Akan tetapi, pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan cerita subjek, peneliti melihat bahwa ada faktor lain yang menyebabkan
lansia wanita lebih memiliki penerimaan diri yang positif daripada lansia laki-laki. Para lansia wanita terlihat lebih banyak menghabiskan waktu
dengan teman-teman wanita lainnya dan mereka mengakui bahwa hal tersebut salah satu hal yang membuat mereka tidak merasa sendiri dan
saling mendukung satu dengan yang lain. Bahkan dalam beberapa peristiwa terlihat banyak dari lansia wanita saling membantu satu dengan
yang lain, mereka mengaku senang dengan aktivitas tersebut karena walaupun dengan keterbatasan di masa tua, mereka tetap dapat melakukan
aktivitas yang mereka mampu dan paling tidak mereka tetap mempunyai rasa berharga pada diri sendiri karena dapat berbagi dan membantu teman
lainnya. Berbeda dengan lansia laki-laki, sebagian besar dari mereka lebih
banyak menghabiskan waktu sendiri. Mereka juga berkata bahwa kondisi mereka seringkali membuat diri mereka terlihat tak berdaya. Hal ini
disebabkan karena perubahan dari masa-masa produktif dimana mereka dapat bekerja dan bertemu banyak orang namun sekarang mereka hanya
tergantung pada pihak panti wreda. Kedua hal tersebut terlihat sesuai dengan teori yang menerangkan
hubungan antara umur manusia dengan kegiatan yang menjadi dasar keberhasilan usia lanjut menurut Lafrancois. Salah satu teori yang
dikemukakan oleh Lafrancois dalam Suardiman, 2011, yaitu teory
activity mengatakan bahwa semakin tua seseorang akan semakin memelihara hubungan sosial, fisik, atau emosionalnya. Orang yang tetap
aktif, baik secara fisik, mental, maupun sosial akan melakukan penyesuaian yang lebih baik seiring dengan bertambah usianya. Mereka
yang menghabiskan masa tua di panti wreda juga memiliki hak yang sama untuk terus menjalin hubungan sosial dengan siapapun. Dengan begitu,
mereka tidak hanya meratapi kemundurannya di masa tua, namun lebih dapat mengoptimalkan kemampuan yang mereka punya dalam hidup
bersama. Selain itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa selain faktor
jenis kelamin, faktor pendidikan juga memiliki peran dalam penerimaan diri seseorang. Hasil analisis data secara umum menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan penerimaan diri berdasarkan tingkat pendidikan. Namun, jika dilihat dari nilai rata-rata terlihat ada perbedaan penerimaan diri pada
masing-masing tingkat pendidikan. Nilai mean yang didapat oleh lansia yang tidak bersekolah adalah 57, dimana lebih rendah dari nilai mean
teoritik. Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang tidak bersekolah memiliki penerimaan diri yang negatif.
Sementara itu, keempat tingkat pendidikan lainnya SD, SMP, SMA, dan PT menunjukkan nilai mean yang lebih tinggi dari nilai mean
teoritis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lansia pada keempat tingkat pendidikan tersebut memiliki penerimaan diri yang positif. Secara
lebih terinci, nilai mean yang dihasilkan pada tiap-tiap tingkatan
pendidikan cenderung meningkat dan tertinggi ada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi. Lansia yang memiliki pendidikan yang
lebih tinggi akan lebih siap dan akan mencari cara untuk menghadapi masa tuanya. Dengan kata lain, di kalangan individu yang memiliki pendidikan
lebih tinggi, upaya untuk menghadapi masa tua bisa diantisipasi lebih dini Ichramsjah, 2002.
Berdasarkan hasil diatas dapat dikatakan bahwa hipotesis awal yang diajukan oleh peneliti diterima, yaitu ada perbedaan penerimaan diri
antara lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusannya sendiri dan yang bukan berdasarkan keputusannya sendiri.
73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ada perbedaan penerimaan diri yang signifikan antara lansia yang
tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri dan bukan berdasarkan keputusan sendiri t=5,822; sig=0,000.
Lansia yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri memiliki penerimaan diri yang lebih positif M=96,25 dibandingkan
lansia yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri M=77,16.
2. Tidak ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan lansia
pria t=1,309; sig=0,205. Hanya saja, jika dilihat dari mean yang diperoleh kedua kelompok, dapat dilihat bahwa lansia wanita memiliki
penerimaan diri yang lebih positif M=88 daripada lansia pria M=80,93.
3. Tidak ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan lansia
pria yang tinggal di panti wreda berdasarkan keputusan sendiri t=- 0,261; sig=0,797.
4. Ada perbedaan penerimaan diri antara lansia wanita dan lansia pria
yang tinggal di panti wreda bukan berdasarkan keputusan sendiri t=2,346; sig=0,028.
Lansia wanita memiliki penerimaan diri positif M=81,82 daripada lansia pria M=67,25.
5. Tidak ada perbedaan penerimaan diri berdasarkan tingkat pendidikan
F hitung ≤ F tabel 1,935 ≤ 2,839 dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 0,123 0,05. Hanya saja, dilihat dari mean yang
diperoleh masing-masing kelompok lansia berdasarkan tingkat pendidikan, lansia yang tidak bersekolah memiliki penerimaan diri
yang negatif M=57. Sedangkan lansia pada empat tingkat pendidikan lainnya memiliki penerimaan diri yang positif M75.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti merasa memiliki keterbatasan dalam menemukan subjek dalam penelitian ini karena terbatasnya jumlah responden yang ada dan
sesuai dengan kriteria. Selain itu, ada pula subjek yang memerlukan bantuan untuk mengisi skala penelitian, sehingga membutuhkan lebih
banyak waktu.
C. Saran
1. Bagi Keluarga dan Pihak Panti Wreda
Pihak keluarga diharapkan membantu dan mengajak lansia untuk mengambil keputusan dan menghargai keputusan yang
berhubungan dengan kehidupan lansia, sehingga lansia merasa dihargai keberadaannya. Keluarga juga diharapkan untuk tetap
menjaga komunikasi dan memberikan perhatian kepada lansia yang tinggal di panti wreda.
Bagi pihak panti wreda juga diharapkan untuk membantu dan mendampingi lansia dalam menjalani masa tuanya sehingga lansia
dapat menerima keadaan dirinya dan dapat hidup bahagia. 2.
Bagi Penelitian Selanjutnya Bagi peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan
penelitian dengan tema atau topik yang sama, dapat melihat variabel penting lainnya pada diri lansia. Peneliti juga lebih dapat mengontrol
pemilihan subjek.
76
DAFTAR PUSTAKA
Achir, Yaumil C. Agoes. 2001. Bunga Rampai: Psikologi Perkembangan Pribadi dari Bayi sampai Lanjut Usia. Jakarta: UI Press.
Andini, A., Supriyadi. 2013. Hubungan antara Berpikir Positif dengan Harga Diri pada Lansia yang Tinggal di Panti Jompo di Bali. Jurnal Penelitian.
Bali: Jurnal Psikologi universitas Udayana, Vol. 1, No. 1, 129-137. Anugerah, D.E. 1995. Studi Hubungan antara Penerimaan Diri terhadap
Kondisi Fisik dengan Penyesuaian Sosial Remaja Cacat Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Suryatama Bangil Kabupaten Pasuruan. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Azwar, Syaifuddin. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Syaifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, Syaifuddin. 2005. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Beyene, Y., Becker, G. Mayen, N. 2002. Perception of Aging and Sense of Well-Being among Latino Elderly. Journal of Cross-Cultural Gerontology,
17 2, 155-172. Calhoun, J.F.,Acocella, J. R. 1990. Psychology Adjustment Human Relationship.
New York: Mc. Graw Hill Publishing Company. Chaplin. J.P. Penerjemah: Dr. Kartini Kartono 2005. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cronbach , L.J. 1963. Educational Psychology. New York: Haecourt, Brace and
World. Inc. Darmadi. M.W. 1987. Perbedaan Tingkat Rigiditas Lanjut Usia Antara
Penghuni Panti Wredha Abiyoso dan Panti Wredha Hana Propinsi DIY. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
. Esthy, Josephine Sugoto, Srisiuni . 1998. Hubungan Penerimaan Diri
Terhadap Kondisi Fisik Dengan Kesehatan Mental pada Waria. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya: Anima, Vol. XIII-No.51, April-Juni 1998.
Gunarsa, S.D. 2004. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : Gunung Mulia
. Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hjelle, L. A Zeigler, D. J. 1992. Personality Theories: Basic Assumptions, Research And Application. Tokyo: Mc. Graw Hill.
http:id.shvoong.comsocial-sciencessociology2206284-pengertian-panti werdhaixzz2nDkrU8ow
Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo.
Edisi 5.Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. 1974. Personality Development. Tokyo: Mc Graw Hill.
Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology. USA: Mc Graw Hill. Ichramsjah. 2002. Menjadi Tua dengan Penuh Rahmat. Dalam Kompas. 28 Juli
2002. Jakarta. Indriana, Yeniar., Kristiana, Ika Febrian., Sonda, Andrewinata. A., Intanirian,
Annisa. 2010. Tingkat Stres Lansia Di Panti Wredha “Pucang Gading”
Semarang. Jurnal Penelitian. Semarang: Jurnal Psikologi UNDIP, Vol. 8, No. 2, Oktober 2010.
Kail Cavanaugh. 2000. Human Development: A Life Span View. USA: Wadswoth.
Mariani, S.Sos. dan Subhan Kadir, S.Kep. 2007. Diunduh pada tanggal 20 Mei 2014.
https:subhankadir.wordpress.com20070820panti-werdha- adalah-pilihan
Moekijat. 2002. Dasar-dasar motivasi. Bandung: Pionir Jaya. Monks, FJ., Knoers, AMP., dan Haditono, S. Rahayu. 2002. Psikologi
Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oktaviana, R. 2009. Hubungan Antara Penerimaan Diri Terhadap Ciri-ciri Perkembangan Sekunder Dengan konsep Diri Pada Remaja Puteri SLTPN
10 Yogyakarta, Jurnal Psyche Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma
Papalia, Diane E, et al. 2009. Human Development Perkembangan Manusia edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.