Gambar 3 Struktur BHA dan BHT FDA 2012.
2.3 Komponen Bioaktif
Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis.
Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik, misalnya polifenol. Menurut Kannan et al. 2009 komponen bioaktif tidak terbatas pada
hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida.
Pengujian kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia.
Istilah fitokimia dari kata “phyto” = tanaman berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia dari suatu tanaman. Kajian fitokimia
meliputi uraian tentang isolasi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari
bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman Sirait 2007.
2.3.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
misalnya nikotina pada suhu kamar Harborne 1984. Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang
farmakologi, diantaranya adalah nikotin stimulan pada syaraf otonom, morfin
analgesik, kodein analgesik dan obat batuk, atropin obat tetes mata, skopolamin sedatifobat penenang menjelang operasi, kokain analgesik,
piperin antifeedant, quinin obat malaria, vinkristin obat kanker, ergotamin analgesik untuk migrain, reserpin pengobatan simptomatis disfungsi ereksi,
mitraginin analgesik dan antitusif, serta vinblastin antineoplastik dan obat kanker Harborne 1984. Struktur alkaloid disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4 Struktur alkaloid Liaw et al. 1998. 2.3.2 SteroidTriterpenoid
SteroidTriterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C
30
hidrokarbon asiklik. Triterpenoid mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa ini
umumnya berbentuk kristalin dan mempunyai titik lebur tinggi. Steroid yang dites dengan menggunakan reaksi Liebermann-Burchard asam asetat anhidridat-
H
2
SO
4
pekat, akan membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterolnya Sirait 2007.
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Sterol dalam tumbuhan tingkat tinggi disebut fitosterol dan
jenis lainnya antara lain sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol yang terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah adalah ergosterol yang hanya terdapat
dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain yang terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi
yaitu fukosterol. Fukosterol merupakan steroid utama pada alga coklat dan terdapat juga pada kelapa Harborne 1984. Struktur steroid disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5 Struktur Steroid Gasior et al. 1999. 2.3.3 Flavonoid
Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar dalam bentuk glikosida. Flavonoid diklasifikasikan menjadi
flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol Sirait 2007.
Senyawa flavonoid larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70. Flavonoid mengandung sistem aromatik dan menunjukkan pita serapan
kuat pada daerah spektrum Ultra Violet UV dan spektrum tampak Harborne 1984. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga dilapisan amil
alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid. Gambar struktur flavonoid disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Struktur flavonoid Markham 1982. 2.3.4 Saponin
Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau
genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi,
diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat. Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sapogenin triterpenik dan steroidik Muchtadi 1989. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Senyawa saponin terkadang bersifat toksik dan
menimbulkan keracunan pada ternak misalnya saponin alfalfa Harborne 1984. Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada
epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat
oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan
Sirait 2007. Struktur senyawa saponin disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Struktur saponin Markham 1982. 2.3.5 Fenol hidrokuinon
Senyawa fenolat merupakan senyawa aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil dimana gugus hidroksil dapat digantikan dengan
gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan umumnya terdapat
dalam vakuola sel. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon.
Sebagian besar kelompok kuinon memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon tidak bersifat fenol. Isoprenoid kuinon umumnya banyak
ditemukan pada saat respirasi seluler ubikuinon dan fotosintesis plastokuinon Harborne 1984. Struktur fenol hidrokuinon dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Struktur fenol hidrokuinon Preechaworapun et al. 2008. 2.3.6 Tanin
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa tanin merupakan turunan polifenol dengan karakteristiknya yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Umumnya senyawa tanin larut dalam air polar. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu
tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi tersebar luas pada tumbuhan paku-pakuan dan tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis
penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua Harborne 1984. Sumber tanin di Indonesia diperoleh dari tumbuhan akasia Acacia sp.,
eukaliptus Eucalyptus sp., pinus Pinus sp. dan beberapa jenis bakau. Senyawa tanin seringkali menyebabkan beberapa tumbuhan memiliki rasa sepat
sehingga dihindari oleh banyak hewan pemangsanya. Adanya senyawa tanin di dalam rumen sapi menyebabkan populasi bakteri proteolitik Lotus corniculatus
mengalami penurunan. Senyawa tanin akan berikatan langsung dengan dinding sel, membran dan protein ekstrakseluler pada bakteri. Smith et al. 2005
menyatakan bahwa tanin dapat berikatan langsung dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikoorganisme atau
aktivitas enzim. Struktur tanin disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Struktur tanin Oladoja et al. 2010.
2.4 Ekstraksi