Komunitas Lokal Pallanro Analisis dan Arahan Pengembangan Kawasan Danau Tempe, Provinsi Sulawesi Selatan dengan Mempertimbangkan Kearifan Lokal

113 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut: 1. Terdapat 7 komunitas tradisional yang memiliki kekhasan dari aspek kearifan lokal, sehingga dapat dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan Danau Tempe yaitu; 1 komunitas nelayan pakkaja, 2 komunitas kepercayaan Bugis kuno To Lotang, 3 komunitas paggalung dengan tradisi pertanian tradisional, 4 komunitas pattenung yang memproduksi tenun, 5 komunitas pallanro dengan kemampuan membuat senjata tradisional, 6 komunitas Baalawiyah dengan perpaduan tradisi Bugis dan ajaran Islam serta 7 komunitas To Lise yang memiliki kemampuan dalam kesusasteraan. Kecamatan Tempe, Tellu Limpoe, Marioriawa dan Donri-donri memiliki budaya dan kearifan lokal lebih beragam dibandingkan dengan kecamatan lainnya. 2. Komoditi unggulan pertanian di kawasan Danau Tempe berdasarkan data tahun 2002 dan 2012 menunjukkan lebih dominan pada subsektor perikanan dan peternakan. Komoditi unggulan pertanian tanaman pangan padi dan jagung, perkebunan murbei, peternakan dan perikanan berkaitan dengan pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal, dimana komunitas lokal memiliki tradisi yang khas dalam pengembangan komoditi pertanian tersebut. 3. Sebagian besar perdesaan di kawasan Danau Tempe memiliki tingkat perkembangan yang rendah. Sekitar 13.6 masuk dalam kategori hirarki I, 23.2 masuk dalam kategori hirarki II dan 63.2 masuk dalam hirarki III. Desakelurahan yang teridentifikasi dengan hirarki I dapat diarahkan sebagai pusat pelayanan kawasan yaitu di Kecamatan Maritengngae dan Tempe yang memiliki desa dengan hirarki I yang tinggi. 4. Dokumen RTRW pada ketiga kabupaten telah mengakomodir prinsip kearifan lokal. Aspek asimilasi merupakan aspek yang paling dominan diakomodasi dalam RTRW ketiga kabupaten sedangkan Kabupaten Sidrap merupakan kabupaten yang paling menonjol mengakomodasi aspek kearifan lokal dibandingkan dengan kabupaten lainya. 5. Arahan pengembangan kawasan Danau Tempe perlu mempertimbangkan keberadaan kearifan lokal yang bersumber dari aspek-aspek kearifan lokal yang dimiliki oleh 7 komunitas lokal. Pertimbangan tersebut diaplikasikan dalam kebijakan penataan ruang, pengembangan usaha pertanian dan ekonomi kreatif, pengembangan permukiman, pengembangan pusat pelayanan serta pengembangan pariwisata berbasis pada kearifan lokal dan perlindungan kebudayaan maupun situs cagar budaya. Saran Berdasarkan hasil dan kesimpulan maka disusun saran sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah perlu mengakomodir uraian arahan pengembangan dengan mempertimbangkan kearifan lokal sebagai bentuk penyempurnaan RTRW. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan strategi pengembangan kawasan pariwisata budaya dari kearifan lokal berbasis pada persepsi stakeholder dan kajian tentang sosiogram di kawasan Danau Tempe. 114 DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta ID: Graha Ilmu. Adrianto L, Al Amin MA, Solihin A, Hartoto DI, Satria A. 2009. Local knowledge and fisheries management. Bogor ID: Center for Coastal and Marine Resources Studies, Bogor Agricultural University. Adrianto L, Azis N. 2006. Valuing The Social Ecological Interactions in Coastal Zone Case of Economic Valuation of Mangrove Ecosystem in Barru Sub- District, South Sulawesi Province . Seminar in Social-Ecological System Analysis. ZMT. Bremen DE: Bremen University. Agusta I. 2005. Metode Kualitatif. Dalam: [editor tidak diketahui]. Lokakarya Metode Kualitatif [Internet]. 2005 Okt 11. Jakarta ID: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. hlm 27; [diunduh 2014 Jan 5]. Tersedia pada: http:ivanagusta.files.wordpress.com200904ivan-metode-kualitatif.pdf Agusta I. 2007. Penguatan kelembagaan dalam pengembangan kawasan Agropolitan. Dalam: [editor tidak diketahui]. Pelatihan Nasional dan Implementasi Pengembangan Kawasan Agropolitan [Internet]. 2007 Okt 29 sampai 4 Nov. Bogor ID: P4W-LPPM-IPB dan Yayasan Tunas Mandiri Indonesia. hlm 17; [diunduh 2014 Jan 5]. Tersedia pada: http:ivanagusta.files.wordpress.com200904ivan-penguatan-kelembagaan- pengembangan-agropolitan-indonesia.pdf Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Tinjauan Kritis . Bogor ID: P4W Press. Aulia TOS, Dharmawan AH. 2010. Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya air di Kampung Kuta. Sodality. 43:345-355. Baco D. 2005. Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Pangan: Konsepsi dan Implementasi. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel . Makassar, Indonesia. ID: PEIPFI-KOMDASULSEL. Hlm 15-22. Barus B, Wiradisastra US. 2009. Sistem Informasi Geografi; Sarana Manajemen Sumberdaya . Bogor ID: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah Faperta, IPB. [Bappeda Sidrap] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidrap 2012. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sidrap 2012-2032 . Sidenreng ID: Pemerintah Kabupaten Sidrap. [Bappeda Soppeng] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Soppeng 2012. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Soppeng 2012-2032 . Watangsoppeng ID: Pemerintah Kabaputen Soppeng. [Bappeda Sulsel] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2009. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Provinsi Sulawesi Selatan 2009-2029 . Makassar ID: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.