Kearifan Lokal Komunitas Paggalung

63 Para pengrajin pandai besi memperoleh bahan baku dari Makassar dan Kalimantan, karena pasokan bahan baku dari ibukota kabupaten sudah semakin sulit untuk mencukupi kebutuhan mereka. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan barang-barang kerajinan pandai besi tergantung dari barang kerajinan yang dihasilkan, misalnya untuk membuat parang, sabit dan kapak adalah besi atau baja bekas, sedangkan untuk membuat parut, bahan baku yang dibutuhkan adalah drum bekas. Wilayah pemasaran mencapai kabupaten tetangga, seperti Wajo, Soppeng, Pinrang hingga ke Makassar, pengrajin juga mampu memasarkan hingga ke provinsi tetangga, seperti Kalimantan Timur dan Papua. Komunitas pallanro sebagai satu-satunya komunitas di etnis Bugis yang mempunyai keahlian dalam membuat kerajinan dari besi, eksistensinya sebagai pewaris budaya patut dilestarikan. Nilai-nilai kearifan lokal terbungkus dalam bentuk permohonan keselamatan selama proses pengerjaan. Sistem kerja yang masih sangat sederhana dan mengandalkan kekerabatan sebagai jaringan sosial untuk mempertahankan produksi. Pada dasarnya kearifan lokal komunitas tersebut tidak jauh berbeda dengan komunitas pattenung mereka memanfaatkan kearifan lokal sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga yang membentuk sebuah jaringan sosial antara punggawa dan ana guru’.

6. Kearifan Lokal Komunitas Baalawiyah

Komunitas Baalawiyah merupakan komunitas yang mewariskan aliran dalam ajaran Islam yang diperkenalkan oleh salah satu keturunan langsung Nabi Muhammad SAW dan kakek beberapa wali di Jawa yang bernama Syech Jamaluddin Al Akbar Al Husaini yang kemudian dikenal Syech To Sagena. Beliau berhijrah dari kampung halamannya Jawa menuju Wajo pada saat itu dan mengembangkan alirannya di Belawa. Aliran Baalawiyah pada dasarnya adalah asimilasi dari asal-usul nama Belawa Belawa : nama pohon yang banyak tumbuh di daerah tersebut, datangnya Syech Jamaluddin Al Akbar Al Husaini kemudian menamakan alirannya sebagai Baalawiyah dari kata Belawa yang ditambahkan penekanan huruf arab. Masuknya aliran tersebut pada akhirnya diterima oleh Kedatuan Belawa. Perkembangan aliran ini mengubah pola kehidupan masyarakat setempat yang awalnya mengenal kepercayaan animisme dan kemudian beliau mengembangkan ajarannya dengan pendekatan budaya dan agama. Kemudian tradisi seperti maccera tappareng, maccera bola dan mappadendang digantikan dengan perayaan yang lebih bersifat Islami. Berbagai tradisi lokal yang masih bertahan dalam komunitas Baalawiyah yang merupakan asimilasi kebudayaan Bugis dan Islam yang kuat. Tradisi sikkri rabbana adalah salah satu kesenian tradisional dengan melantunkan syair barazanji yang diiringi oleh irama rebana tradisional. Tradisi tersebut adalah wujud perpaduan antara nilai agama dan nilai budaya yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Saat ini tradisi ini menjadi salah satu objek wisata budaya yang mulai diperkenalkan oleh Pemerintah Kabupaten Wajo. Pada umumnya masyarakat dalam komunitas tersebut bekerja di bidang pertanian. Aliran Baalawiyah merupakan aliran yang tidak berbeda dengan Islam pada umumnya, hanya saja penamaannya yang khas dan telah berkarater dengan masyarakat Belawa. Ajaran Islam yang begitu kuat tersebut melahirkan ulama-ulama besar di Belawa yang kemudian memegang peran penting dalam 64 perkembangan ajaran Islam di Kabupaten Wajo khususnya, dan Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, antara lain anregurutta KH. Muhammad Yunus Maratan sebagai pencetus pondok p esantren As‟adiyah. Seiring perkembangan zaman ajaran Baalawiyah terus berkembang dan mulai diajarkan di daerah lainnya termasuk di ibukota Kabupaten Wajo, sehingga pusat pengembangan ajaran tersebut kini beralih di Kota Sengkang dan berkembang menjadi pendidikan ajaran Islam As‟adiyah. Salah satu simbol kejayaan ajaran komunitas tersebut adalah mesjid Darussalam Belawa yang terkenal sebagai mesjid termasyur di Kabupaten Wajo. Saat ini terdapat beberapa sekolah pendidik an Islam As‟adiyah yang dibangun di Belawa dan berpusat di Kota Sengkang. Kearifan lokal komunitas Baalawiyah dengan ajaran Islam yang sangat kuat merupakan wujud asimilasi kebudayaan etnis Bugis dan agama Islam yang ditandai dengan perpaduan yang khas. Proses asimilasi tersebut merupakan bentuk penghargaan terhadap budaya lokal dan sebagai simbol penerimaan ajaran Islam yang sah. Berdasarkan pondasi dan kearifan lokal yang bersumber dari ajaran Islam kemudian Pemerintah Kabupaten Wajo menetapkan Kecamatan Belawa sebagai KSK untuk kepentingan sosial budaya. Hasil pengamatan di lapangan komunitas Baalawiyah beserta jejak sejarah atau asal usul perkembangannya terkonsentrasi di 5 desakelurahan yaitu Belawa, Macero, Limporilau, Leppangeng dan Lautang.

7. Kearifan Lokal Komunitas To Lise

Hal yang menarik dari komunitas To Lise yang bermukim di Desa Lise Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidrap adalah kemampuan dalam bahasa dan kesusasteraan Bugis kuno dengan keahlian berkomunikasi tidak dengan makna yang sebenarnya. To diartikan sebagai orang, sedangkan Lise berarti berisi, jadi pada dasarnya komunitas To Lise adalah orang yang mampu berbicara atau berkomunikasi dengan penuh makna. Pandre ada ahli bahasa merupakan istilah lain untuk penamaan komunitas mereka oleh masyarakat sekitarnya. Orang Lise menyebut keahlian bersilat lidah tersebut sebagai ada tongeng kata yang sebenarnya, tetapi kebanyakan orang Bugis menyebut keahlian orang-orang Lise itu dengan lecco-lecco ada atau permainan kata . Pandangan Teori Linguistik bahwa ada tongeng adalah bentuk tutur yang ketepatan tafsir bagian tertentu, maupun keseluruhan strukturnya memerlukan keselarasan rasa dan cara berpikir cepat tetapi tepat, ditambah pengetahuan dan pemahaman konteks yang luas dan mendalam serta terkesan jenaka Pertiwiningsih 2000. Seiring perkembangan zaman, kemampuan berbicara seperti ini hanya dapat dilakukan oleh orang berusia senja, minat generasi muda untuk mempertahankan keahlian ini hanya sebatas pengetahuan berbicara untuk bahan lelucon, berbeda dengan leluhur atau tokoh kampung memang memiliki kemampuan berbicara atau kesusasteraan yang handal. Kemampuan berbicara tersebut pada dasarnya adalah bentuk tradisi yang diwariskan secara turun temurun tanpa melalui pendidikan formal melainkan hanya diwariskan secara simbolis melalui gaya tersendiri, sebagaimana yang diungkapkan Amir 37 bahwa : “faddisengeng pandre adae foleri puangnge, tannia fole ri sikolae. Ammulangenna pandre ade foloi ri Nene Mallomo. Maega to lise riollii mancajiwi dosen bahasa ri Jumpandang” pengetahuan kemampuan berbahasa merupakan karunia Tuhan, bukan dari pendidikan formal di sekolah. Awal mula kemampuan tersebut diajarkan oleh Nene Mallomo. Beberapa diantara kami ditawari menjadi dosen bahasa di Makassar. Penduduk Desa Lise umumnya bekerja sebagai petani dan peternak ayam atau itik. Bentuk ada tongeng tersebut digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bahasa sehari-hari. Pada dasarnya ada tongeng atau lecco-lecco ada mempunyai beberapa fungsi yaitu; fungsi melucu, hiburan, mendidik, mempermainkan orang, memperdayakan orang, mengejek, mengalahkan teman bicara, membela diri, menunjukkan kepandaian bicara, menghilangkan keformalan, membujuk, memperlancar hubungan sosial, komunikasi, dan introspeksi Pertiwiningisih, 2000. Kearifan lokal yang diidentikkan sebagai ahli bahasa, merupakan kemampuan khusus dan memang hanya dimiliki oleh masyarakat Desa Lise. Seiring perkembangan zaman, kearifan lokal tersebut menjadi gaya hidup dan bahasa pergaulan khususnya generasi muda Desa Lise. Keberadaan komunitas To Lise menambah khazanah sisa kebudayaan Bugis di kawasan tersebut yang masih bertahan hingga saat ini. Hasil survei dan wawancara mendalam dilanjutkan dengan pemetaan lokasi komunitas lokal di kawasan Danau Tempe dengan menggunakan metode pemetaan berperan-serta dan berdasarkan informasi dari pemerintah kabupaten, pemerintah desa serta tokoh adat. Hasil survei penyebaran komunitas lokal disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 10, sedangkan matriks aspek kearifan lokal komunitas tradisional di kawasan Danau Tempe disajikan pada Tabel 17. Tabel 16 Persebaran komunitas lokal Komunitas DesaKel Kecamatan Kabupaten Pakkaja Pallimae Sabbangparu Wajo Laelo Salo Menraleng Tempe Wajo Pajalele Baru Tancung Tanasitolo Wajo Limporilau Belawa Wajo Wette‟e Panca Lautang Sidrap Kaca Limpomajang Marioriawa Soppeng To Lotang Dualimpoe Maniangpajo Wajo Kayuara Watang Sidenreng Sidrap Lautang Benteng, Rijang Pittu Tanete Maritengngae Sidrap Amaprita, Baula, Toddangpulu Arateng Tellu Limpoe Sidrap Paggalung Lalabata Riaja, Labokong Tottong Donri-donri Soppeng Pattaenung Pakkanna Ujunge Tanasitolo Wajo Pallanro Massepe Tellu Limpoe Sidrap Baalawiyah Belawa, Macero, Lautang, Limporilau Leppangeng Belawa Wajo To Lise Lise Panca Lautang Sidrap 65