

6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaaan atau pelaziman.

7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk memungkinkan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua cara melakukan asosiasi, yaitu dengan logika induktif dan deduktif. Logika induktif merupakan cara menarik kesimpulan dari fenomena atau atribut-atribut


(41)

khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Dengan pola ini siswa dapat mengolah informasi dengan logika induktif dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, dan dengan menggunakan logika deduktif dengan membandingkan teori-teori yang telah ada dengan hasil percobaannya.

d. Mencoba

Hasil belajar yang nyata akan diperoleh peserta didik dengan mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Misalnya pada mata pelajaran, peserta didik harus memahami konsep-konsep akidah, akhlak dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.


(42)

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru harus melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid; (2) guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan; (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu; (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid; (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen; (6) membagi kertas kerja kepada murid; (7) murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal (Abidin, 2014:140)

e. Mengkomunikasikan

Kemampuan ini adalah kemampuan menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif (Abidin, 2014:141). Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius menyatakan: apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Silberman telah memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, apa yang saya ajarkan kepada yang lain, saya pemiliknya (Silberman, 2002: 1). Dengan mengkomunikasikan hasil


(43)

percobaan dan asosiasi yang telah dilakukan peserta didik dalam pembelajaran akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.

Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum pada kurikulum sekarang ini. Scientific approach (pendekatan ilmiah) adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pendekatan ilmiah. Kemampuan ini adalah menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan efektif (Abidin, 2014: 141).

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi 1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Berikut ini merupakan beberapa pengertian berpikir tingkat tinggi menurut beberapa ahli selama 15 tahun terakhir (Goethals, 2013).

Tabel 2.2

Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Sumber Tahun Definisi

King et al. 1998 “(It) includes critical, logical, reflective, metacognitive, and creative thinking. (It is) activated when individuals encounter


(44)

Sumber Tahun Definisi or dilemmas.”

NCTM (The National Council of Teachers of Mathematics)

2000 “Solving a routine problem”

Anderson and Krathwohl

2001 The processes- analyze, evaluate, and create. Lopez and

Whittington

2001 “(It) occurs when a person take new

information and information stored in memory an interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answer in perplexing situations” Weiss, E. 2003 Collaborative, authentic, ill-structured, and

challenging problems.

Miri et al. 2007 “... the strategy-the setting of meta-objective; where as critical, systemic, and creative thinking are tactics-the activities needed to achieve the proclaimed objectives.” Rejendran, N. 2008 The expanded use of the mind to meet new

challenges.

Thompson, T. 2008 “Non-algorithmic thinking” Thomas, A. and

Thorne, G.

2010 “... (it) takes thinking to higher levels than just restating the facts. (It) requires that we do something with the facts. We must understand them, manipulate them, put them together in new or novel ways, and apply themas we seek new solutions to new problems.”

Kruger, K. 2013 It involves “concepts formation, critical thinking, creativity/brainstorming, problem solving, mental representation, rule use, reasoning, and logical thinking.”

Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:

“higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory an interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answer in perplexing situations” (berpikir tingkat tinggi terjadi ketika orang itu mengambil informasi dan menyimpannya dalam memori dan


(45)

menghubungkan dan meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan).

Tran Vui (2001:5) sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati (2009) mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:

“higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges andextends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations”. (kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan).

Thomas dan Thorne (2005) sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati (2009) menyatakan bahwa :

“higher order thinking is thinking on higher level that memorizing facts or telling something back to someone exactly the way the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without having think about it. That’s because it’s much like a robot; it does what it’s programmed to do, but it doesn’t think of itself” (berpikir tingkat tinggi adalah berpikir dalam level yang tinggi dalam mengingat fakta-fakta atau menceritakan sesuatu yang telah lampau kepada seseorang dengan tepat sesuai dengan yang telah dia ceritakan padamu. Saat seseorang mengingat informasi tanpa harus berpikir tentang itu maka itu seperti robot; mereka melakukan hal itu karena memang sudah terprogram seperti itu; tanpa berpikir untuk mengingat itu).

Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, maka sejatinya berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, dimana seseorang tidak hanya sekedar mengingat saja akan tetapi mampu


(46)

menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu pertanyaan yang ada.

Newman (1991) sebagaimana dikutip Ghasempour et.al (2012), menyatakan bahwa :

“higher order thinking is defined broadly as challenge and expanded use the mind when a person must intepret, analyze, or manipulate information, because a question needs to be answered” (berpikir tingkat tinggi merupakan tantangan untuk memperluas pemikiran seseorang ketika seseorang harus mengintepretasikan, menganalisis, dan memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus dijawab).

FJ King et.al (1998) dalam jurnal menyatakan bahwa:

“higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills” (keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya).

Stein dan Lane (1996) dikutip oleh Tony Thomson (2008) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi adalah the use of complex, nonalgorithmic thinking to solve a task in which there is not a predictable, well-rehearsed approach or pathway explicitly suggested by the task, task instruction, or a worked out example” (berpikir tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks, non algorithmic untuk


(47)

menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh). Senk, et al (1997) dikutip oleh Tony Thomson dalam Jurnal International Electronic Journal of Mathematics Education (2008) menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi sebagai “solving tasks where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required, and where more than one solution may be possible” (berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi yang mungkin).

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut Krathwohl (2002) menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

a. Menganalisis

1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya

2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuat skenario yang rumit.


(48)

b. Mengevaluasi

1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian

3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

c. Mengkreasi

1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.

2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.

3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi

Berikut ini merupakan proses berpikir tingkat tinggi seperti yang dideskripsikan oleh Anderson dan Krathwohl (2001).

Tabel 2.3

Cognitive Process Dimension Categories and

cognitive processes

Alternative names Definitions ANALYZE- break material into its constituent parts and determine how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose

1. Differentiating Discriminating, distinguishing, focusing Distinguishing relevant or important from irrelevant or

unimportant parts of presented material 2. Organizing Finding coherence,

integrating, outlining

Determining how elements

3. Attributing Deconstructing Determine a point of view, bias, vakues, or intent underlying presented material EVALUATE- make judgments based on criteria and standars


(49)

Categories and cognitive processes

Alternative names Definitions 1. Checking Coordinating,

detecting,

monitoring, testing

Detecting inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem 2. Critiquing Judging Detecting

inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem CREATE- Put elements together to form a coherent of functional whole; reorganize elements into a new pattern or structure 1. Generating Hypothesizing Coming up with

alternative

hypotheses based on criteria

2. Planning Designing Devising a procedure for accomplishing some task

3. Producting Constructing Inventing a product

4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan manusia dengan lainnya. Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom (1956) terdiri dari tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan: (1) pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension);


(50)

(3) penerapan (application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.

5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah Dan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut tingkatannya ada dua jenis cara berpikir yaitu berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking). Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut, (1) Bloom (Ruseffendi, 1991: 200) mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi (application). Selanjutnya Ruseffendi (1991) memberikan penjelasan kepada masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna, memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah.Pemahaman ada tiga macam yaitu pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Aplikasi


(51)

adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam situasi khusus yang baru dan konkrit.

Ruseffendi (1991: 220) mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi (1991, 222) memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagian, mampu melihat komponen-komponan, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin. Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya, unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan aspek yang meliputi aspek-aspek sebelumnya.

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter

Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang. Setelah


(52)

melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli (Daryanto, 2013:65).

Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi dkk, (2009, 10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good” (moral felling) dan “acting the good” (moral action).

Santrock (2008: 105) mendifiniskan pendidikan karakter sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri)

Menurut Kirschenbaum seperti halnya dikutip Darmiyati Zuchdi, dkk. (2009:62) pendidikan karakter sangat diperlukan dalam


(53)

mengembangkan keterampilan pribadi (personal) dalam membuat keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan uang (perilaku konsumen), kehidupan beragama. Menurut Brooks dan Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok (2008:112-113) dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut:

a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.

b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri (separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.

c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaiman siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, (1) dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, (2) dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk menggali,


(54)

mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi motorik.

Menurut John Dewey seperti halnya yang dikutip Sjarkawi(2006: 38) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya dilakukan melalui penanaman nilai: kejujuran dan tanggung jawab untuk memperkuat kecenderungan sehingga menjadi kebiasaaan. Sebaliknya, pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan diturunkan dari pemahaman serta penalaran berdasarkan tujuan kemanusiaan dan keadilan. Pendidikan karakter juga menggunakan pendekatan perkembangan kognitif, karena pendidikan karakter sebagai pendidikan intelektual yang berpikir aktif dalam menghadapi isu-isu moral yang menetapkan suatu keputusan baik buruknya moral.

Menurut Azyumardi Azra (2002:173) pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga, warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasinya.

Menurut Abdul Munip (2009: 13-14) menawarkan sembilan karakter siswa disekolah yaitu, (1) cinta kepada Tuhan dan segenap


(55)

ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah, diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama, (6) percaya diri dan bekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Pendidikan karakter menekankan pada kebiasaan berperilaku dan menganjurkan pengajaran yang nyata mengenai kebaikan-kebaikan (nilai-nilai) karakter khusus. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Winton (2004:45) sebagai berikut:

“traditional character education, the most prevalent approach places a primacy on behavioural habits and advocates the explicit teaching of specific character virtues. These virtues are purported differences, ethnc differences, and socioeconomic differences”(pendidikan karakter tradisional merupakan pendekatan yang paling lazim digunakan, menempatkan keunggulan pada kebiasaan berperilaku dan mendukung pengajaran yang nyata terhadap kebaikan-kebaikan (nilai-nilai) karakter tertentu. Kebaikan-kebaikan ini merupakan pedoman untuk menjadikan mnusia yang baik, yang dapat menghargai perbedaan budaya dan tingkat sosial ekonomi).

Dari pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai ke dalam perilaku diri sendiri, sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, dan kebangsaan, dalam bentuk perilaku jujur, adil, visoner, kerjasama, bertanggungjawab, displin, berdasarkan norma-norma agama, hukum, sopan-santun, dan adat istiadat.

Makna Pendidikan Karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4) pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang


(56)

mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Sedangkan menurut Koesoema (2007: 250) pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kulikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.

2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Hal ini dikemukakan oleh Gordon Allport seperti halnya yang dikutip Rahmat Mulyana (2004: 9) bahwa nilai adalah keyakinan, hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, dan indah-takindah merupakan hasil dari


(57)

serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.

Nilai-nilai karakter terwujud dalam kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan semua perbuatan baik. Lickona (1991: 38) membedakan nilai ke dalam dua kategori, seperti diungkapkan dibawah ini:

“values are two kinds: moral and nonmoral. Moral values such as honesty, responsibility, and fairness carry obligation. We feel obligated to keep a promise, pay our bills, care for our children and be fair in our dealings with others. Moral values tell us what we ought to do. We must abide by them even when we’d rather not. Nonmoral values carry no such obligation. They express what we want or like to do. I might personally value listening to classical music, for example, or radding a good novel. But clearly i am not obligen to do so”, (nilai ada dua macam, yaitu nilai moral dan nilai nonmoral. Nilai moral adalah rasa keharusan untuk dilakukan, dalam hal kejujuran, tanggung jawab, kesungguhan dalam mengemban kewajiban, menepati janji, membayar tagihan, peduli pada anak-anak, dan adil dalam membuat kesepakatan dengan pihak lain. Nilai moral mengajarkan apa yang seharusnya dikerjakan, meskipun kadang kita tidak suka melakukannya. Sedangkan nilai nonmoral adalan nilai yang tidak menuntut keharusan untuk dilakukan, misalnya seseorang suka mendengarkan musik klasik, atau suka membaca novel yang bagus tetapi tidak ada keharusan melakukan itu).

Menurut Spranger seperti halnya yang dikutip Moh. Shochib (1998: 34) nilai-nilai karakter adalah upaya pengembangan disiplin diri yang mencangkup lima nilai yaitu: nilai ekonomis, sosial, politik, estetis, dan agama. Keterkaitan nilai-nilai ini merupakan konsep karakter yang perlu dikembangkan pada diri peserta didik dengan bantuan orang dewasa. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab individu dan masyarakat, seperti seperti yang diungkapan Lickona, Schaps, dan Lewis (2007:1) yaitu:


(58)

“character education asserts that the validity of these values, and our responsibility to uphold them, derive from the fact that such values affirm our human dignity, promote the development and welfare of the individual person, serve the common good, meet the classical tests of reversibility (i.e., would you want all persons to act this way in a similar situation?), and inform our rights and responsibilities in a democractic society”, (validitas nilai-nilai pendidikan karakter adalah tanggung jawab kita untuk menegakkan martabat nilai-nilai kemanusian, meningkatkan pembangunan, dan kesejahteraan individu, melayani masyarakat, dan memenuhi kebutuhan).

Nilai karakter menjadi acuan tingkah laku dalam berinteraksi dengan sesama sebagaimana dijelaskan Raven (Zubaedi, 2006: 12), bahwa nilai-nilai karakter merupakan seperangkat sikap individu yang dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar bertingkah laku guna memperoleh kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis. Menurut Kemdiknas (2010) nilai-nilai luhur yang dapat di dalam adat dan budaya suku bangsa kita, telah dikaji dan dirangkum menjadi satu. Berdasarkan kajian tersebut telah teridentifikasi butir-butir nilai luhur yang diinternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui pendidikan karakter. Berikut adalah tabel daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsinya:

Tabel 2.4

Nilai-nilai Yang Diinternalisasikan Dalam Pendidikan Karakter (Diadaptasi seperlunya dari Kemendiknas, 2010:9-10)

No. Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya


(59)

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Displin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dana melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam meyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tau

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di


(60)

M

Menurut Bertrens (2004: 139) bahwa nilai selalu mempunyai konotasi positif, nilai setidaknya memiliki tiga ciri: Pertama, nilai berkaitan dengan subjek, kalau tidak ada subjek yang menilai maka tidak ada nilai. Kedua, nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek ingin membuat sesuatu dengan pendekatan teoritis. Ketiga, nilai-nilai menyangkut sifat dan perilaku yang dimiliki oleh siswa. Apabila nilai tidak dimiliki oleh siswa pada dirinya. Maka dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda karena nilai tidak bisa dilepaskan dari nilai moral. Nilai moral memiliki ciri-ciri yaitu: (1) berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab, (2) berkaitan dengan hati nurani, (3) mewajibkan manusia secara absolut yang tidak bisa ditawar-tawar, dan (4) bersifat formal.

Adapun beberapa nilai-nilai karakter menurut Doni Koesoema (2010:208-209) yaitu: (1) nilai keutamaan: manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan baik seperti nilai jujur, tanggung jawab, menghargai tata tertib sekolah dan nilai lainnya, (2) sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi. 18. Tanggung

Jawab

Sikap dan perilaku sesorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


(61)

nilai keindahan: pada masa lalu, nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra, dan lainnya. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi, yang menyentuh dimensi interioritas manusia, yang menjadi penentu kualitas dirinya sebagai manusia, (3) nilai cinta tanah air (patriotisme), nilai perjuangan, dan (4) nilai demokrasi. Nilai inilah yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter. Nilai demokrasi termasuk di dalamnya kesediaan untuk berdialog, berunding, bersepakat dan mengatasi permasalahaan konflik dengan cara-cara damai, sesuai ideologi bagi pembentukan tata masyarakat yang lebih baik, (5) nilai kesatuan, dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar berdirinya Negara ini, yang menghidupi nilai perjuangan jiwa-raga. Jiwa inilah yang menentukan apakah seorang itu sebagai individu merupakan pribadi yang baik atau tidak. Maka, nilai-nilai ini sangat vital bagi pendidikan karakter, (6) nilai-nilai kemanusiaan, apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi, itu merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Contohnya menghayati nilai-nilai kemanusiaan, tolong-menolong, plural dalam kultur agama, keadilan di depan hukum kebebasan, dan lainnya.

Menurut Darmiyati Zuchdi (2009:135) menyatakan bahwa pengembangan nilai-nilai karakter yang fundamental sangat diperlukan dalam kehidupan sosial, antara lain kasih-sayang antar sesama umat, kemauan untuk mencapai yang terbaik dengan cara-cara yang baik dan


(1)

137 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

138 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

139 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

140 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

141 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

142 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 11 Bandung).

0 2 53

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa : survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman.

0 2 160

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa.

0 0 2

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa.

0 0 2

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 2 SMK Negeri dan 4 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis

0 0 190

Implementasi proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 menurut persepsi guru : studi kasus pada guru mata pelajaran akuntansi SMK negeri dan swasta bidang keahlian bisnis dan manajemen program keahlian akuntansi se-Kabupaten Sleman.

0 0 273

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 6 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Pr

0 0 165

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa survei pada 6 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahli

0 1 244

Pengembangan multimedia interaktif untuk menumbuhkan motivasi siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen pada pembelajaran akuntansi.

0 2 200

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa

0 1 158