Analisis Data Tambahan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

p0,05. Jika dibandingkan dengan nilai mean teoritis, terlihat bahwa kelompok lansia wanita memiliki penerimaan diri yang positif karena nilai mean yang didapatkan lebih tinggi. Sedangkan pada kelompok lansia pria dapat dikatakan bahwa penerimaan dirinya negatif karena nilai mean yang diperoleh lebih rendah dari mean teoritik. Begitu pula perbandingan kedua mean pada dua kelompok menunjukkan bahwa penerimaan diri lansia wanita yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusannya sendiri lebih positif daripada lansia pria. 4. Perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan bukan berdasarkan keputusan sendiri Tabel 13 Group Statistics dasar keputusan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean wanita keputusan sendiri 13 96.0769 3.92559 1.08876 bukan keputusan sendiri 17 81.8235 14.16967 3.43665 Independent Samples Test Levene’s Test for Equality of Variances F Sig. Equal variances assumed 31,524 0,000 Dependent Variables Statistics Assumptions Equal variances assumed Equal variances not assumed Skor Total t-test for Equality of Means T 3,512 3,954 Df 28 19,116 Sig. 2- tailed 0,002 0,001 Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan yang bukan berdasarkan keputusan sendiri p0,05. Secara umum, nilai mean yang diperoleh kedua kelompok sama-sama lebih tinggi dari nilai mean teoritis. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kedua kelompok memiliki penerimaan diri yang positif. Namun, secara lebih rinci pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai mean yang diperoleh kelompok lansia wanita yang tinggal di panti werdha berdasarkan keputusannya sendiri lebih tinggi 14,2534 dari kelompok lansia wanita yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lansia wanita yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia wanita yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri. 5. Perbedaan penerimaan diri antara lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan bukan berdasarkan keputusan sendiri Tabel 14 Group Statistics dasar keputusan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean pria keputusan sendiri 7 96.5714 4.27618 1.61624 bukan keputusan sendiri 8 67.2500 15.19163 5.37105 Independent Samples Test Levene’s Test for Equality of Variances F Sig. Equal variances assumed 8,382 0,013 Dependent Variables Statistics Assumptions Equal variances assumed Equal variances not assumed Skor Total t-test for Equality of Means T 4,918 5,228 Df 13 8,246 Sig. 2- tailed 0,000 0,001 Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan penerimaan diri antara lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan yang bukan berdasarkan keputusan sendiri p0,05. Secara umum, jika dibandingkan dengan nilai teoritis, nilai mean yang diperoleh oleh kelompok lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut memiliki penerimaan diri yang positif. Sedangkan, pada kelompok lansia pria yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri memiliki nilai mean lebih rendah dari mean teoritis yang menunjukkan bahwa kelompok tersebut memiliki penerimaan diri yang negatif. Secara lebih rinci pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai mean yang diperoleh kelompok lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusannya sendiri lebih besar 29,3214 dari kelompok lansia pria yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia pria yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri. Berdasarkan lima analisis data yang dilakukan di atas berdasarkan jenis kelamin dapat disimpulkan bahwa secara umum, tidak ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan lansia pria. Secara lebih rinci, tidak ada perbedaan penerimaan antara lansia wanita dan pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri, keduanya sama-sama memiliki penerimaan diri yang positif. Akan tetapi ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan pria yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri, dimana lansia wanita memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia pria. Selain itu, jika dilihat dari keputusan untuk tinggal di panti wreda, ada perbedaan penerimaan diri antara lansia baik wanita maupun pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan yang bukan berdasarkan keputusan sendiri. Baik lansia wanita maupun lansia pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusannya sendiri memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri. 6. Perbedaan penerimaan diri berdasarkan tingkat pendidikan Tabel 15 Descriptives Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Mean SD Wanita Pria Jumlah Tidak Sekolah - 1 1 57,0000 SD 1 2 3 80,3333 19,50 SMP 5 6 11 84,6364 18,18 SMA 17 5 22 84,6818 13,71 Perguruan Tinggi 7 1 8 95,2500 9,54 ANOVA skor_total Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1674.826 4 418.707 1.935 .123 Within Groups 8653.485 40 216.337 Total 10328.311 44 Berdasarkan hasil analisis One Way ANOVA terlihat bahwa F hitung ≤ F tabel 1,935 ≤ 2,839 dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 0,123 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penerimaan diri antara lansia yang tinggal di panti werdha berdasarkan keputusan sendiri dan yang bukan keputusan sendiri berdasarkan tingkat pendidikan. Namun, jika dilihat lebih rinci, dari lima tingkat pendidikan, nilai mean yang diperoleh lansia tidak bersekolah lebih rendah dari nilai mean teoritis 57 75. Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang tidak bersekolah memiliki penerimaan diri yang negatif. Sedangkan, nilai keempat tingkat pendidikan lainnya lebih tinggi dari nilai mean teoritis yang berarti subjek memiliki penerimaan diri yang positif. Selain itu, dari nilai mean yang diperoleh lansia dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh lansia maka semakin positif pula penerimaan diri yang dimiliki.

F. Pembahasan

Hasil perhitungan rata-rata penerimaan diri pada lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri adalah sebesar 96,25. Sedangkan, rata-rata penerimaan diri pada lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri adalah 77,16. Analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan diri yang signifikan antara lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan bukan berdasarkan keputusan sendiri t27,679 = 5,822; p 0,05. Jika dilihat dari nilai mean empiris tersebut, sekilas terlihat bahwa kedua kelompok memiliki nilai mean empiris yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai mean teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata subjek memiliki penerimaan diri yang positif. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelompok lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri memiliki perbedaan penerimaan diri yang signifikan antara populasi dengan sampel p = 0,000. Namun, pada kelompok lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dalam hal penerimaan diri p = 0,501. Kecenderungan penerimaan diri yang positif ini salah satunya dikarenakan adanya dukungan dari lingkungan sekitar. Sari dan Nuryoto 2002 mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang. Mereka yang mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan akan mendapatkan perlakuan yang baik dan menyenangkan, sehingga mereka juga merasa diperhatikan dan menganggap dirinya berharga. Selain itu, MacKinley 2004 juga mengatakan bahwa dukungan sosial yang diterima seorang lansia dalam pelayanan di panti wreda, setidak-tidaknya keberadaan orang lain dan bantuan profesional yang diberikan mampu mereduksi rasa sepi seseorang daripada jika ia tidak memperoleh bantuan sama sekali. Mereka masih melihat bahwa walaupun mereka jauh dari keluarga, paling tidak ada orang lain yang mampu memberikan bantuan yang mereka butuhkan di masa tua. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusannya sendiri memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hurlock 1990 bahwa apabila pria atau wanita yang masuk dalam suatu lembaga secara sukarela, artinya tidak dipaksa oleh kondisi lingkungan mereka, maka mereka akan merasa bahagia dan mempunyai motivasi yang kuat untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang mendadak yang diakibatkan oleh lembaga itu sendiri. Para lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusannya sendiri memang terlihat lebih dapat “berteman” dengan lingkungannya. Mereka merasa bahwa hidup di panti wreda bukanlah suatu tekanan atau keterbatasan akan kondisi penuaan yang mereka alami, namun sebagian besar dari lansia menganggap bahwa panti wreda adalah tempat yang nyaman dan mampu memberikan pelayanan yang mereka butuhkan di usia senja. Di sisi lain, bagi lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusannya sendiri, mungkin tinggal di rumah tua adalah hal yang kurang menyenangkan. Pada kebanyakan kasus penitipan lansia, anak-anak tidak meminta persetujuan lansia terlebih dahulu, lansia dipaksa untuk tinggal di panti. Ketika kaum usia lanjut diantarkan oleh keluarga ke panti wreda, maka lansia akan merasa tidak berguna dan tidak diinginkan sehingga membuat banyak kaum usia lanjut akan mengembangkan perasaan rendah diri dan marah terhadap diri sendiri, orang lain dan juga lingkungan. Perasaan rendah diri tidak akan membantu penyesuaian sosial dan menjadi pribadi yang lebih baik Andini Supriyadi, 2013. Perasaan tidak berguna, disingkirkan, tak jarang membuat lansia menjadi tertekan di masa tuanya. Lansia pun terkadang ada yang memiliki pemikiran bahwa karena proses penuaan yang dialaminya membuat lansia menjadi seperti tidak bisa berbuat banyak hal dan disingkirkan. Hal tersebut yang seringkali membuat lansia kurang menerima dirinya dengan segala yang dialaminya di masa tua. Peneliti juga melihat faktor kehadiran keluarga mempengaruhi penerimaan diri seorang lansia. Terkadang ketika anak maupun keluarga sudah menitipkan orang tua mereka ke dalam panti wreda, mereka merasa tanggung jawabnya tidak begitu besar dan karena semakin banyaknya kesibukan yang dialami anak pada zaman ini terkadang mengabaikan keberadaan mereka. Hal ini tentunya akan membuat lansia cenderung melihat sisi negatif dari dirinya karena dengan keadaanya yang seperti itulah mereka merasa tersisihkan. Ancok dalam Suardiman 2011 menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan lanjut usia dalam menjalani sisa kehidupannya adalah sikap orang di sekitarnya. Keluarga merupakan lembaga masyarakat yang paling dekat serta sumber kesejahteraan sosial bagi lansia. Di dalam keluargalah para usia lanjut menghabiskan masa tuanya, sehingga keluarga wajib menciptakan suasana nyaman bagi para usia lanjut. Berdasarkan hasil analisis data tambahan dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum tidak ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan lansia pria. Hanya saja, jika dilihat dari nilai mean yang diperoleh kedua kelompok subjek penelitian menunjukkan bahwa lansia wanita memiliki penerimaan diri yang lebih positif dibandingkan dengan lansia pria. Hal ini mungkin berbeda dengan yang disampaikan oleh Ratnawati 1990 yang mengatakan bahwa pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila dibandingkan dengan wanita. Hal ini karena wanita relatif lebih sensitif serta lebih menitikberatkan pada afektif daripada pria. Akan tetapi, pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan cerita subjek, peneliti melihat bahwa ada faktor lain yang menyebabkan lansia wanita lebih memiliki penerimaan diri yang positif daripada lansia laki-laki. Para lansia wanita terlihat lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman wanita lainnya dan mereka mengakui bahwa hal tersebut salah satu hal yang membuat mereka tidak merasa sendiri dan saling mendukung satu dengan yang lain. Bahkan dalam beberapa peristiwa terlihat banyak dari lansia wanita saling membantu satu dengan yang lain, mereka mengaku senang dengan aktivitas tersebut karena walaupun dengan keterbatasan di masa tua, mereka tetap dapat melakukan aktivitas yang mereka mampu dan paling tidak mereka tetap mempunyai rasa berharga pada diri sendiri karena dapat berbagi dan membantu teman lainnya. Berbeda dengan lansia laki-laki, sebagian besar dari mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Mereka juga berkata bahwa kondisi mereka seringkali membuat diri mereka terlihat tak berdaya. Hal ini disebabkan karena perubahan dari masa-masa produktif dimana mereka dapat bekerja dan bertemu banyak orang namun sekarang mereka hanya tergantung pada pihak panti wreda. Kedua hal tersebut terlihat sesuai dengan teori yang menerangkan hubungan antara umur manusia dengan kegiatan yang menjadi dasar keberhasilan usia lanjut menurut Lafrancois. Salah satu teori yang dikemukakan oleh Lafrancois dalam Suardiman, 2011, yaitu teory