mikro muncul dan berkembang akibat dari permasalahan mengenai sulitnya masyarakat kelas menengah kebawah untuk mengakses modal dari lembaga
keuangan konvensional. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang fleksibel. Hal ini merupakan konsekuaensi dari masyarakat yang dilayani
sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan oleh sistem keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
Selanjutnya, merujuk pada Prabowo 2001 dalam Ashari 2006 bentuk LKM dapat berupa: 1 lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, 2
lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan 3 sumber-sumber informal misalnya pelepas uang atau rentenir. Hal lain yang perlu diperhatikan
dari LKM adalah LKM dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan konsumtif ataupun
kegiatan yang produktif keluarga miskin tersebut. Berdasarkan fungsinya, maka jasa keuangan mikro yang dilaksanakan oleh LKM memeiliki ragam yang luas
yaitu dalam bentuk kredit dan pembiayaan lainya.
B. Usaha kecil Mikro dan Menengah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 seperti yang dikutip oleh Ahlam 2005 mengenai UKM terdapat beberapa kriteria yang dipergunakan
untuk mendefinisikannya yaitu usaha mikro, kecil dan menengah. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh undang-undang. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah datau usaha besar yang memenihi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Pelaku usaha kecil dan mikro adalah individu atau kelompok yang melakukan kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Aktor-aktor yang terlibat dalam
usaha ini mayoritas adalah masyarakat kelas menengah kebawah yang tidak memiliki modal yang cukup besar untuk mendirikan suatu usaha yang berskala
besar. Adapun ciri- ciri UKM menurut Ashari 2006 yaitu : jenis barangkomoditi
usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti, tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat, belum melakukan
administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha, sumber daya manusianya
pengusahanya belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai, tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah, umumnya belum akses kepada
perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.
Pembahasan usaha kecil mengenai pengelompokan jenis usaha yang meliputi usaha industri dan usaha perdagangan. Pengertian tentang usaha kecil
dan menengah UKM tidak selalu sama, tergantung konsep yang digunakan. Mengenai pengertian atau definisi usaha kecil ternyata sangat bervariasi. Dalam
definisi tersebut mencakup sedikitnya dua aspek yaiu aspak penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang
diserap dalam kelompok perusahaan tersebut. Mengacu Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat
dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah: 1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak satu miliar per tahun
Definisi atau kriteria yang digunakan untuk usaha kecil dan usaha menengah di Indonesia sampai saat ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan
kondisi dunia usaha, serta kurang dapat digunakan sebagai acuan oleh instansi dan institusi lain, sehingga masing-masing institusi menggunakan definisi yang
berbeda.
C. Peranan UMKM dalam Bidang Sosial