Pengukuran dan Analisis Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.)

Gambar 14 Diagram alir proses ekstraksi buah bakau Quinn 1988

3.4 Pengukuran dan Analisis

Pengukuran dan analisis dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan kandungan senyawa kimia pada suatu bahan. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengukuran morfometrik dan perhitungan rendemen buah bakau. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis komponen Ekstraksi Residu Filtrat III Evaporasi Ekstrak kasar Metanol Ekstrak kasar Etil asetat Filtrat II Evaporasi Maserasi methanol bv, 1:3, 24 jam Ekstraksi Residu Residu Maserasi etil asetat bv, 1:3, 24 jam Filtrat I Daging buah bakau Maserasi n-heksana bv, 1:3, 24 jam Ekstraksi Evaporasi Ekstrak kasar n-heksana kimia proksimat, analisis komponen bioaktif uji fitokimia, uji aktivitas antioksidan dan uji bilangan peroksida. 3.4.1 Pengukuran morfometrik dan rendemen buah bakau Buah bakau R. mucronata diambil dari daerah hutan mangrove Muara Karang, Jakarta Utara. Sebanyak 30 buah diambil dari beberapa pohon yang berbeda dan diukur morfometriknya yang meliputi panjang, lebar dan bobot. Rendemen dihitung berdasarkan Iswani 2007 sebagai berikut: Rendemen daging = Bobot daging g ram Bobot total buah bakau gram ×100 3.4.2 Analisis kimia Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, protein, lemak, abu dan karbohidrat. 3.4.2.1 Analisis proksimat AOAC 2005 1 Analisi kadar air AOAC 2005 Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 5 jam sampai beratnya konstan, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut: kadar air = B − C B − A ×100 Keterangan: A = Berat cawan kosong gram B = Berat cawan dengan sampel gram C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan gram 2 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Buah bakau seberat 5 gram W 1 dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya ditutup dengan kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W 2 . Pelarut lemak n-heksana dituangkan ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan sokhlet dan direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan sokhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Labu lemak dan sokhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama satu jam. Labu kemudian disimpan dalam desikator sampai beratnya konstan W 3 . Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut: Kadar lemak = W 3 -W 2 W 1 ×100 Keterangan: W 1 = Berat sampel gram W 2 = Berat labu lemak kosong gram W 3 = Berat labu lemak dengan lemak gram 3 Analisis kadar protein AOAC 2005 Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yang terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambah 12 butir kjeltab jenis selenium dan 10 mL H 2 SO 4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 400 o C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan menjadi jernih dan didinginkan. Larutan yang telah dingin dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades, kemudian larutan dipipet sebanyak 10 mL serta ditambah 10 mL NaOH 40 untuk didestilasi pada suhu 100 o C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 25 mL yang berisi campuran asam borat H 3 BO 3 2 dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan. Destilat lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: N = mL HCl sampel-mL blanko × N HCl × faktor pengenceran × 14 mg contoh ×100 kadar protein = N x fk Keterangan: fp = Faktor pengenceran = 10; fk = Faktor konversi = 6,25 4 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 o C, kemudian disimpan di dalam desikator. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi selama 1 jam. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam pada suhu 600 o C. Sampel ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut: kadar abu = C − A B − A ×100 Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong gram B = Berat cawan abu porselen dengan sampel gram C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan gram 3.4.2.2 Uji aktivitas antioksidan Salazar-Aranda et al. 2009 Aktivitas antioksidan diukur dengan metode DPPH yang mengacu pada penelitian Salazar-Aranda et al. 2009. Pengujian aktivitas antioksidan ini menggunakan ekstrak kasar buah bakau dari ketiga pelarut yang telah dipekatkan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. Konsentrasi campuran ekstrak kasar dan etanol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 0 ppm, 15,62 ppm, 31,25 ppm, 62,50 ppm, 125 ppm, 250 ppm, dan 500 ppm. Kontrol positif menggunakan asam askorbat Vitamin C dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm. Perhitungan pembuatan larutan stok dan proses pengencerennya dapat dilihat pada Lampiran 6. Larutan blanko dengan konsentrasi 125 µM dibuat menggunakan kristal DPPH yang dilarutkan dalam etanol p.a. Proses pembuatan larutan DPPH dilakukan dalam kondisi terlindung dari cahaya matahari. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam mereduksi radikal bebas DPPH. Kontrol positif menggunakan larutan asam askorbat 100 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan kristal asam askorbat pada etanol p.a. Larutan DPPH dengan konsentrasi 125 µM diambil sebanyak 100 µL dan ditambah dengan 100 µL ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam microplate yang telah disiapkan. Campuran larutan tersebut dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. Serapan yang dihasilkan diukur dengan menggunakan Epoch TM Microplate Spectrophotometer pada panjang gelombang 517 nm. Presentase penghambat aktivitas radikal bebas inhibisi diperoleh dari nilai absorben sampel. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara konsentrasi sampel dan persen inhibisi. Nilai konsentrasi penghambat aktivitas radikal bebas sebanyak 50 IC 50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear yaitu y = ax+b. Nilai IC 50 diperoleh dengan memasukkan y = 50 serta nilai a dan b yang telah diketahui. 3.4.2.3 Uji fitokimia Harborne 1984 Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen- komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar buah bakau. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroidtriterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, dan tanin. Metode fitokimia dalam penelitian ini mengacu kepada Harborne 1984. 1 Alkaloid Harborne 1984 Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat ditambah 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi Dragendorff yang dihasilkan berwarna jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl 2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi Meyer yang dihasilkan tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades ditambah 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi Wagner yang dihasilkan berwarna cokelat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah jingga. Kemudian, terbentuknya endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan terbentuknya endapan cokelat dengan pereaksi Wagner. 2 Steroid triterpenoid Harborne 1984 SejumLah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, kemudian ditambah 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. 3 Flavonoid Harborne 1984 SejumLah sampel ditambah 0,1 mg serbuk magnesium, 0,4 mL amil alkohol dan 4 mL alcohol, kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. 4 Fenol hidrokuinon pereaksi FeCl 3 Harborne 1984 Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 95. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambah 2 tetes larutan FeCl 3 5. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. 5 Uji Tanin Harborne 1984 Sampel sebanyak 1 gram ditambah pereaksi FeCl 3 3 . Adanya warna hijau kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin. 3.4.2.4 Uji bilangan peroksida Santoso et al. 2004 Aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau yang terbaik, diuji pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida. 1 Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya Minyak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan dipanaskan dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian disaring untuk memisahkan minyak dan ampasnya. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas Whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening. Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. 2004 yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 minyak kelapa dan 97 air yang mengandung 0,3 Tween 20. 2 Penentuan bilangan peroksida Sistem emulsi minyak ditambahkan pada ekstrak buah bakau yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik yang disebut sampel minyak. Sampel minyak selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37 o C untuk mempercepat oksidasi. Setelah diinkubasi selama 1 minggu, sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer yang ditambahkan 30 mL pelarut yang terdiri dari 60 asam asetat glasial dan 40 kloroform. Minyak yang telah larut ditambah 0,5 mL larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N dengan indikator pati 1. Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N yang ditunjukkan oleh skala pada buret merupakan volume total larutan Na 2 S 2 O 3 0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus: Miliequivalen kg minyak = a-b × N × 1000 G × 100 Keterangan: a = jumLah mL larutan Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi sampel b = jumLah mL larutan Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko N = normalitas larutan Na 2 S 2 O 3 G = berat sampel g

3.5 Rancangan Percobaan