c. Memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis
tanpa harus menjadi malu akan keadaannya. d.
Mengenali kelebihan-kelebihan
dirinya dan
bebas memanfaatkannya.
e. Mengenali kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menyalahkan
dirinya. f.
Memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam diri. g.
Menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi- kondisi yang berada di luar kontrol mereka.
h. Tidak melihat diri mereka sebagai individu yang harus dikuasai
rasa marah atau takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan- keinginannya tetapi dirinya bebas dari ketakutan untuk berbuat
kesalahan. i.
Merasa memiliki hak untuk memiliki ide-ide dan keinginan- keinginan serta harapan-harapan tertentu.
j. Tidak merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa indikator penerimaan diri yang positif
adalah: a.
Mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya. b.
Mampu memahami emosinya dengan baik dan mengekspresikan emosinya secara tepat.
c. Mampu menghadapi masalah-masalah kehidupan.
d. Mampu menerima pujian maupun kritikan secara obyektif dari
orang lain. e.
Mampu bertanggungjawab atas segala keputusan yang dibuat maupun yang dilakukan.
Indikator penerimaan diri yang positif menurut Sheere dalam Cronbach, 1963 dan Allport dalam Hjelle Zeigler, 1992 di atas
yang akan digunakan oleh peneliti sebagai dasar pembuatan skala penelitian.
4. Manfaat dari Penerimaan Diri
Hurlock dalam Sari Nuryoto, 2002 menjelaskan bahwa semakin seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik
pula penyesuaian diri dan sosialnya. Selain itu, Calhoun dan Acocella 1990 mengatakan bahwa penerimaan diri yang positif berkaitan
dengan konsep diri yang positif. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif dapat memahami dan menerima fakta-fakta yang berbeda
antara harapan dan realitas diri. Individu yang bersangkutan tetap mampu menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman mentalnya
sehingga ia mampu mengevaluasi diri dengan positif. Allport dalam Schultz, 2006 menjelaskan bahwa kualitas
utama orang yang sehat mental adalah penerimaan diri yang ditandai dengan menerima kelemahan dan kekurangan diri tanpa menyerah
secara pasif, mampu menerima emosi-emosi, mampu mengendalikan emosi
sehingga tidak
mengganggu aktivitas
antar pribadi,
mengarahkan emosi ke saluran yang konstruktif, “sabar terhadap kekecewaan” dimana kekecewaan tidak melumpuhkan diri.
Menurut Esthy dan Sugoto 1998 orang yang dapat menerima diri sendiri akan memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah.
Individu tidak perlu merasa cemas akan keterbatasannya karena ia mengetahui bagaimana menghadapi keterbatasan tersebut. Kritikan
dari orang lain merupakan suatu alarm untuk semakin mengenali diri. Kritikan tersebut tidak membuat diri merasa semakin kecil dan tak
berdaya sehingga individu tidak perlu merasa cemas. Jadi, jika seorang individu memiliki penerimaan diri yang
positif, individu tersebut juga akan lebih memiliki penyesuaian diri dan sosial yang baik pula. Selain itu, individu tersebut juga akan lebih
memiliki konsep diri yang positif dan mampu mengelola emosi secara tepat.
B. Usia Lanjut
1. Definisi
Laslett dalam Suardiman, 2011 menyatakan bahwa usia lanjut old age adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan. Hurlock
1990 menyebut lansia sebagai usia tua yaitu periode penutup dalam rentang hidup seseorang dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.