Dokumen RTRW Kabupaten Wajo Tahun 2012-2032
102
Gambar 18 Perbandingan jumlah masing-masing aspek pada setiap bab Interpretasi pada Analisis Isi dalam RTRW Kabupaten Sidrap tahun 2012-
2032 ini ditentukan berdasarkan persentase kumulatif pada setiap faktor penting atas 3 aspek secara menyeluruh. Hasil interpretasinya dapat dilihat pada Tabel 46.
Secara keseluruhan dapat dilihat faktor penentuan kawasan yang memiliki kepentingan sosial budaya dan penentuan kawasan untuk pengembangan
pariwisata berkearifan lokal dalam elemen asimilasi merupakan faktor yang paling banyak kandungannya, masing-masing bernilai 34.29 dan 22.86.
Kemudian acuan pelestarian lingkungan merupakan faktor yang tertinggi dalam aspek adopsi yang mencapai 13.33 dan faktor penamaan kawasan atau zonasi
dengan nama lokal hanya mencapai 10.48, sementara faktor penentuan wilayah pemanfaatan sumberdaya alam dalam aspek adaptasi memiliki nilai lebih tinggi
mencapai 12.38 dibandingkan dengan faktor acuan perubahan ekologis hanya 6.67. Oleh karena itu apabila ditelaah lebih lanjut dari Tabel 46, urutan aspek
dari prinsip kearifan lokal dalam RTRW Kabupaten Sidrap tahun 2012-2032 yaitu asimilasi mencapai 57.14, adopsi 23.80 dan adaptasi 19.04.
Tabel 46 Interpretasi hasil Analisis Isi
RTRW Kabupaten Sidrap
Aspek Faktor
Rasio Interpretasi
Adopsi 1 a
13.33 Pada aspek adopsi, faktor acuan pelestarian lingkungan lebih
banyak dibahas dibanding penamaan kawasan atau zonasi dengan nama lokal dalam RTRW Kabupaten Sidrap.
1b 10.48
Adaptasi 2a
12.38 Pada aspek adaptasi, faktor penentuan wilayah pemanfaatan
sumberdaya alam lebih banyak dibahas dibanding acuan dalam menghadapi perubahan ekologis dalam RTRW Kabupaten
Sidrap. 2b
6.67 Asimilasi
3a 22.86
Pada aspek asimilasi, faktor penentuan kawasan pariwisata berorientasi kearifan lokal lebih banyak dibahas dibanding
dengan penentuan kawasan untuk kepentingan sosial budaya dalam RTRW Kabupaten Sidrap.
3b 34.29
Berdasarkan hasil Analisis Isi diperoleh bahwa dalam RTRW Kabupaten Sidrap tahun 2012-2032 telah mengakomodasi prinsip kearifan lokal yang lebih
dominan pada aspek asmilasi. Faktor penentuan kawasan untuk kepentingan sosial budaya menjadi faktor yang paling banyak dibahas. Hal tersebut berarti bahwa
secara konseptual penataan ruang berkearifan lokal di wilayah Kabupaten Wajo
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Bab VII
Adopsi Adaptasi
Asimilasi
103 telah memiliki dasar pengembangan yang bersumber dari nilai-nilai tradisi lokal
setempat. Perbandingan hasil Analisis Isi dari ketiga dokumen RTRW masing-masing
kabupaten pada Tabel 47, memperlihatkan bahwa aspek asimilasi merupakan aspek yang paling banyak dibahas, masing-masing kabupaten memiliki aspek
asimilasi mencapai 50-57. Aspek yang paling sedikit dibahas adalah aspek adaptasi dengan rata-rata persentase 19-25. Berdasarkan perbandingan
kabupaten, Kabupaten Sidrap merupakan kabupaten yang paling banyak mengakomodasi aspek kearifan lokal dalam dokumen RTRW yang mencapai 105
atau 49.06, kemudian Kabupaten Wajo dengan 61 atau 28.05 dan paling sedikit mengakomodasi aspek kearifan lokal adalah Kabupaten Soppeng yang
hanya mencapai 46 atau sekitar 22.42. Proses penentuan arahan kebijakan penataan ruang dengan berbasis kearifan lokal, maka persentase aspek kearifan
lokal tersebut selanjutnya menjadi pertimbangan untuk memaksimalkan kebijakan yang akan ditetapkan.
Tabel 47 Perbandingan hasil analisis pada dokumen RTRW 3 kabupaten
Dokumen RTRW pada ketiga kabupaten menunjukkan posisi dari proses akomodasi kearifan lokal berada pada tahap asimilasi seperti pada Gambar 19.
Pada konteks asimilasi pemerintah melakukan upaya penggabungan kebudayaan dengan kebijakan formal sehingga terbentuk sistem yang baru Ernawi 2010.
Aspek asimilasi memperlihatkan pemerintah cenderung lebih aktif, dimana kebijakan pemerintah terkait penataan ruang menggunakan kearifan lokal yang
Aspek RTRW Kab. Sidrap
RTRW Kab. Soppeng RTRW Kab. Wajo
nilai persentase
nilai persentase
nilai persentase
Adopsi 25
23.80 12
25.00 17
27.87 Adaptasi
20 19.06
12 25.00
13 21.31
Asimilasi 60
57.14 24
50.00 31
50.82 Jumlah
105 100
48 100
61 100
10 20
30 40
50 60
70
Kab. Sidrap Kab. Soppeng
Kab. Wajo N
il ai
s et
ia p
as pe
k
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Adopsi
Adaptasi Asimilasi
Gambar 19 Posisi bentuk akomodasi kearifan lokal dari ketiga dokumen RTRW
104 ada dan dapat memberikan manfaat baik kepada masyarakat setempat maupun
masyarakat di sekitarnya. Pada dasarnya posisi tersebut menguntungkan pemerintah dalam menyusun
kebijakan yang tepat dalam mengakomodasi kearifan lokal. Faktor utama dari aspek asimilasi adalah penetapan kawasan strategis untuk kepentingan sosial
budaya dan penetapan kawasan pariwisata. Operasionalisasi kebijakan dan strategi dalam rangka pelestarian dan pengembangan kearifan lokal harus diupayakan
secara lebih terpadu dan berkelanjutan dengan mensinergikan antara aspek budaya serta aspek strategis lainnya melalui pengarusutamaan prinsip-prinsip dan nilai
budaya daerah dalam proses penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota sesuai dengan semangat
desentralisasi dan otonomi daerah Ernawi 2010.
Maka dari itu dari pemerintah Kabupaten Wajo, Sidrap dan Soppeng perlu menerjemahkan bentuk kebijakan yang dapat diimplementasikan dari aspek
asimilasi. Proses penyusunan arahan pengembangan kawasan Danau Tempe dengan mempertimbangkan kearifan lokal harus berdasarkan pada bentuk arahan
yang bersinergi dengan aspek asimilasi. Sistem kebijakan yang terbentuk penggabungan kebijakan pemerintah dan kearifan lokal diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat setempat terutama kelanjutan adat istiadat mereka dan manfaat bagi masyarakat pada umumnya terutama pada kegiatan
pariwisata, ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Arahan Pengembangan Kawasan Danau Tempe dengan Mempertimbangkan Kearifan Lokal
Perencanaan yang berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik, pengetahuan rasional, pengalaman, intuisi, pemikiran kreatif dan tindakan yang
pada dasarnya relevan dengan kearifan lokal Berke dan Conroy 2000. Maka dari itu potensi kearifan lokal dapat menjadi kekuatan penggerak dalam meningkatkan
kinerja pengembangan wilayah di kawasan Danau Tempe. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menyusun beberapa rumusan arahan pengembangan sebagai
bentuk adaptive development dalam penyempurnaan ruang dan masukan penting dalam penyempurnaan RTRW sebagai langkah strategis untuk mewujudkan
kesejahteraan baik masyarakat setempat dan maupun di sekitarnya.
Setiap kecamatan memiliki penyebaran komunitas lokal yang beragam dan tidak semua desakelurahan pada kecamatan tersebut memiliki potensi kearifan
lokal, sehingga arahan pengembangan disusun dari keberadaan komunitas lokal. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka delineasi arahan pengembangan
menempatkan komunitas lokal sebagai fokus utama berada pada desakelurahan dalam ring 1 dan berpengaruh pada desakelurahan ring 2. Desakelurahan yang
masuk dalam kategori ring 1 adalah desakelurahan yang memiliki kearifan lokal dari komunitas tradisionalnya dan aktivitas masyarakatnya masih terpengaruh
secara langsung dari keberadaan Danau Tempe, Sidenreng dan Lapongpakka. Desakelurahan yang masuk dalam kategori ring 2 merupakan desakelurahan
yang berbatasan langsung dengan desakelurahan pada kategori ring 1 dan memiliki pengaruh secara tidak langsung dari keberadaan Danau Tempe,
Sidenreng dan Lapongpakka terutama pada musim hujan.